
Illustrasi Orang Pakai Masker saat Pandemi Covid-19. (Fahriza Wiratama/SM)
Oleh Raden Muhammad Wisnu
Sudah hampir satu tahun dunia dilanda pandemi Covid-19. Seperti kita ketahui jutaan orang telah kehilangan pekerjaannya dan semakin hari jumlah korban yang meninggal dunia akibat Covid-19 pun terus bertambah.Tidak ada negara yang tidak terdampak, termasuk Indonesia. Setahun belakangan, saya mengamati orang-orang terdekat dan mencoba merangkum empat jenis manusia saat pandemi.
1. Manusia yang Tidak Percaya Corona
Golongan manusia ini adalah golongan manusia yang menutup diri pada perkembangan ilmu pengetahuan dan sains. Mereka tidak percaya bahwa Covid-19 ada dan membangun ide bahwa semua ini hanyalah akal-akalan elit global untuk tatanan dunia yang baru. Kemudian mereka menolak menggunakan masker dan lebih ekstrim lagi mereka menolak melakukan vaksinasi. Sebab mereka percaya bahwa vaksin yang disuntikan kepada rakyat jelata telah ditanam microchip untuk memantau aktivitas kita oleh elit global yang berkuasa.
Sempat saya berpikir ide-ide tersebut berkembang karena faktor rendahnya tingkat pendidikan dan literasi masyarakat kita. Tapi ternyata saya salah, ide- ide gila ini justru berkembang dari mereka yang dipandang memiliki pendidikan yang baik, bahkan tak jarang dari negara maju. Ada baiknya kita menghindari perdebatan melelahkan dengan mereka yang sudah merasa paten dengan idenya.
2. Manusia yang Meremehkan Corona
Golongan ini percaya bahwa virus corona ada namun ia tidak lebih berbahaya dari virus lain seperti, Tuberkulosis (TBC), Human Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis, dan lain-lain. Menurut mereka angka kematian virus corona “hanya” 3% saja, jadi ya biasalah. Lagi pula kasus kematian ini bukan murni karena virus corona, tapi didukung oleh penyakit bawaan dari pasien.
Keyakinan itu muncul atas dasar mengamati para penyitas yang mereka kenal dekat dan beberapa publik figur seperti, Anies Baswedan, Cristiano Ronaldo, hingga Donald Trump yang berakhir menjadi orang tanpa gejala (OTG). Mereka hanya perlu isolasi mandiri tanpa perawatan khusus, lalu semuanya selesai. Biasa saja.
3. Manusia yang Percaya Maut ada di Tangan Tuhan
Yang ketiga adalah yang paling menyebalkan menurut saya. Manusia-manusia yang percaya bahwa virus corona ada dan mematikan, tapi ya santai aja gak usah panik karea nyawa di tangan Tuhan. Apa itu protokol kesehatan? Tuhan bersama kita kok.
Memang benar, kita tidak harus panik. Dan saya percaya jika maut adalah rahasia Tuhan. Tapi tau gak sih, dulu Khalifah Umar bin Khattab menghindari perjalanan ke negeri Syam dan memutuskan untuk kembali ke Madinah ketika beliau mendengar bahwa ada wabah penyakit disana. Saat itu pun terjadi perdebatan diantara kaum Muslim atas keputusan Umar bin Khattab tersebut.
Umar kemudian menjelaskan keputusannya dengan menggunakan analogi. “Jika engkau menggembalakan untamu di tempat tandus adalah sebuah takdir Allah, lalu bukankah dengan memilih menggembalakan unta di tempat subur juga merupakan takdir Allah? Kita akan lari dari satu takdir Allah menuju takdir lainnya.”
Selain kisah Khalifah Umar bin Khattab, saya ingat Rasulullah juga pernah berkata, “Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya. Sebaliknya, kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri darinya.”
Saya bukan ahli agama, namun dari kisah Umar bin Khattab tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa janganlah meremehkan sesuatu, pandemi itu takdir sama seperti kematian. Setidaknya, untuk kasus pandemi ini kita mesti saling menjaga. Lakukan saja hal-hal kecil dengan menggunakan masker ketika pergi, rajin mencuci tangan, serta menjaga jarak satu sama lain. Tugas manusia adalah tetap berusaha, biarlah Tuhan yang menentukan akhirnya.
4. Manusia yang Patuh pada Protokol Kesehatan
Manusia-manusia yang menyenangkan buat saya. Mereka hampir tidak pernah keluar rumah selama pandemi. Kalaupun mereka harus keluar rumah, mereka tetap memakai masker, membawa hand sanitizer, serta menghindari kerumunan. Tidak lupa, dalam keseharian mereka menjaga asupan makanan, berolahraga secara teratur di rumah, dan istirahat yang cukup.
Tidak sedikit dari mereka yang berbagi rezeki selama pandemi dengan mengirimkan makanan kepada sesama teman dan keluarga sebagai ganti dari pertemuan tatap muka. Atau bersedekah kepada mereka yang membutuhkan, dan menyebarkan ucapan-ucapan positif agar kita dapat terus bertahan sampai pandemi ini benar-benar berakhir.
Jika ada teman atau keluarga kalian yang masuk dalam golongan manusia ini, kalian sungguh beruntung. Jangan lepaskan tali silaturahmi karena mereka adalah golongan manusia paling menyenangkan selama pandemi.
Itulah empat golongan manusia yang dapat dirangkum. Untuk saat ini, ada baiknya jika kita mempercayai para ahli kesehatan ketimbang narasi yang berkembang di media sosial tanpa penanggungjawab yang jelas. Terkait konspirasi industri farmasi ataupun elit global, mending kita kesampingkan dulu sampai pandemi ini benar-benar berakhir.
Mereka (para ahli) yang berbicara tentang pandemi ini adalah para dokter dan akademisi yang sudah belajar ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan selama bertahun-tahun. Beberapa diantaranya sampai bergelar doktor, bahkan profesor sehingga mereka tidak asal berbicara. Mereka berbicara berdasarkan data dan ilmu sains.
Akhir kata, mudah-mudahan kita semua dapat melewati semua ini dengan selamat. Bagi yang kehilangan pekerjaan karena pandemi seperti saya, mudah-mudahan dapat kembali bekerja. Bagi yang usahanya bangkrut, mudah-mudahan dapat bangkit kembali. Bagi yang sakit, mudah-mudahan dapat segera sembuh. Salam.
Penulis merupakan alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Unisba 2012