Illustrasi Sebuah Berita yang diracik Media. (Fahriza Wiratama/SM)
Oleh: Septiawan Santana K.
Kini zaman profesionalisme dipakai. Setiap media disuruh berpikir dan bertindak profesional. Setiap wartawan mesti bekerja profesional. Tak urung, berita juga harus dibuat profesional.
Profesionalisme itu apa? Ini sejenis makanan sehat, bergizi, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Setiap pekerjaan profesional berarti pekerjaan yang melewati kegiatan yang terurut dan terukur. Tidak kurang atau lebih, barang seinci pun. Artinya, harus pas segala ukurannya. Harus patut ditinjau dari sudut pandang apa pun juga. Harus elok.
Maka itulah, ketika media didirikan para pendirinya (pemilik), para penyumbangnya (pemberi modal), dan para pemegang kepemimpinannya (pemberi instruksi), maka akan berteriak-teriak “harus profesional, harus profesional, harus profesional!”
Maka ukuran profesional pun berada dalam wilayah mereka. Mereka membuat berbagai batasan dan ukuran: Saat memutuskan produk informasi apa yang hendak dibuat, bagaimana memproduksinya, bagaimana memasarkannya, dengan apa mendistribusikannya, dan seterusnya, untuk itu, berbagai aturan dibuat. Ini bisa mengenai para wartawannya, aturan manajemennya, pemasarannya, jaringannya, serta cara kerjanya.
Dalam bahasa lain, setiap produk media massa memiliki dinamika lingkungan (struktur-agensi) tertentu. Hal ini memengaruhi cara mengorganisir setiap media. Selain itu, membawa batasan norma dan kegiatan profesionalisme masing-masing media. Semua itu terkait oleh ikatan jaringan sosial dan personal pemilik dan pengelola media. Semua itu memengaruhi metoda kerja dari struktur organisasi media.
Dalam latar pemikiran macam ini, barangkali, bisa ditilik mengapa setiap berita itu dikerangka oleh media. Ada kekuatan ekonomi dan politik dalam pengelolaan berita.
Ada kekuatan ekonomi yang “memaksa” kerja media. Ada aktivitas manajemen media melakukan “paksaan” tersebut. Ada kekuatan-kekuatan ekonomi yang mengidentifikasi berbagai tujuan dan bentuk dari proses pembuatan berita ketika diputuskan untuk terbit. Logika komodifikasi dipakai.
Selain ekonomi, kekuatan politik juga memengaruhi kerja organisasi media. Bukan hanya lewat peraturan normatif, seperti undang-undang. Tapi, lewat sistem komunikasi politik, yang mengimplikasi diantaranya, kelembagaan politik, kelembagaan media, orientasi khalayak (masyarakat), dan kultur politik.
Gejala dua kekuatan itu bisa disimak lewat pemilihan presiden. Bagaimana masing-masing media memberitakannya.***
*Penulis adalah Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unisba