(Ilustrasi: Tsabit Aqam Fidzikrillah/SM)
Puisi oleh Rizki Khisban/Kontributor
MABA
malapetaka baru
entah apa yang akan mereka datangkan
rincikan air? percikan api? atau gelombang tsunami
hidup di lingkungan baru, dengan konsep kata dan rima yang berbeda
membuat mereka hidup tanpa rute yang jelas
entah arus kiri, kanan, atau senioritas
dipandang sebelah mata, dinilai dengan beda
jelas, mereka suatu bencana yang tak bisa diduga
gerimis dari langit, banyak dihiraukan beberapa suara
dirinya tidak tahu asal muasal dari banyaknya posko-posko daerah bencana
tapi coba lihat dengan bijak
mereka yang lantang bersuara dengan mengunggulkan irasional
tanpa memperdulikan rasional, hidup berkuasa di atas tahta
layangan angin masuk kedalam inti jiwa
membuat mereka terlihat tidak memiliki makna
gunung erupsi pun tidak selamanya mengundang duka
lahan pertanian subur nan tumbuh setelah suhunya mereda
juta-juta milyar air turun ke bumi, untuk apa mereka bicara,
gaung dalam kesunyian, melibatkan banyak aspirasi berkeliaran
hari ini malapetaka bukan tentang bencana saja
masih banyak fenomena dunia lahir untuk dikaji bersama-sama
muncul di tanah 7 benua, melahirkan banyak alasan
entah kerugian, entah untungan, entah skenario semata
titik henti malapetaka saat ini adalah sang kuasa
ia tidak bisa bergerak bebas, karena diatur sesuai kehendaknya
ia yang menentukan ciri biru, ungu, orange, kuning, merah, hijau. di atas tangannya
maksudnya apa, membatasi kebebasan bergemuruh, membara, membasahi, meletus ?
khawatir dengan malapetaka baru?
beginikah suasana alam saat ini?
lingkungan tidak bersinergi
mengikuti aturan tetap menghasilkan ganjaran
melawan arus tidak akan berbanding mulus dan lurus
hanya bisa membisu,berdiskusi dengan waktu
8/11/23
*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Dakwah