Suaramahasiswa.info, Unisba- Siapa tak kenal daerah Pasar Baru Trade Centre? Tempat yang menjadi ikon bagi masyarakat Bandung untuk berburu keperluan di hari raya, mulai dari bahan pangan hingga baju lebaran. Dibandingkan di mall besar, barang-barang di Pasar Baru jauh lebih murah dengan kualitas yang tak perlu diragukan lagi. Hal itu yang membuat ratusan masyarakat Bandung dari berbagai daerah biasa datang memenuhi Pasar Baru.
Namun, menjelang lebaran tahun ini, suasana nampak berbeda di Pasar Baru, kehidupan di sana terlihat sepi dan tak seramai biasanya. Terlihat banyak kios-kios yang tutup dengan stiker segel dari Perumda Pasar Juara dan PT. Dam Sawarga Maniloka Jaya (DMSJ).
Baru-baru ini, para pedagang Pasar Baru Trade Centre dibuat naik pitam oleh kebijakan yang ditetapkan Perumda Pasar Juara dan PT. DMSJ. Mereka menetapkan biaya sewa yang dinilai di luar nalar dan kemampuan para pedagang.
Sejumlah kios pun nampak sepi pembeli, khususnya yang berada di lantai atas. Beberapa di antaranya sudah diujung tanduk akibat sepi pelanggan, omset mereka menurun hingga kesulitan untuk bertahan. Hidup segan mati pun tak mau. Tapi untunglah, masih ada kios yang bertahan di tengah terpaan masalah-masalah yang terjadi.
Toko Mitrama milik Nurhayati pun sempat mengalami penurunan omset karena sepinya pembeli. Dalam kesehariannya berdagang, penghasilan yang ia dapat, tak menentu, kadang ada barang yang laku terjual kadang bisa tidak ada yang terjual.
Itu dirasakan pula oleh Susan, seorang karyawati di salah satu kios di Pasar Baru Trade Centre, “Biasanya, kan, sehari ada, lah, 1 juta sekarang mah paling dapet 500 atau 800-an” keluhnya. Namun hal ini tidak mempengaruhi gajinya selama bekerja.
Efek dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan roda bisnis Pasar Baru Trade Centre terhenti masih terasa hingga sekarang, omset yang tak menentu membuat para pedagang kebakaran jenggot. Selain itu, perkembangan teknologi juga mempengaruhi kehidupan di Pasar Baru Trade Centre, aplikasi online shop membuat para pembeli tak perlu berdesak-desakan ke toko untuk membeli barang.
Beruntung, toko milik Nurhayati ini belum pernah disegel, meski dirinya belum bisa membayar seluruh biaya Surat Pemakaian Tempat Berjualan (SPTB) karena masih uang yang belum terkumpul. “Alhamdulilah enggak pernah kalau sampai disegel, cuma saya, kan, gak sewa saya bayarnya ke SPTB, ya, jadi sampe sekarang masih mengumpulkan uangnya” akunya pada Rabu (03/04).
Hal lain yang membuat Pasar Baru Trade Centre ini kehilangan banyak pengunjung adalah kurangnya pemeliharaan fasilitas bangunan, banyak sudut-sudut bangunan yang sudah kusam dimakan usia. Di beberapa lantai pun terasa pengap karena pendingin dan sirkulasi udara yang tidak berfungsi. Hal inilah yang membuat para pedagang semakin naik darah.
“Saya merasa dengan biaya sewa kios yang mahal juga harusnya fasilitas Pasar Baru diperbarui dan juga bantu mempromosikan Pasar Baru, mengingat kalo Pasar Baru adalah tempat yang ikonik untuk belanja,” ucap Nurhayati pada Rabu (03/04).
Banyak harapan yang tersimpan di balik kios-kios yang masih bertahan, umumnya pedagang berharap agar ke depannya para pengelola Pasar Baru Trade Centre bisa lebih demokratis dalam menentukan kebijakan dan tak semena-mena. Mengingat banyak orang yang menggantungkan keberlangsungan hidupnya di kehidupan Pasar Baru Trade Centre.
Reporter: Sausan Mumtaz Sabila & Alfira P. Marcheliana Idris/SM
Penulis: Sausan Mumtaz Sabila/SM
Editor: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM