
Foto: Dokumentasi SM
Mahasiswa menjadi elemen yang sangat penting dalam melakukan penggerakan di lingkup masyarakat. Tonggak ukur keberhasilan menjadi mahasiswa dapat dilihat bagaimana dia mengubah periodesasi di organisasinya. Status ‘maha’ dan ‘siswa’ merupakan keistimewaan bagi dirinya yang mencapai tahap tersebut.
Namun timbul keresahan yang dirasakan M. Iqbal dan Ali Syariati, mahasiswa seharusnya dapat memikirkan revolusi yang benar. Mahasiswa juga harus selalu berpikir, bergerak sesuai dengan keyakinan, keilmuan dan metode pengamalan yang dimilikinya secara terorganisir. Mahasiswa itu sendiri dikatakan sebagai agen-agen pemikir, pengubah, dan pembaharu peradaban.
Pada dasarnya individu-individu yang muncul (filosof, fisikawan, arsitek, sastrawan, politisi) menjadi agen yang memberikan perubahan. Namun kenyataannya kesadaran yang tinggi dari ideologi tiap masyarakat yang yang mengubah hal itu. Dalam menaungi gagasan-gagasan pun harus lah dapat masuk akal di berbagai aspek dan diejawantahkan melalui mekanisme aktifitas yang berjalan. Hingga akhirnya tetap harus mengikuti pada kebijakan pemimpinnya.
Peranan organisasi mahasiswa mereka pun harus sesegera mungkin menciptakan posisi peranan baru dalam masyarakat. Artinya tidak semata-mata ketika pemikiran dalam organisasi hanya sebatas kesadaran yang tumbuh bagi di dalamnya saja. Sejatinya ia harus kembali menemukan posisi sentralnya dalam per caturan gagasan yang berkembang di masyarakat pada umumnya, sehingga tercipta fungsi dari mahasiswa itu sendiri.
Berkaca pada kondisi saat ini peranan mahasiswa seolah hilang dan lepas tanggungjawab. Hal itu didasari pola pikir pembentuk dari mahasiswa juga pergerakan yang tidak masif seperti era reformasi. Secara alamiah kerangka pola pikir tersebut seharusnya dibentuk melalui wadah organisasi; dikembangkan melalui diskusi, upgrading, dan pengembangan secara bersama-sama. Setidaknya ini menjadi musuh utama mahasiswa dan diharapkan mereka (baca: mahasiswa) memegang amanah untuk menjadi makhluk merdeka.
Tanggung jawab pokok organisasi mahasiswa di sini bermaksud agar membangkitkan dan membangun masyarakat, bukan memegang kepemimpinan secara politik belaka. Bila masyarakat dibimbing dan dibangunkan secara benar, ia akan dapat melahirkan panutan-panutan yang cukup tangguh untuk memerintah dan membimbing masyarakat. Tugasnya adalah melanjutkan kewajiban dalam membangun dan menerangi masyarakat sampai mampu memproduksi pribadi unggul.
Organisasi mahasiswa kini harus bisa menjawab tantangan guna menciptakan kesadaran kolektif dan melawan penjajah dengan cara tersebut. Tiap daerah dapat mengambil sikap tegas untuk melawan kekuatan-kekuatan penjajahan itu. Jenis kesadaran seperti ini harus diciptakan oleh mahasiswa yang terorganisir di dalam yang berpikir analisis sosial.
Melalui seperti itu organisasi mahasiswa dapat menunaikan dan mengemban tanggung jawabnya. Ia juga harus membatasi diri dalam mengemban misi untuk membangunkan masyarakat yang telah terasing dari dirinya sendiri akibat telah didominasi oleh kultur bangsa lain yang bukan dari bangsanya sendiri. Maka organisasi mahasiswa bertugas membantu masyarakat dalam meraih kembali identitasnya dan kesadaran sejati. Guna menunaikan kewajiban ini, ia harus mencari metode paling baik dan paling logis dan menyadari bahwa jalan pintas tidak selalu berarti paling logis.
Maka mari bandingkan dengan kondisi mahasiswa dan masyarakat di Eropa yang menjadi kiblat kaum muda dan masyarakatnya. Di Indonesia sendiri kita tengah menghadapi situasi borjuasi bazaar. Borjuasi bazaar adalah sepenuhnya religius, sedangkan borjuasi Eropa sebaliknya yaitu tidak religius. Bagian pokok masyarakat kita (baca: Indonesia) adalah kaum petani, nelayan dan buruh industri. Ia tidak dapat diajak bicara sebagaimana kaum proletar pada abad ke-19 yang diajak bicara oleh para intelektual (founding father’s) waktu itu.
Suatu upaya yang tidak tepat bila kalangan mahasiswa mengikuti gagasan-gagasan para intelektual Eropa selama dua abad terakhir sebagai model-model pemecahan masalah. Upaya utama organisasi mahasiswa hendaknya ditujukan untuk menemukan zaman sesungguhnya dari masyarakat kita. Norma-norma dan konsep-konsep masa kini tidak mampu menerangkan realitas masyarakat kita, dan tidak pula bergantung dengan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah kita.
Namun organisasi mahasiswa seringkali mengharap lebih dari apa yang ia lakukan, dan lebih buruk lagi, kini jarang ada yang bersedia melibatkan dirinya pada tindakan-tindakan yang menuntut pengorbanan diri. Jika organisasi mahasiswa harus memperjuangkan tujuannya dan harus mencapainya, maka ia harus menyiapkan pula untuk meneruskan perjuangannya untuk jangka waktu yang panjang. Terlebih ia harus melewati dua atau tiga periodesasi sehingga kita tidak boleh sampai kehilangan harapan.
Jika kita mencoba mengakselerasikannya agar tercapai tujuan, kita justru akan dipaksa mengalami kemunduran beberapa periodesasi. Lihat sejumlah masyarakat di Asia dan Afrika yang mengambil jalan tergesa-gesa malah menimbulkan kerugian besar bagi keuntungan-keuntungan dan potensialitas pra-revolusioner mereka. Terakhir kalangan organisasi mahasiswa perlu membentuk revolusi yang dipikirkan secara matang.
Oleh: M. Rai Satria
Fakultas Hukum 2015