Mahasiswa dalam Wadah Struktural
TEKS IFSANI EHSAN FAHREZI
[nk_awb awb_type=”image” awb_image=”15200″ awb_image_size=”full” awb_image_background_size=”cover” awb_image_background_position=”50% 50%” awb_parallax=”scroll” awb_parallax_speed=”0.5″ awb_parallax_mobile=”true”]
Maha” berarti besar atau agung, “Siswa” berarti seorang yang belajar dalam suatu institusi. Jadi, dalam arti tersebut bisa disimpulkan bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menjadi seorang pemuda terpelajar yang akan melaksanakan kebaikan demi bangsa.
[/nk_awb]
Selain kegiatan akademik di kelas, kegiatan non akademik seperti berorganisasi merupakan salah satu kegiatan yang penting bagi seorang mahasiswa. Mengapa demikian? Menurut Kepala Bidang Ketenagaan, Akademik dan Kemahasiswaan Kopertis Wilayah IV, Deece Udansyah memaparkan bahwa dengan berorganisasi, minat dan bakat seorang mahasiswa bisa tersalurkan dengan baik. Kemudian, juga mahasiswa dapat berbagi, bersosialisasi dan mendapat pengalaman baru, serta mengasah soft skill sesuai dengan bidang yang di tekuni. Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 77 ayat 2, yaitu “Mewadahi kegiatan Mahasiswa sebagai aktor terdepan dalam mewujudkan kemerdekaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagai contoh seorang mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi salah satunya adalah Drs. H. Wahyu Sardono atau sering kita kenal dengan Dono. Salah satu personil dari grup lawak Warkop DKI ini merupakan seorang mahasiswa yang aktif dalam organisasi terutama dalam dunia kemahasiswaan. Saat itu Dono merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Indonesia (UI) dan ia tergabung dalam organisasi Mahasiswa Pencinta Alam UI (MAPALA UI). Salah satu peristiwa yang terjadi pada masa orde baru adalah tragedi Mala Petaka Limabelas Januari (Malari), 15 Januari 1974 merupakan peristiwa pertama perlawanan mahasiswa terhadap rezim orde baru dan Dono terlibat dalam aksi tersebut.
Dalam jurnal Keaktifan Berorganisasi dan Kompetensi Interpersonal, terdapat beberapa karakteristik mahasiswa yang aktif berorganisasi. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi lebih senang menghabiskan waktu dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan. Selanjutnya, mereka lebih senang meluangkan waktunya untuk berkumpul di ruangan sekretariat organisasi. Kemudian, mahasiswa yang aktif berorganisasi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan non-akademis. Terakhir, bagi seorang mahasiswa yang memiliki jabatan di organisasinya akan lebih mengenal dunia luar dan hal-hal yang terjadi di sekitar kampus.
Selain itu stigma bahwa organisasi mengganggu kegiatan akademisi tidaklah sepenuhnya benar. Dari hasil kuesioner Suara Mahasiswa yang dibagikan kepada 380 responden di tujuh universitas Kota Bandung menunjukkan data, 81.40% mahasiswa merasa kegiatan organisasi tidak menggangu kegiatan akademik. Tak hanya itu nyatanya 41.29% organisatoris mampu ber-IPK 3.1 sampai dengan 4.0, sedangkan 44.03% ber-IPK 0.0 hingga 2.0 sisanya memiliki IPK 2.1 hingga 3.0. Rata-rata mereka mengikuti organisasi untuk menambah jumlah relasi.
Salah satu contoh mahasiswa yang aktif dalam organisasi mahasiswa, membeberkan alasan keaktifannya dalam organisasi. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Mohammad Refi Omar Ar Razy merupakan salah satu mahasiswa yang tergabung dalam salah satu organisasi atau himpunan dalam maupun luar kampus. Di dalam kampus ia mengikuti Himpunan Mahasiswa Depertemen Pendidikan Sejarah (HIMAS) dan di luar kampus ia mengikuti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Alasan ia mengikuti organisasi dan himpunan tersebut adalah adanya dorongan dari lingkungannya dan selalu aktif mengikuti organisasi sejak sekolah. Menurutnya, ketika mengikuti suatu organisasi atau himpunan akan mendapatkan ilmu yang lebih banyak dibanding hanya belajar di kelas biasa. Jadi, menurutnya percuma jika hanya belajar di dalam kelas saja, sedangkan banyak pelajaran yang bisa didapat ketika di luar kelas seperti berorganisasi.
Namun, tidak sedikit mahasiswa lebih mempertimbangkan kembali kegiatan organisasi mahasiswa. Menurut jurnal yang ditulis oleh Muhammad Rian Ari Sandi tentang Peran Sosialisasi Politik Organisasi Kemahasiswaan Dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Mahasiswa menjelaskan kondisi organisasi kemahasiswaan saat ini. Dalam penelitiannya menyebutkan di dalam organisasi kemahasiswaan yang berada di (UPI) terdapat beberapa permasalahan salah satunya kurangnya pembinaan kemahasiswaan oleh lembaga.
Kemudian, dalam jurnal yang ditulis oleh Christoper Desmawangga berjudul Studi Tentang Partisipasi Mahasiswa Program Studi Administrasi Negara Dalam Organisasi Kemahasiswaan Di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman menjelaskan alasan sebagian mahasiswa meninggalkan kegiatan berorganisasi. Sebagian mahasiswa meninggalkan kegiatan berorganisasi karena tidak adanya gagasan-gagasan baru dalam organisasi tersebut, termasuk dalam perekrutan anggota baru. Sebagian mahasiswa lain beranggapan bahwa mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan adalah tidak mampunya mengatur waktu dengan baik dan lebih baik menghabiskan waktu dengan belajar untuk menyelesaikan perkuliahan dengan cepat.
Layak kah Jika mahasiswa yang mengabaikan dan acuh terhadap pentingnya berpartisipasi dalam kegiatan organisasi mahasiswa di-judge sebagai mahasiswa apatis? Menurut Kepala Seksi Ketenagaan Kopertis Wilayah IV, Aminatun bahwa judgement mahasiswa apatis terlalu ekstrem untuk dilontarkan, karena mahasiswa tidak ikut berorganisasi memiliki alasan masing-masing. Menurutnya, mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan organisasi mungkin memiliki target untuk lulus tepat waktu, sehingga mementingkan kegiatan akademiknya.
Mahasiswa tersebut adalah mahasiswa akademisi yang mementingkan masa perkuliahan dan fokus terhadap perkuliahannya untuk mendapatkan nilai akademik yang setinggi-tingginya. Selain itu, mahasiswa ini sering mengejar kejuaraan-kejuaraan dan mementingkan prestasi dalam bidang akademik. Menyebabkan mahasiswa ini tidak mengikuti kegiatan berorganisasi di kampus adalah karena waktu ketika ia belajar tidak ingin terganggu dengan kegiatan berorganisasi.
Kemudian, ada yang beralasan jika mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi dikarenakan ada kegiatan lain diluar kegiatan akademik, misalnya kerja atau enterpreneur. Deece Udansyah menjelaskan kembali bahwa sangat baik bagi mahasiswa yang ber-enterpreneur, karena untuk pengalamannya di dunia kerja dan kewirausahaan. Jadi ketika lulus kuliah, selain menciptakan tenaga-tenaga kerja yang handal, juga menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.
Bagaimana jika seorang mahasiswa yang berleha-leha dengan kegiatan akademik, organisasi, dan tidak berwirausaha pula? Aminatum enggan menyebutkan mahasiswa tersebut apatis, akan tetapi menyebutnya mahasiswa yang malas. Ia menyayangkan jika benar ada mahasiswa yang seperti itu, karena tidak sesuai dengan sifat mahasiswa yang seharusnya. Aminatum juga menjelaskan faktor yang memungkinkan hal tersebut terjadi, salah satunya adalah adanya paksaan untuk berkuliah, misalnya mahasiswa tersebut berkuliah di fakultas yang tidak ia inginkan atas dorongan dari orang tuanya.