Scopophobia, Ketakutan akan Ditatap
[nk_awb awb_type=”image” awb_image=”15377″ awb_image_size=”full” awb_image_background_size=”cover” awb_image_background_position=”50% 50%” awb_parallax=”scroll” awb_parallax_speed=”0.5″ awb_parallax_mobile=”true” awb_mouse_parallax=”true” awb_mouse_parallax_size=”30″ awb_mouse_parallax_speed=”10000″]
Lihat pojok kelas, di sebelah sana ada seorang yang selalu saja duduk sendiri. Kamu dekati dia seolah ketakutan, kamu duduk di sebelahnya, dia bergetar tak mau melihatmu. Kamu pikir dia anti sosial, tapi ternyata bukan.
[/nk_awb]
TEKS FANI AGUNG
FOTO ILUSTRASI
Banyak yang menilai orang dengan kondisi di atas jenis yang anti sosial padahal bukan, bisa saja orang dengan kondisi tersebut menderita Scopophobia. Orang-orang dengan Scopophobia biasanya mengalami ketakutan yang tidak wajar ketika ditatap oleh orang lain. Scopophobia sendiri merupakan gangguan psikologis yang masuk ke dalam gangguan kecemasan.
Sarah Sartika, dosen Fakultas Psikologi Unisba mengungkapkan penderita biasanya mengalami pengalaman buruk di masa lalu yang menjadi sebab. Selain itu pandangan tidak baik mengenai tubuh sendiri dan diri sendiri juga menjadi faktor. Sarah menjelaskan dampaknya yang terjadi, kualitas hidup penderita cenderung menurun secara umum, mereka akan mengucilkan diri dan tidak ingin berinteraksi dengan lingkungan.
“Secara fisik mereka akan merasakan jantung yang berdebar-debar, tersipu atau merona, dan pusing. Bahkan sampai mengeluarkan air mata yang berlebihan,” jelas Sarah.
Sarah Amalia menceritakan gejala Scopophobia yang sejak remaja ia alami, ia merasa tidak nyaman saat ditatap oleh orang banyak. Hal tersebut bukan tanpa sebab, pada saat duduk di bangku SMP ia mengikuti acara Cat Walk yang diadakan sekolah. Acara yang saat itu bertema ‘Rainy’ membuatnya mengenakan jas hujan berserta sapu lidi. Karena dianggap aneh ia ditertawakan oleh teman-temannya.
Setelah kejadian tersebut Amalia memiliki perasaan yang tidak nyaman ketika ditatap terlalu lama oleh orang lain. Menurutnya, hal ini mengganggu kegiatan perkuliahannya, karena ia seringkali mencoba menghindar dari orang banyak. Ia takut jadi bahan sorotan di lingkungannya. “Di kelas juga lebih sering main handphone daripada berinteraksi sama teman,” kisahnya.
Saat dalam keadaan seperti itu, biasanya Amalia akan merasakan gemetar dan panas dingin di badan. Tetapi, ia belum yakin jika apa yang ia rasakan merupakan Scopophobia, Hingga saat ini Amalia belum pernah konsultasi ke tenaga kesehatan. Namun, sedikit demi sedikit ia mulai memberanikan diri untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang lain.
Psikiater dr. Ibin Kutibin, Sp.Kj menjelaskan kalau Scopophobia merupakan salah satu gangguan psikologi berat. Pengidap biasanya tidak akan merasakan gejalanya karena mereka merasa yang apa yang dilakukan itu benar.
Penanganannya sendiri ada berbagai jenis yang bias dilakukan. Biasanya penderita akan diberikan obat-obatan dan menjalani psikoterapi. Dalam penanganannya Scopophobia membutuhkan waktu yang lama. Selain itu dukungan dari orang terdekat bisa membantu proses penyembuhan penderita.