Dalang atau pemimpin dari kelompok kesenian Bringbrung, seni tradisi khas Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. (Foto: Farhan Anfasa Hidayat/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba— Puluhan orang berkerumun, di pedalaman sebuah gang, Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Tepat di hari kedua pasca perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-78, warga Ledeng menggelar pentas kebudayaan yang sudah turun-temurun selama lima generasi, Seni Bringbrung.
Sekilas dari namanya, Bringbrung, terdengar nuansa sunda yang menggambarkan suara bising dari banyak tetabuhan. Benar saja, alat musik yang digunakan ditabuh sedemikian rupa sehingga terdengar suara seperti “bring-brung”. Waditra—begitu orang Sunda menyebut alat yang digunakan dalam berkesenian—Bringbrung terdiri dari terebang atau rebana dan tambahan dogdog sebagai pengatur ritme.
“Biasana digelar di na raraga Agustus-an atanapi Mulud-an. (Biasanya ditampilkan pada acara perayaan Kemerdekeaan Indonesia atau Hari Lahir Nabi Muhammad, Red)” ungkap Danis sebagai Dalang atau pemimpin dalam kelompok Bringbrung ini. Di luar momen itu, Danis mengungkapkan jika kelompok kesenian khas Ledeng ini sering diundang di acara-acara kebudayaan di area Jawa Barat.
Selain sebagai kesenian, Bringbrung juga lekat akan nuansa spiritual Islam, Sejalan dengan mayoritas penduduk Ledeng yang Muslim. Terlihat dari penggunaan kitab Berzanji sebagai isi syair yang dinyanyikan. Maksudnya ialah sebagai puji-pujian kepada Rasul Allah, Muhammad sebagai Nabi penutup dalam Islam.
Setelah menembangkan isi kitab Berzanji, biasanya dalang melanjutkannya dengan Syair Jamjami yang berisi nasehat, larangan, dan pedoman hidup dengan Bahasa Sunda. Dalam sesi ini, biasanya penonton yang kebanyakan warga sekitar ikut menari dan sedikit berjingkrak mengikuti alunan tetabuhan.
Danis mengatakan jika penampilan Bringbrung ini ditujukan bukan sekedar untuk hiburan, melainkan juga mengenalkan kebudayaan tradisional yang sudah turun-temurun. Meski begitu, menurutnya tradisi Bringbrung ini sudah mulai kurang diminati oleh anak muda sekitar.
“Nanging nya kitu lah murangkalih mah da teu patos reusep ka musik-musik nu kieu. Panungtungan na mah nya pami teu dimumule, nya pareum tea (Tapi ya begitulah, anak-anak sekarang kurang suka terhadap musik-musik seperti ini. Pada Akhirnya jika tidak dilestarikan ya akan padam, red)” pungkas Danis.
Reporter: Tsabit Aqdam Fidzikrillah & Farhan Anfasa Hidayat/SM
Penulis: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM
Editor: Muhammad Irfan/SM