Aksi Kamisan Bandung ke-400 dengan tema refleksi satu tahun tragedi Kanjuruhan pada Kamis, (05/10). (Foto: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba– Dihiasi payung-payung hitam, mikrofon beserta pengeras suara, dan ditemani suara-suara yang tak pernah didengar negara. Empat ratus kali sudah Aksi Kamisan Bandung terus menuntut negara agar segera menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang tak kunjung rampung. Kali ini, (05/10), mereka datang dengan tema Satu Tahun Kanjuruhan, Keadilan Tertiup Angin.
“Berangkat dari refleksi kita satu tahun tragedi kanjuruhan dimana keadilan yang digaungkan oleh korban dan keluarga korban belum ada bentuk-bentuk pemulihan hingga hari ini,” ungkap Fay, salah satu pegiat Aksi Kamisan Bandung saat ditemui di tangga Taman Cikapayang, Dago.
Setahun yang lalu, tepatnya di 1 Oktober 2022, dunia sepakbola dikejutkan oleh tragedi yang menewaskan 135 orang dan melukai lebih dari 500 orang lainnya seusai pertandingan Arema FC melawan Persebaya. Kasak-kusuk juga sampai di ruang obrolan virtual dengan spekulasi-spekulasi dari orang yang bahkan tak sekalipun pernah melirik bola. Lalu kata negara, maha musibah ini dalangnya adalah angin.
Selain tuntutan untuk mengusut kembali tragedi kanjuruhan, Aksi Kamisan juga melawan sepak bola modern yang saat ini diketahui hanya berkutat pada bisnis saja. “Bagaimana sepak bola hanya dijadikan suatu ladang penambah kapital yang hanya menserabut dari akarnya sepakbola sebagai permainan yang menyenangkan tapi hari ini segala bentuk sepak bola modern dikapitalisasi oleh mereka yang memiliki uang,” jelasnya.
Pemerintah, menurut Fay, menyelesaikan permasalahan kanjuruhan hanya karena tekanan dari publik atau masyarakat luas. Dengan begitu, ia berharap agar rakyat bisa terus merawat ingatan dan menolak lupa bahwa lagi dan lagi negara menjadi aktor dari banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia.
Selain untuk membahas isu-isu HAM yang seharusnya bisa dibicarakan oleh semua orang dan bukan isu yang eksklusif, Aksi Kamisan juga hadir untuk berjejaring serta memperluas perkawanan. Berbagai elemen pun meramaikan aksi ini, seperti dari mahasiswa, pers mahasiswa, organisasi lingkungan, organisasi sosial, dan sekelompok orang yang melakukan cukur gratis.
Dalam aksi ini pula, terdapat pasar yang tidak mengenal jual beli, tawar menawar, serta uang, Pasar Gratis. Mereka hadir untuk mengkritik ketimpangan di mana jutaan orang harus berjuang keras untuk bisa makan sementara ada segelintir orang yang ongkang-ongkang kaki hidup dalam gelimangan harta.
Anak-anak, ibu-ibu, dan ibu yang menggendong anaknya pun sibuk memilih pakaian apa yang cukup bagi mereka. Pelbagai kebutuhan sandang mulai dari baju lengan panjang dan pendek, daster, celana, hingga alas kaki dijejerkan di atas trotoar bersamaan dengan digelarnya Aksi Kamisan.
Bara, salah satu pegiat lapakan Pasar Gratis ini mengatakan jika ini bukan sekedar membagikan pakaian saja, namun juga untuk berkomunikasi dan berinteraksi agar mengetahui kondisi sosial saat ini. “Dengan adanya Pasar Gratis, kita bisa membuka ruang kemungkinan di jalanan untuk bisa mengetahui kondisi sosial yang ada di jalanan khususnya kepada tunawisma dan kaum miskin kota yang ada di jalanan,” katanya.
Dikelilingi oleh baliho-baliho para calon pengurus negara, Bara dan kawan-kawannya hadir di Taman Cikapayang untuk sedikitnya membantu memenuhi sandang yang layak bagi para tunawisma dan kaum miskin kota. Menurutnya, hak tersebut yang hari ini gagal dipenuhi oleh negara.
Ia pun menambahkan bahwa kedepannya akan berpindah ke tempat-tempat strategis lain di mana banyak tunawisma berkumpul. Pasar Gratis ini tidak memiliki jadwal yang menentu karena kesibukan dari tiap penggiatnya. Meski begitu, media sosial mereka akan selalu aktif menginformasikan lapakan selanjutnya.
Reporter: Muhammad Dwi Septian/SM
Penulis: Syifa Khoirunnisa/SM
Editor: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM