
Foto pekerja kebersihan kampus sedang melakukan aktivitasnya di salah satu gedung Universitas Islam Bandung (Unisba). (Foto: Muhammad Dwi Septian/SM).
Suaramahasiswa, Unisba—Munculnya berbagai seruan agar pekerja kampus seperti dosen dan tenaga pendidik (tendik) berserikat tidak terlepas dari beban kerja yang mereka dapatkan. Berbagai pekerjaan yang mereka lakukan dianggap setara dengan kelas buruh karena terikat oleh perintah dan sama-sama mendapatkan upah.
Menurut Dosen Hukum Administrasi dan Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung (Unisba), Rini Irianti Sundary, berserikat adalah hak bagi setiap orang. Hal itu termaktub dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Ia melanjutkan, aturan tersebut diperbolehkan apabila tetap berada dalam batasannya. “Jadi setiap orang boleh saja berserikat sepanjang memperjuangkan kebutuhannya, pendapatannya, atau memperjuangkan hal-hal lain,” jelas Rini saat diwawancarai pada Selasa (30/4).
Meski begitu, Rini merasa jika dosen tidak patut disebut sebagai buruh karena memiliki undang-undang terpisah dan memiliki jenis pekerjaan yang berbeda. Namun, menurutnya berbeda dengan pekerja kampus lainnya, seperti administrasi dan petugas kampus termasuk sebagai buruh.
“Dosen itu tidak bisa disebut buruh, ya. Karena walaupun dosen itu pekerja tapi dosen lebih menggunakan banyak pemikirannya dibandingkan tenaganya, lalu mereka (dosen) juga tidak menghasilkan sebuah produk, “ ujar Rini.
Di samping itu, Rini mengatakan bahwa dosen boleh berserikat dan memperjuangkan hak-haknya karena upah atau gaji merupakan hal yang utama bagi seorang pekerja, termasuk dosen. “Jadi dosen mau berserikat dan ikut asosiasi untuk memperjuangkan haknya, ya, sah-sah saja, karena kalau tidak ikut asosiasi atau organisasi pasti akan lebih sulit untuk menyalurkannya, “ tambah Rini.
Senada dengan hal tersebut, Enis Raenis, salah satu pekerja kebersihan kampus Universitas Padjadjaran (UNPAD), menilai pekerja kampus saat ini masih banyak yang memiliki pendapatan di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Selain itu, hal yang mendorong pekerja kampus untuk berserikat ketidakjelasan status dan kelayakan jam kerja, upah normal, jaminan kecelakaan, serta jaminan kesehatan.
Enis menghimbau kepada para mahasiswa untuk bisa lebih dekat dengan para pekerja kampus (tendik, Red), karena rata-rata dari mereka memiliki latar belakang pendidikan yang tidak terlalu tinggi, sehingga mereka yang tidak mempunyai kuasa untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka kepada petinggi kampus.
“Saya mengimbau kepada para mahasiswa untuk lebih dekat dengan pekerja kampus yang bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar bisa menjadi wadah untuk menyalurkan aspirasi dan keluhan mereka kepada pihak kampus, dan semoga pekerja kampus juga bisa bergabung berserikat untuk kehidupan yang lebih baik, ” tutur Enis pada Rabu (01/05).
Reporter: Linda Pujiyanti & Sopia Nopita/SM
Penulis: Linda Pujiyanti/SM
Editor: Melani Sri Intan/SM