Suaramahasiswa.info, Unisba– Tepatnya pada Sabtu, (1/10/2022), kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menimpa dunia sepak bola tanah air sekaligus menambah catatan buruk pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Tragedi yang disebut Tragedi Kanjuruhan ini menewaskan sebanyak 135 korban jiwa dan masih belum menemui titik terang.
Menjelang peringatan dua tahun Tragedi Kanjuruhan, seorang aremania bernama Miftahuddin Ramli atau Midun kembali melakukan perjalanan dari Malang ke Jakarta. Ia menggunakan sepeda dengan membawa keranda yang bertuliskan “Justice for Kanjuruhan”.
Dalam perjalanannya, ia menyambangi Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) sekitar pukul 14.00 WIB lalu melakukan dialog bersama di Perpustakaan Ajip Rosidi pukul 19.40 WIB. Dialog ini dihadiri sekitar empat puluh lima orang yang dilaksanakan pada Sabtu, (28/9).
Midun, dalam acara dialog tersebut, mengungkapkan bahwa ia melakukan aksi mengayuh sepeda ini dengan alasan murni sikap aremania mengekspresikan perasaannya. Pria 52 tahun itu merasa menjadi korban karena dirinya adalah salah satu dari aremania. “Perasaan ini muncul dari realisasi aremania, salam satu jiwa adalah sumpah bagi saya, dan saya merasa menjadi korban karena saya aremania,” kata Midun.
Kemudian Midun merasa tragedi kanjuruhan sudah mulai terlupakan bahkan beberapa orang mengatakan kejadian tersebut sudah menjadi takdir, yang seharusnya dilupakan. Namun justru hal itu lah yang membuat Midun masih tetap semangat dalam menegakan keadilan terhadap kanjuruhan.
“Menurut saya itu yang namanya takdir itu habluminallah (hubungan manusia dengan Allah-Red) tapi yang namanya korban itu ada pelaku, habluminannas (hubungan dengan sesama manusia-Red) dan itu yang mendasari saya menyemangati keluarga korban. memperjuangkan keadilan buat mereka,” ujar Midun yang dijuluki bapak suporter keadilan indonesia.
Bahkan dengan aksi yang dilakukan Midun, semakin banyak orang tergerak untuk membantu dirinya menegakan keadilan tragedi kanjuruhan. Seperti menemani di perjalanan, menyucikan pakaian, hingga memberi makan atau tempat tidur. Sehingga ia merasa hal ini layak untuk diperjuangkan.
Menurut Midun terlalu pasrah menjadikan Tragedi Kanjuruhan sebagai kenangan, perlu ada aksi untuk memperjuangkan hal yang terjadi atas kejadian yang menyakitkan tersebut. Maka ia melalui cara yang berbeda, yaitu mengayuh sepeda menempuh ratusan kilometer mencoba merawat ingatan akan tragedi tersebut.
“Kalau tekad tuh kan sudah niat apalagi yang kita jalani, yang menjadi kebanggaan kita, kebanggaan kita kan telah dinodai, ya, telah dirusak, kita harus mempertahankannya dengan melawan, maksudnya melawan bukan secara frontal, saya begini kan enggak frontal, saya hanya melalui jalur langit, kita melakukan doa bersama terhadap teman-teman, mengingatkan bahwa ini benar terjadi,” ucap Midun.
Berdasarkan informasi, stadion kanjuruhan melakukan renovasi terhadap Gate-13 pada Juli 2024, tempat saksi para suporter yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. Hal ini membuat para korban dan keluarga korban marah karena dianggap sebagai upaya menghapus jejak pasca tragedi berdarah tersebut. Walaupun tembok dan gerbang sudah dipasang kembali namun Midun merasa sejarahnya sudah tidak ada.
Selain itu, melihat sudah ada beberapa suporter arema yang kembali ke tribun, Midun tidak merasa keberatan asalkan masih berjuang menegakan keadilan. “Menurut saya sepak bola tetap berjalan juga enggak apa-apa tapi sama-sama seiring sejalan dengan kanjuruhan juga tetap kita perjuangkan, yang meninggal itu aremania kan sebagai masyarakat malang, malang sudah diorat-arit, masa gak sakit hati sih,” kata Midun.
Reporter: Muhammad Chaidar Syaddad/SM
Penulis: Muhammad Chaidar Syaddad/SM
Editor: Syifa Khoirunnisa/SM