
Ilustrasi kebebasan beragama dan berkeyakinan. (Ilustrasi: Syifa Khoirunnisa/SM).
Suaramahasiswa.info, Unisba-Dari mulai terbitnya fajar ke dua hingga terbenamnya matahari, umat muslim wajib berpuasa selama bulan Ramadan. Bulan penuh berkah ini dipadati oleh berbagai kegiatan khas seperti sholat tarawih, pesantren kilat ramadan, hingga berburu takjil menjelang berbuka.
Seolah-olah bulan ini merupakan hajatan bagi lebih dari 207 juta jiwa masyarakat Indonesia, yang mana penganut agama Islam. Akan tetapi, itu hanya 87,2% dari keseluruhan, sisanya–12,8% masyarakat Indonesia menganut agama selain Islam. Agama tersebut merupakan agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia yaitu Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, serta Khonghucu.
Dalam tubuh masyarakat Indonesia utuh yang berbeda-beda tercipta asas Bhineka Tunggal Ika. Asas tersebut bertujuan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan di Indonesia, yang diterapkan dalam toleransi hingga penghormatan kepada sesama. Namun nyatanya masih ditemukan kasus intoleransi dalam perbedaan agama dan keyakinan di Indonesia.
Salah satu kasusnya terjadi pada bulan Ramadhan tepatnya pada Rabu (5/3/2025) di Arcamanik Endah, Kota Bandung, saat itu warga yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka melarang penggunaan gedung untuk kegiatan ibadah umat Katolik. Desakan warga tersebut membuat pihak gereja akhirnya mengosongkan gedung usai menyelesaikan ibadah.
Kasus serupa dari umat Katolik lainnya adalah mahasiswa Universitas Pamulang (Unpam) di Tangerang Selatan. Beberapa mahasiswa yang beragama Katolik pada saat itu tengah menjalankan ibadah Doa Rosario, tiba tiba mendapatkan intimidasi dari sejumlah warga hingga berujung kekerasan.
Bahkan berdasarkan data dari SETARA Institute, pelanggaran terhadap Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) pada 2023 sebesar 217 peristiwa dengan 329 tindakan. Banyaknya Jumlah pelanggaran tersebut, mayoritas dialami oleh umat dari agama Kristen dan Katolik.
Lebih lanjut berdasarkan data tersebut bahwa sebanyak 114 tindakan dilakukan oleh aktor negara dan 215 tindakan dilakukan oleh aktor non-negara. Angka tersebut naik signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
***
Bulan Ramadan, seharusnya bisa menjadi ajang untuk melatih toleransi kita antar umat beragama. Seperti umat non-muslim yang menghargai dan menghormati teman muslimnya yang sedang berpuasa, sebagai muslim pun dapat menghargai non-muslim untuk tetap beribadah sesuai agama dan keyakinannya.
Seperti yang telah diketahui bahwa tujuan puasa di bulan Ramadan adalah untuk mencapai ketakwaan terhadap Allah SWT. Dalam hal ini takwa dimaknai sebagai sikap patuh, mengikuti apa yang diperintahkan Allah SWT dan meninggalkan larangannya.
Dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 256 bahwa Islam tidak pernah memaksakan kehendak bagi agama lain untuk memeluk agama Islam. Adanya ayat yang tertulis dalam Al-Qur’an ini semakin menunjukan pentingnya setiap umat untuk saling menghormati terhadap masing masing agama yang dianut.
Islam memandang pluralisme sebagai sesuatu yang alamiah dan mutlak dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara esensial Islam menghendaki hidup bersama dalam sebuah perbedaan sistem berbangsa dan bernegara.
Selain itu, secara umum dijelaskan dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.” Ayat tersebut menekankan perlunya untuk toleransi terhadap umat berbeda agama sebab kebebasan beragama merupakan hak setiap orang.
***
Terdapat ungkapan bahwa agama, bagaikan pedang yang bermata dua, memiliki dua sisi tajam pada kedua sisinya. Di satu sisi turut mengajak manusia ke dalam bentuk kehidupan yang harmonis, di sisi lain dapat mengakibatkan ketegangan di antara pengikutnya.
Ketegangan yang muncul tersebut, disebabkan karena adanya sikap agresif yang berlebihan terhadap pemeluk agama lain dan konsep kemutlakan Tuhan yang disalahmengertikan. Selain itu, dapat terjadi juga karena kepentingan luar agama seperti politik atau ekonomi turut mengintervensi agama.
Apabila intoleransi beragama terus menerus ada, maka akan memicu ketidakrukunan antar masyarakat serta renggangnya hubungan antar umat beragama. Ini tentu saja bukan hal yang baik, sebab kita sebagai umat semestinya menjaga dan menghargai setiap perbedaan keyakinan yang ada supaya tercipta kehidupan yang harmonis.
Toleransi beragama diartikan sebagai penciptaan suasana kondusif dengan cara menjaga dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah agamanya tanpa suatu halangan. Toleransi bukan berarti saling bertukar keyakinan, melainkan untuk saling melebur dalam keyakinan agamanya masing masing.
Beberapa cara untuk mewujudkan sifat toleransi di antaranya dengan tidak memaksakan ajaran agama kepada orang lain, tidak mengganggu ibadah umat, tidak merendahkan, menghina atau mengintimidasi kepercayaan orang lain. Selain itu, turut menjaga silaturahmi serta berbuat baik antar umat beragama.
Adanya penolakan, intimidasi, dan pelarangan dalam beribadah menjadi fakta bahwa toleransi di Indonesia terhadap kebebasan umat untuk beragama masih kurang. Hal ini seharusnya menjadi pengingat, bahwa keberagaman keyakinan dalam beragama justru menjadi hal yang patut disyukuri.
Penulis: Violetta Kahyang Lestari Fauzi/Job
Editor: Syifa Khoirunnisa/SM