Ilustrasi seorang sedang menggunakan smartphone yang tanpa sadar data pribadinya terancam. (Fahriza Wiratama/SM)
Penggunaan gawai kian hari menawarkan beragam kemudahan di setiap kegiatan. Kini pengguna dengan cepat bisa mendapat informasi dan berkomunikasi meski berbeda lokasi. Jika ingin bertatap muka, gawai pun menyediakan keinginan pengguna dengan beragam aplikasi. Keterbatasan jarak kini bukan halangan, dan pengguna semakin nyaman dibuatnya.
Semakin banyaknya aplikasi yang ditawarkan, semakin banyak pula identitas pengguna, dan ancaman pelanggaran data pribadi di internet. Apa hubungan ketiganya?
Barangkali perlu diingat, setiap aplikasi yang hendak kita gunakan membutuhkan registrasi agar bisa dipakai. Penggunaan sosial media seperti line, whatsapp, telegram, dan Instagram saja telah membutuhkan empat registrasi agar bisa digunakan. Belum lagi jumlah platform digital lain yang kian menambah dan membuat identitas pengguna di internet bertambah banyak.
Sementara itu, data pribadi di dunia digital lalu lalang tanpa bisa kita kendalikan. Sekali dua kali atau lebih pernah ditemui seorang teman mengeluh foto pribadinya digunakan dengan nama yang berbeda. Berdasarkan Laporan Situasi Hak Digital Indonesia 2020 yang dikeluarkan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), platform digital seperti Facebook, Instagram, dan lainnya memiliki fitur yang memfasilitasi untuk menyebarkan konten ataupun puluhan akun palsu baru.
Beberapa waktu ke belakang, pengguna aplikasi WhatApp terus mengeluhkan rencana kebijakan baru yang akan berlaku delapan Februari mendatang. Rencana kebijakan ini diprotes lantaran memaksa pengguna untuk menyetujui data pengguna tersambung dengan database Facebook. Jika tidak menyetujui, maka akun Whatsapp pengguna akan dinonaktifkan.
Kebocoran privasi data pun sebenarnya bisa terjadi pada siapa saja, karena sifatnya yang digital tidak menjamin selamanya aman. Meski kebijakan belum berlaku, sejumlah pengguna aplikasi sendiri sudah menyiapkan diri untuk pindah ke aplikasi lain.
Dalam lingkup pengguna dengan aplikasi, lazimnnya pengguna diharuskan mengizinkan aplikasi mengakses galeri atau kamera supaya pengguna bisa menggunakan aplikasinya. Dengan mengizinkan berarti pengguna mempercayakan identitas, akses gawai, dan segala unggahan bisa disimpan aplikasi sebagai data pribadi.
Kebutuhan aplikasi pada pengguna biasanya yaitu nama, tanggal lahir, nomer handphone, dan email, setelah itu permintaan izin lainnya berdatangan. Memang persyaratan ini bergantung pada keputusan pengguna, namun perlu diperhatikan pula kebutuhan pengguna terhadap aplikasi tersebut. Mirisnya, pengguna dengan mudahnya memberikan izin pada aplikasi yang sedang tren lalu tergantikan dengan tren aplikasi lain.
Selama tahun 2020, beberapa kasus kebocoran dan penjualan data pengguna muncul seperti data Tokopedia, Zoom, dan Bukalapak. Contoh lebih kecil data pribadi yang lalu-lalang adalah munculnya SMS dengan dalih mengirim kode OTP WhatsApp dan akun palsu di sosial media dengan foto seseorang atau dikenal dengan istilah doxing.
Tidak bisa dipungkiri perkembangan jaman membuat kebutuhan diri akan platform digital menjadi sebuah tuntutan. Platform digital bisa menjadi sarana berekspresi guna mendapat atensi banyak orang. Pengguna platform digital pun banyak yang terbantu mendapat prestasi lebih besar ketika mengunggah karya di internet.
Satu sisi, pengguna butuh platform digital, satu sisi lainnya, ancaman data pribadi disebar tidak bisa pengguna kendalikan. Dilema mempercayakan biodata dan unggahan pada aplikasi dengan kecemasan pelanggaran privasi digital menjadi perhatian pengguna saat ini. Lantas apa yang bisa dilakukan adalah dengan memilah aplikasi.
Pertama, pengguna patut mengetahui kebutuhannya menggunakan aplikasi tersebut. Jika kebutuhannya untuk jangka panjang dan aplikasi tidak pernah mengalami kasus kebocoran data maka pengguna bisa mempercayakan aplikasi tersebut. Apabila hendak menggunakan aplikasi yang sifatnya sementara, pengguna patut mengingat jika biodata akan tersimpan oleh server aplikasi.
Selanjutnya pengguna perlu memahami perlu dan tidak perlunya memberi izin akses aplikasi. semisal aplikasi diberikan izin mengakses kontak, karena biasanya aplikasi akan menyebarkan pesan tanpa diketahui. Begitu pula permintaan izin akses kamera, microphone, lokasi, dan lainnya. Mungkin pengguna pernah mengalami setelah berbincang suatu topik lalu membuka aplikasi, kemudian muncul iklan yang serupa dengan topik tersebut.
Terakhir, yaitu agar pengguna tidak bergantung pada satu email. Ibarat seekor gurita, ketika menggunakan banyak aplikasi dengan satu email, setiap akun digital adalah tentakel dan kepala gurita ada emailnya. Sehingga jika alamat email dibobol, besar kemungkinan akun digital lain lebih mudah diambil alih. Sebaiknya, menggunakan beberapa email sesuai kebutuhan aplikasi yang digunakan.
Penggunaan data pribadi di dunia digital memang berdasarkan keputusan pribadi. Namun, ditengah dilema kepercayaan pengguna atas keamanan datanya tidak bisa mengandalkan aplikasi. Apa yang bisa diandalkan yaitu pengguna bisa memilah kapan bisa memberikan data pribadinya pada aplikasi.
Penulis: Muhammad Sodiq
Editor: Ifsani Ehsan Fachrezi