Suasana diskusi dalam forum temu pemuda yang dilaksanakan di reruntuhan Tamansari RW 11, pada Sabtu (30/1). Presiden Mahasiswa Unisba, Taufik Sirajuddin memaparkan jika diadakannya forum ini yaitu bertujuan untuk membangkitkan kembali peran pemuda dan mahasiswa dalam sebuah ruang, terutama kampung kota.
Suaramahasiswa.info, Bandung – Forum Temu Pemuda yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Unisba (BEMU) bersama warga Tamansari RW 11, pada Sabtu (30/1) membahas mengenai aktivasi ruang Tamansari Bandung. Presiden Mahasiswa Unisba, Taufik Sirajuddin memaparkan jika diadakannya forum ini yaitu bertujuan untuk membangkitkan kembali peran pemuda dan mahasiswa dalam sebuah ruang, terutama kampung kota.
Menelisik ke awal mula kawasan Tamansari RW 11 digusur, Warga Tamansari RW 11 yang tersisa, Eva menjelaskan program pembangunan rumah deret telah direncanakan sejak era kepemimpinan Dada Rosada sebagai Wali Kota Bandung. Ia ditawari untuk direlokasi ke rumah susun yang berada di Surabaya. Hingga pada masa kepemimpinan Ridwan Kamil sebagai Wali Kota Bandung, pembangunan rumah deret dimulai dengan menggusur kawasan Tamansari RW 11.
“Ketika kawasan ini dibilang kumuh, sebenernya standar kawasan kumuh seperti apa? Sampai waktu itu nanya ke ridwan kamil, ‘kenapa ada program rumah deret ini yang katanya kawasan tamasari ini kumuh?’, dia (Ridwan Kamil) bilang, ‘karena tamansari itu sanitasinya kurang’. Kalau begitu ciptakanlah sebuah sanitasi sesuai dengan aturan,” katanya.
Mahasiswa Teknik Planologi Unisba, Fadil memaparkan sebuah kawasan dikatakan kumuh yaitu ketika kawasan tersebut mengalami penurunan fungsi dan degadrasi fisik. Contohnya jika dalam suatu kawasan kepadatan penduduknya rata-rata 200 penduduk per satu kilometer persegi. Selain itu, kawasan dikatakan kumuh jika standar seperti sarana dan prasarana yang ada di kawasan tersebut tidak menunjang.
“Apakah di kawasan tersebut menyediakan sarana seperti pendidikan dan kesehatan yang layak dan sesuai dengan cakupan kebutuhan masyarakat disana. Kemudian dalam sisi prasarana, seperti penyediaan air bersih, drainase, tempat pembuangan umum hingga saluran pembuangan kotoran di Kawasan tersebut seperti apa? Jika tidak memadai, barulah disebut kawasan kumuh” tuturnya.
Proses dalam menentukan kriteria tersebut, diawali adanya penelitian mendalam dengan melibatkan warga di kawasan tersebut sebagai partisipan. Namun pada kenyataannya, kasus penggusuran Tamansari RW 11 tidak ada pihak pemerintah yang melakukan penelitian dan melibatkan warganya sebagai subjek penelitian. Menurut kesaksian Eva, hanya ada pihak dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan penelitian terhadap kawasan Tamansari RW 11.
“Tapi waktu itu nanya-nya cuman ini, ‘bu kalau ngontrakin rumah biasanya, ngontrakin berapa?’ Cuman nanyain harga ngontrak,” ujar Eva.
Ihwal permasalahan hingga kini yaitu tindakan pemerintah yang secara semena-mena dalam menindak kawasan Tamansari RW 11. Seperti yang dikatakan oleh perwakilan dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Deti, bahwa penindakan kawasan Tamansari RW 11 banyak peraturan yang dilanggar dan cacat administrasi.
Langkah selanjutnya setelah acara ini yaitu akan mengunjungi daerah yang mengalami kasus serupa. Demikian disampaikan oleh Presiden Mahasiswa Unisba, Taufik akan berkolaborasi dengan warga Tamansari RW 11 untuk menentukan titik mana saja yang akan menjadi tujuan selanjutnya.
“Kita nanti bakal kolaborasi dengan temen-temen Tamansari dalam penentuan titiknya. Cuman untuk titik penggusuran itu ada sekitar 454 itu menurut SK yang dikeluarkan oleh Dada Rosada tahun 2015. Kita akan mengikuti titik itu sih, cuman tidak akan sampai 400 an itu. Kita akan mengikurti kelurahan dan kecamatannya saja.” Tutupnya.
Reporter: Eriza Reziana
Penulis: Ifsani Ehsan Fachrezi
Editor: Muhammad Sodiq