Ilustrasi seorang aktifis anti rasisme yang memegang papan bertuliskan ‘Black Lives Matter’. (Ifsani Ehsan Fachrezi/SM
Suaramahasiswa.info – Belakangan ini social media sedang diramaikan oleh tagar #Blacklivesmatter karena adanya perlakuan preventif aparat polisi Amerika pada seorang pria berkulit hitam bernama George Floyd.
Kronologis berumula ketika ia diperlakukan tidak adil dan dituduh mencuri rokok dengan uang palsu di sebuah minimarket di Kota Minepollis, Amerika Serikat. Tragedi tersebut pun memantik amarah masyarakat hingga mereka beramai-ramai turun kejalanan untuk demonstrasi.
Sebelum fenomena George Floyd, mari kita flashback sebentar. Sebelum adanya kejadian yang dialami Floyd. Ratusan tahun lalu, tepatnya pada 15 Mei 1916, terjadi rasisme yang disebut “Waco Horror” yang menyebabkan seorang pria berkulit hitam bernama Jesse Washington tewas karena tindakan rasisme aparat polisi.
Jesse dipukul, ditusuk, dikebiri, bahkan hingga dimutilasi sebelum akhirnya ia digantung dan dibakar di depan belasan ribu penduduk karena dianggap telah memerkosa dan membunuh perempuan berkulit putih bernama Lucy Fryer.
Kejadian rasisme juga pernah dialami di Indonesia sendiri. Dilansir dari tirto.id pada 2019 lalu, kasus rasisme terjadi pada mahasiswa Papua di Surabaya di asrama mahasiswa oleh sekelompok personel TNI dengan alasan melihat bendera merah putih yang dipasang oleh pemerintah Kota Surabaya jatuh ke selokan dan dianggap penghinaan terhadap lambang negara.
Mereka ditangkap paksa dan dibawa ke Markas Kepolisian Resor Besar Kota Surabaya. Hal tersebut memicu demonstrasi besar-besaran yang berujung kerusuhan di Papua .
Dari sekian banyak kasus rasisme yang terjadi, agaknya kita tidak asing lagi mendengar hal tersebut. Tapi, rasisme itu apa sih?
Menurut jurnal jaffray yang berjudul rasisme, rasisme sendiri merupakan ideologi dominasi rasial dimana terjadi superioritas biologis maupun ras yang dilakukan oleh satu atau beberapa kelompok yang menerapkan perlakuan lebih rendah pada ras lain seolah ada ras yang memiliki hierarki yang lebih tinggi dari ras lainnya yang diperoleh dari proses rasialisme.
Perilaku rasisme tersebut dapat memicu dampak psikologis dan kehidupan sosial terhadap kelompok yang terdiskriminasi. Lantas jika berbicara mengenai dampak, lebih lanjutnya mari simak pernyataan berikut.
Dampak Psikologis
Rasisme memiliki dampak psikologis pada setiap individu yang mengalaminya, hasil penelitian yang didapatkan dari American Journal of Public Health menjelaskan bahwa tindakan rasisme yang terjadi secara terus menerus terhadap kaum minoritas akan meningkatan masalah kesehatan mental pada individunya.
Jika dijabarkan secara nyata, dampak langsung yang akan terasa adalah, mengalami ketakutan dan trauma jika berada di tempat umum. Mereka juga akan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi karena merasa sebagai minoritas.
Penelitian lain juga menyebut bahwa tindakan rasisme dapat memicu peningkatan detak jantung, pernafasan, tekanan darah dan melepaskan hormon. Pun jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, akan menyebabkan stres bahkan penyakit kronis.
Dampak Kehidupan Sosial
Selain dampak psikologis, kehidupan sosial para korban rasisme pun memiliki dampak yang serius. Sebagian besar dari mereka akan dikucilkan oleh masyarakat umum dan menjadi bulan-bulanan ras mayoritas, hingga menjadi jurang pemisah antara rasa penguasa dan yang dikuasai.
Dari segi pendidikan, ras yang terkena rasisme mereka tidak akan mendapat pendidikan yang selayaknya karena ras yang mendominasi tidak akan memberikan kebebasan pendidikan dan akan terus mengeksploitasi tenaga mereka semaksimal mungkin.
Dari segi hukum, masih banyak negara-negara yang memiliki aturan-aturan berisi tentang pembatasan hak terhadap ras yang terkena perilaku rasisme. Hal ini memicu perilaku rasisme tersebut akan terus terjadi.
Setelah mengetahui dampak dari perilaku rasisme tersebut, kita sebagai makhluk sosial harus berusaha menerapkan perilaku saling menghargai terhadap orang lain. Karena setiap manusia merupakan makhluk sosial.
Salah satu solusi yang paling mudah dilakukan untuk menghindari perilaku rasisme adalah dengan tidak terpaku hanya pada satu kelompok saja. Karena walaupun hal tersebut akan memberikan kenyamanan, namun hanya terpaku pada hal yang hanya bersifat sama.
Lain cerita jika kita mengenal banyak kelompok yang berbeda, maka akan melatih kita untuk saling menerima dan memperkenalkan perbedaan sehingga membuka mindset kita menjadi lebih luas.
Jadi gimana setelah mengetahui dampak yang akan terjadi terhadap korban rasisme, masih mau berperilaku rasis?
Penulis: Nida Awwali Zahratul Fadillah dan Tazkiya Fadhiilah Khoirunnisa
Editor: Puspa Elissa Putri