Ilustrasi kumpulan cuitan warganet di Twitter tentang fafifu wasweswos. (Reza Umami/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba- “Anjir.. 83 miliar kaga usah dibalikin, penjara cuma 6 tahun. Gausahlah wasweswos fafifu soal investasi kripto or metaverse, diketawain kalian sama om Nurhadi”. Begitulah cuitan akun Twitter @niwseir yang menanggapi berita korupsi 83 miliar dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) menolak uang pengganti, serta berat hukuman hanya 6 tahun penjara.
Dalam unggahannya tersebut, ia menyebut istilah fafifu wasweswos yang belakangan ini sedang ramai di media sosial. Tapi apa sih fafifu wasweswos itu? Fafifu wasweswos merupakan bahasa yang sedang populer digunakan untuk mengkerdilkan pendapat orang lain dan menganggapnya sebagai omong kosong.
Kalau menurut urbandictionary.com, fafifu wasweswos digunakan untuk meledek seseorang yang mencoba terlihat pintar dengan menggunakan bahasa yang berbobot dan mendalam. “People usually use it to mock Mr. Know-it-all, or someone who try to appear smarter by using big words, or someone who act like everything they say is very deep and meaningful.”
Walaupun begitu, sebenarnya istilah fafifu wasweswos bisa digunakan di berbagai momen. Misalnya digunakan untuk ngobrol santai di tongkrongan atau memberi label suatu obrolan yang dirasa berbobot.
Seperti salah satu pemilik akun Twitter @senjatanuklir bercuap dalam pada 2 Juni 2021, “Pernah menjadikan deep talk fafifu wasweswos sebagai standar, tapi lama-lama sadar, lebih mantep punya pasangan yang bisa berkomunikasi secara sehat. Yang kontrol emosi yang baik, menghargai lawan bicara, ga ‘make everything about him’ & bisa punya healthy fight.”
Bisa kita lihat, pemilik akun tersebut menggunakan kata fafifu wasweswos untuk menggambarkan suatu obrolan yang mendalam dan berbobot dengan pasangan. Kemudian tweet ini dibanjiri berbagai jenis komentar oleh warganet.
Penggunaan istilah fafifu wasweswos untuk memojokkan seseorang tidak jarang dapat mengganggu kehidupan berpendapat dan bercuap cuap di media sosial. Mereka yang biasa bercuap tentang suatu isu, akan merasa tersinggung dan enggan untuk kembali berpendapat. Selain itu, istilah tersebut juga bisa membuat pandangan negatif terhadap seseorang.
Sayangkan kalau seandainya pendapat yang mereka tunjukan itu benar berbobot?
Sobat kampus, sebenarnya penggunaan kalimat untuk mengkerdilkan pendapat seseorang bukan hanya istilah fafifu wasweswos saja, sebelumnya sudah ada Social justice warrior (SJW). Keduanya sama-sama menyebabkan perdebatan hebat di berbagai media sosial. Dari sisi orang yang suka bercuap-cuap, mereka tidak terima diberi label tersebut. Sebaliknya, audiens tetap mengolok-olok mereka dengan dua kata bermakna peyoratif tersebut. Maka perdebatan pun tidak akan selesai.
Fenomena mengejek orang pintar ini sebenarnya bisa kita sebut sebagai smart shaming loh sobat kampus. Memang aneh tapi nyata, orang-orang memang kadang menyebalkan ketika mereka sudah mulai merasa terintimidasi.
Begitulah fenomena fafifu wasweswos yang ramai digunakan belakangan ini. Bahasa tersebut bisa saja dimaknai sebagai bahan candaan tergantung situasi kita menggunakannya. Jadi tetap berhati-hati ya sobat kampus.
Pewarta: Reza Umami
Editor: Sophia Latamaniskha