Ilustrasi gadget yang berisi kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). (Muhammad Khaira Faiq/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba – Setiap manusia tentu memiliki harapan untuk dihargai, dicintai dan diperlakukan dengan adil. Namun, hal tersebut seolah sirna sejak kekerasan atau pelecehan seksual marak dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab. Seolah tak melihat tempat atau situasi apapun, para predator seksual melakukan aksi kejinya di ranah publik, seperti lingkungan kerja, pendidikan, atau media sosial.
Di lingkungan pendidikan tinggi, agaknya sudah ‘menjadi biasa’ jika terdapat kasus pelecehan seksual. Terlebih di masa pandemi, perkuliahan yang dilakukan secara daring membuat segala jenis pelecehan seksual bisa dengan mudah dialami oleh mahasiswa. Adanya media sosial seakan menjadi buah simalakama, antara mempermudah akses komunikasi atau menjadi alat perusak bangsa sendiri.
Seperti yang terjadi pada bulan Desember 2021 lalu, sejumlah mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengalami pelecehan seksual di media sosial yang dilakukan oleh dosennya. Pelecehan tersebut berupa pesan rayuan atau sexting yang berisikan ajakan untuk berciuman hingga tidur bersama.
Kejadian serupa juga terjadi di Universitas Sriwijaya (Unsri). Mirisnya, pelecehan dilakukan oleh dosen kepada tiga mahasiswanya. Pelecehan seksual ini dilakukan secara verbal melalui pesan singkat di media sosial dengan mengirimkan pesan dengan unsur pornografi dan ajakan melakukan panggilan video seksual. Miris bukan?
Kejahatan itu umumnya disebut sebagai Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Dikutip dari laman kumparan.com, KBGO dapat diartikan sebagai bentuk kekerasan pada seseorang atas dasar gender yang difasilitasi oleh teknologi. Berdasarkan data komnasperempuan.go.id pada tahun 2020, KBGO mengalami kenaikan yang signifikan yaitu mencapai 976 kasus dibandingkan tahun 2019, yaitu 281 kasus.
Menurut data SAFEnet/Southeast Asia Freedom of Expression Network yang khusus mengadvokasi isu KBGO di Indonesia, pada tahun 2020, 67% perempuan di Indonesia mengaku menerima pelecehan seksual online dengan peningkatan sebanyak 348% dari 490 kasus di tahun 2019 menjadi 1.425 kasus di tahun 2020. Dari banyaknya kasus yang ada, bentuk pelecehan yang paling banyak ditemui adalah ancaman penyebaran media tidak senonoh sebanyak 37,5%, pornografi berbasis balas dendam sebanyak 15%, serta penuntutan atas gambar dan video tidak etis sebanyak 10,4%.
Melonjaknya kasus KBGO membuat SAFEnet membuat buku panduan yang berjudul, “Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online’. Dari buku tersebut dikutip beberapa upaya yang bisa dilakukan ketika seseorang menjadi korban KBGO diantaranya:
- Mendokumentasikan kronologi kekerasan yang dialami jika terjadi pada platform online seperti Tiktok, WhatsApp, Facebook, Twitter dan media sosial lainnya. Bertujuan untuk menyimpan barang bukti ketika korban melaporkan kepada pihak berwajib.
- Memantau situasi yang dihadapi, ketika seseorang menjadi korban KBGO terkadang ia tidak dapat menghadapi pelaku sendirian sebab terbalut rasa panik yang mencekam diri. Oleh karena itu, korban KBGO harus bisa memantau situasi sekitar dan memikirkan hal yang harus dilakukan.
- Melaporkan dan memblokir pelaku dari media sosial yang digunakan. Ketika pelaku telah melancarkan aksi kekerasannya, segera blokir semua kontaknya dari platform online. Hal tersebut dilakukan agar meminimalisir kejadian serupa yang akan dilakukan pelaku kedepannya.
- Meminta bantuan kepada seseorang yang bisa dipercayai. Ceritakan semua kronologis kejadian yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Selanjutnya laporkan pada pihak berwajib seperti kepolisian dan Komisi Nasional Perempuan.
Itulah beberapa upaya yang dapat dilakukan ketika seseorang menjadi korban KBGO. Melihat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan, akan lebih baik untuk kita selalu waspada dan cerdas dalam bermedia sosial. Jangan takut untuk melaporkan segala jenis pelecehan seksual, berani bicara, dan selalu berjuang demi sebuah kebenaran. Kembali lagi pada hakikat manusia, kita adalah makhluk sempurna yang harus dihargai dalam setiap kondisi apapun.
Penulis: Gina Hafiza
Editor: Wahyu Nursinta