Ilustrasi seseorang yang sedang membaca buku. (Najmyzar Ichsanoorshy K/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba – Bertepatan pada 8 September, seluruh dunia memperingati Hari Aksara Internasional (HAI). Hari ini dirayakan untuk memperingati pentingnya budaya literasi di tengah masyarakat. Tapi, sobat kampus tau gak sih apa yang melatarbelakangi lahirnya HAI?
HAI lahir dilatarbelakangi oleh isu buta aksara yang menjadi perhatian di seluruh dunia. Mulai dari negara berkembang hingga negara maju pun tak luput dari permasalahan ini. Oleh karena itu, pada 8 – 19 September 1965 diadakan konferensi Pemberantasan Buta Huruf di Teheran, Iran.
Pemerintah Iran kala itu memberikan usul kepada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) agar memberikan hadiah kepada relawan yang berjasa dalam perjuangan melawan buta huruf dengan diadakannya literasi internasional. Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan komitmen dan mengajak seluruh masyarakat untuk peduli terhadap penuntasan buta aksara.
Literasi memang kerap menjadi isu di setiap negara. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Afghanistan, Nigeria, Sudan, masih berusaha memberantas kasus buta aksara. Di Indonesia, dalam menuntaskan permasalah tersebut pemerintah melakukan beberapa usaha dengan meningkatkan akses pelayanan pendidikan pada daerah tertinggal.
Dikutip dari databooks, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat angka buta aksara pada tahun 2011 sebesar 6,44% turun menjadi 3,62% pada tahun 2020. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, angka buta aksara pada perempuan lebih besar dari pada laki-laki yaitu sebesar 4,92% sedangkan laki-laki 6,32%. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) salah faktor yang menyebabkan angka buta aksara perempuan lebih tinggi adalah terbatasnya akses para perempuan daerah dalam mendapatkan pendidikan.
Tidak hanya itu, peringatan ini menjadi momentum pentingnya budaya literasi. Indonesia memiliki tingkat minat baca masyarakat sangat rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Dilansir dari kominfo.go.id, dari data UNESCO menyebutkan minat baca di Indonesia hanya 0,001% , artinya dari 1000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca. Persentase tersebut sangat rendah dan memprihatinkan.
Fenomena tersebut dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya kurangnya motivasi dan dukungan untuk membaca, akses buku yang belum merata dan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat. Faktor terakhir kerap membuat masyarakat lupa waktu hingga akhirnya aktivitas membaca buku menjadi terlewat.
Maka dari itu untuk mengembalikan semangat literasi, seluruh kalangan masyarakat harus bersinergi untuk mengobarkan semangat literasi. Kita tetap bisa melakukan hal positif untuk meningkatkan minat baca seperti menyediakan perpustakaan keluarga di rumah, membuat program wajib baca dan bergabung dengan komunitas membaca.
Jadi bagaimana sobat kampus, sudahkah kalian membaca buku hari ini?
Penulis: Gina Hafiza
Editor: Sophia Latamaniskha