Pengarahan dan persiapan sosialisasi KBAR di Ruang Rapat Gedung Rektorat Unisba Jalan Tamansari No. 20, Kota Bandung pada Rabu (5/12/2018). (Ifsani/SM)
“Rokok membunuhmu, bukan membunuhku,” begitulah salah satu alasan atau candaan perokok saat ditegur untuk tidak merokok di tempat terbuka atau kawasan bebas asap rokok.
Dalam balutan suasana mendung, saya mendapat kesempatan untuk hadir dalam pengarahan dan persiapan sosialisasi Kawasan Bebas Asap Rokok (KBAR) Unisba. Rapat tersebut mengenai jajaran Satgas dan wilayah patrolinya.
Seluruh kursi ruang rapat terisi penuh, dihadiri oleh dosen, karyawan administrasi sampai mahasiswa ikut mendengarkan dan menyuarakan aspirasinya. Usai pemaparan seperti yang diberitakan sebelumnya, Atih berkenan membuka ruang diskusi.
Seseorang berdiri. Diketahui ia salah satu Tim Pengarah Satgas-KBAR, Erwin Hamdani Harahap. “Bagaimana dengan tanggal merah? Lalu jika jam operasional Satgas-KBAR hanya sampai pukul lima, bagaimana?” tanya dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (MIPA). Peserta pun terlihat mengamini dan berharap mendapatkan jawaban.
Kemudian dengan pribadi yang lembut, Wakil Rektor II, Atih Rohaeti pun menjawab aturan tersebut tidak mengenal waktu. Dalam hati, saya merasa hal ini seperti pabrik yang harus terus beroprasi. Jika tidak, semuanya hancur tak berguna. “Unisba tetap harus bebas asap rokok,” ucapnya.
Sedangkan Santi Indra Astuti, dosen yang anti terhadap asap rokok ini angkat bicara. Ia bercerita hal ini telah diusulkan sejak tahun 2014. Santi pun mengusulkan untuk dikumpulkannya Satgas-KBAR agar dapat bertukar pikiran dan saling memberikan solusi.
Tak kalah, dengan acungan tangan mencari mata warek II tuk dipersilahkan berbicara, Ketua Humas Unisba Tresna Wiwitan pun menceritakan ketika dirinya berkunjung ke perguruan tinggi lain. “Di sana Satgas diberi pelatihan. Anggotanya mahasiswa, karyawan pun dosen untuk teknis bagaimana sanksi serta aturannya sejauh apa. Satgas pun tidak hanya untuk KBAR tetapi nilai-nilai Islam, di sana ‘kan diwajibkan juga memakai jibab,” ucap dosen Ilmu Komunikasi tersebut.
Diskusi pun semakin berkepanjangan, tapi tidak sepanjang lamanya perbaikan piranti lunak parkir yang belum berjalan, ups. Subur Drajat mengemukakan perlunya sosialisasi yang berkelanjutan dahulu sebelum aksi, seperti ajakan dosen saat perkuliahan. “Bisa juga bekerja sama dengan bagian akademik. Nanti di daftar hadir mahasiswa diselipkan peraturan ini agar dilihat terus oleh mahasiswa. Sosialisasi seperti ini bisa dijalani satu bulan, hingga akhirnya dapat dilakukan,” tegasnya.
Hedi Setiawan menanggapi bahwa sosialisasi Ini sudah lama, tetapi hanya dalam tatanan fakultas. Ia berpikir jika terus menunggu, lebih baik untuk melakukan, tentunya diselingi evaluasi. “Saya sudah menyiapkan spanduk dan atribut, nanti setiap gedung ada baligo, ya kita sambil berjalan aja,” ucap Hedi yang sekaligus Kepala Seksi Urusan Rumah Tangga Unisba.
Usulan pun muncul satu persatu. Atih mempersilahkan pada Mahasiswa Fakultas Syariah, Muhammad Fikri untuk mengungkapkan pandangannya. “KBAR itu seluruh kawasan kampus, sementara ada tempat yang diberikan [area merokok]. Kalau menurut saya ini jadi boomerang, seharusnya seluruh kawasan kampus tanpa terkecuali,” ungkapnya.
Ia pun mempertanyakan mengapa hanya Kampus Tamansari yang diberi area merokok. Dengan suara yang yakin, ia menyatakan hal ini akan mengakibatkan rasa cemburu dari mahasiswa yang berada di Ranggagading (RG) pun Ranggamalela (RM). Mahasiswa itu juga berspekulasi bahwa nikmatnya merokok di dalam toilet. “Bagaimana yang merokok toilet bisa ketahuan oleh satgas, nanti semua orang berebut ingin ke toilet dong,” pernyataan ini pun menuai gelak tawa peserta rapat.
“Yang terakhir Satgas-KBAR melibatkan mahasiswa juga, bagaimana cara menegurnya? Mungkin dosen bisa, mereka menganggap dosen patut dihormati. berbeda dengan adik tingkat yang menegur, adakah perlindungan dari ancaman-ancaman baik fisik atau psikologis,” tambahnya.
Dengan sigap, Atih pun menjawab peraturan telah melalui proses rapat pimpinan hingga public hiring bersama mahasiswa yang menginginkan adanya spot merokok. Ia pun menambahkan jika persoalan “keadilan”, kawasan RM bisa memanfatkan area sekitarnya. “Ada taman di RM, kalau di rooftop Ranggagading tidak bisa, takutnya tidak bisa menampung karena kontruksi bangunannya yang tidak bisa menahan, usulan ini pun sempat hadir di public hiring,” Entah merasa puas atau tidak, Mahasiswa itu tidak menanggapi.
“Untuk di toilet kan kawasan Unisba juga, nanti sosialisasinya saja untuk tidak merokok di toilet. Nah kapasitas untuk menegur, saling mengingatkan saja. Kalau menjadi beban, difoto saja, nanti dilaporkan ke koordinator wilayah,” tambah Ati.
Hingga waktu menunjukkan pukul tiga kurang 15 menit, Santi menghimbau Satgas perlu mementingkan keselamatannya sendiri. Jangan membuka konflik, hanya menegur katanya. “Satgas bukan ujung tombak, satgas memberikan sosialisasi. Pada dasarnya, semua di Unisba ini punya kapasitas untuk menegur.”
Rapat sampai di penghujung. Nanang Ahmad Firdaus pun melontarkan candaannya sebagai seorang perokok sekaligus Koordinator Pusat Tim Satgas. “Ya saya mau ngomong aja, tadinya bisa ngerokok di ruangan sekarang harus keluar dulu buat ngerokok,” tuturnya.
KBAR harus dapat terjalankan dan tidak hanya menjadi coretan tinta hitam di atas kertas putih saja. Hal ini kemungkinan bisa terjadi “Waspadalah…Waspadalah”. Menurut kamu, gimana sih KBAR ini seharusnya berjalan? (Iqbal/SM)