Sosok lembaga eksekutif mahasiswa di tataran kampus. (Ilustrasi: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba– Adagium kampus adalah miniatur negara rasanya memang tepat, terlebih jika dibicarakan dalam konteks politik. Mulai dari struktur pemerintahan, regulasi yang mengatur, hingga dinamika politik yang saling “sikut-menyikut” atas nama gengsi atau harga diri kelompok. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang kita saksikan di media mengenai perpolitikan Indonesia. Maka disini peran dan fungsi tiap lembaga menjadi penting agar dapat terjalin pemerintahan yang sehat.
Dalam tata pemerintahan sama seperti halnya Trias Politika ala Montesquieu yang diterapkan oleh Indonesia, di kampus juga terdapat lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Konsep ini adalah pembagian kekuasaan secara fungsional agar tidak tercipta sentralisasi kekuasaan politik di suatu negara. Meskipun begitu, belum semua kampus memiliki lembaga yudikatif di dalamnya.
Di Universitas Islam Bandung (Unisba) sendiri, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Unisba (BEMU), sementara kekuasaan legislatif serta yudikatif terdapat Dewan Amanat Mahasiswa Unisba (DAMU). BEM Universitas dipimpin oleh Presiden Mahasiswa (Presma) melalui Pemilihan Umum. Selanjutnya DAMU dipimpin oleh Ketua DAMU melalui Hasil Kongres.
Masing-masing dari lembaga tersebut kemudian memiliki fungsi tersendiri sesuai dengan ranah kekuasaannya. DAMU sebagai pemegang kekuasaan legislatif serta yudikatif berperan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di tingkat universitas dan memiliki wewenang untuk membuat serta mengamandemen undang-undang.
Selanjutnya, kekuasaan eksekutif yang diampu oleh BEMU bertugas untuk mengurus masalah internal dan juga eksternal di ranah universitas. Di dalamnya terdapat beberapa kementerian yang dipilih dan ditentukan oleh Presma dan Wakil Presma (Wapresma). Jajaran Kementerian akan membantu Presma dan Wapresma untuk menjalankan program kerja serta visi misi yang sudah ditentukan.
Sesuai namanya, BEM adalah organisasi yang berisikan kelompok mahasiswa yang menyandang gelar `eksekutif`. Artinya, mereka berfungsi untuk mengeksekusi atau mengimplementasikan undang-undang. Seperti halnya di Unisba, BEMU berkewajiban melaporkan pertanggungjawaban kepada DAMU melalui kongres, mengkoordinir dan mengoptimalkan kegiatan-kegiatan, hingga melantik Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di Unisba.
Dari beberapa kewajiban BEM tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah kegiatan harus dilaksanakan secara maksimal agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara materil maupun formilnya. Bukan hanya sebagai penggugur tugas, lebih dari itu BEM harus merancang kegiatan agar dapat memenuhi kebutuhan lingkungannya. Apalagi masalah keuangan menjadi hal krusial dan sensitif karena menyangkut banyak pihak.
Menilik dari sejarah, sebelum menggunakan nomenklatur BEM, sebagaimana yang dilansir oleh tirto.id, organisasi mahasiswa intra kampus di Indonesia dikenal Dewan Mahasiswa (DEMA). DEMA mulai dibentuk di universitas-universitas Indonesia pada 1950-an. Saat itu, DEMA dijadikan tempat belajar berpolitik karena berfungsi sebagai student government.
Tak jauh berbeda dengan DEMA, predikat `eksekutif` juga bermakna bahwa BEM memiliki peran sekaligus fungsi sebagai wadah yang menaungi, membina, menampung aspirasi, dan memfasilitasi kesejahteraan mahasiswa di lingkungan kampus. Kemudian, BEM harus berani menyuarakan keresahan dari berbagai lingkup di universitas. Jadi bukan cuma mampu berpikir kritis, tapi juga harus berani jadi wakil yang menyampaikan aspirasi ke berbagai pihak yang berwenang.
Di sisi lain, kini sudah banyak yang mempertanyakan relevansi BEM karena mulai turun pamor dengan hadirnya program magang yang lebih ber-uang. Namun sebagaimana yang disebutkan Jean Paul Sartre “Eksistensi mendahului Esensi”. Artinya “ada” menjadi hal yang perlu dijawab dahulu oleh BEM. Pemikiran yang baru harus dipertimbangkan, dibanding dengan pasrah oleh keadaan.
Tata pemerintahan yang sehat akan tercipta ketika seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah menjalankan fungsinya dengan baik. Baik pemerintahan skala besar maupun kecil seperti kampus, sebuah lembaga harus bertanggung jawab atas semua yang dilihatnya dan atas hasil-hasil yang dicapainya.
Lembaga mahasiswa berlabel eksekutif memang penting dan jangan hanya dijadikan formalitas pelengkap keberadaan lembaga kemahasiswaan. Tidak seharusnya kelesuan eksekutif mahasiswa dalam memperlihatkan taringnya entah di hadapan birokrat kampus maupun pemerintah negara terjadi. Jangan sampai seorang eksekutor berkutat pada wacana tanpa aksi nyata hingga miskin fungsi.
Penulis: Syifa Khoirunnisa/SM
Editor: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM