Situasi lockdown di New York, Amerika Serikat. (Foto/Getty Images)
Suaramahasiswa.info – Covid-19 atau nama barunya virus corona yang disematkan oleh World Health Organization (WHO) Februari lalu menjadi sesuatu yang sering muncul di laman media sosial, kabar harian, televisi, radio, dan lisan manusia. Belakangan ini Covid-19 menjadi momok bagi manusia sejagat raya, tak terkecuali warga Indonesia yang budiman. Saking menakutkannya pandemi ini, beberapa negara di Eropa, Amerika, dan Asia melakukan lockdown untuk mengantisipasi masifnya penyebaran virus.
Jadi, apa itu lockdown dan kenapa beberapa negara melakukannya? Lockdown adalah bahasa Inggirs yang berarti terkunci. Dalam kasus Covid-19, lockdown adalah mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara. Tujuannya agar virus tidak menyebar lebih jauh lagi. Jika suatu daerah dikunci atau, maka semua fasilitas publik ditutup, mulai dari sekolah, transportasi umum, tempat umum, perkantoran, bahkan pabrik harus ditutup dan tidak diperkenankan beraktivitas. Aktivitas warganya pun dibatasi.
Disamping pro dan kontra mengapa Pakde tidak berlakukan lockdown, mari kita sejenak berandai-andai. What if Indonesia berlakukan lockdown.
Menghentikan Laju Penyebaran Virus
Sejenak kita lirik ke Kota Wuhan, China di mana asal virus ini ditemukan. Per 23 Januari 2020, Wuhan memutuskan untuk lockdown seluruh penjuru kota. Didukung peralatan dan fasilitas medis yang memadai, melansir dari Detik, hingga Jumat (20/3) tidak ada kasus baru tentang Covid-19. Dengan begitu, keputusan lockdown yang dilakukan otoritas China sebagai tindak pencegahan terhitung sukses. Johns Hopkins University menunjukkan pasien yang sembuh dari Covid-19 di China, hingga Rabu (25/3) mencapai 73.770 dari 81.661 yang terinfeksi. Dengan demikian, persentase kesembuhan di China telah menembus 90,33 persen.
Hal ini bisa ditiru di Indonesia, karena dengan lockdown segala aktifitas dapat dihentikan secara total, baik itu di sektor transportasi maupun fasilitas publik. Ini meminimalisir setiap orang untuk bertemu yang kemudian menyebarkan maupun terpapar virus dan nantinya akan menjadi domino efek. Namun, di beberapa negara yang melakukan sistem lockdown masih membolehkan warganya keluar asalkan ada surat peryataan yang secara tegas menjelaskan alasan ia keluar.
Jika rakyat kita masih membandel, Indonesia bisa meniru sistem lockdown yang ada di negara luar. Prancis dengan mengerahkan 100 ribu polisi untuk warganya mematuhi aturan lockdown. Sedangkan Italia akan menghukum warganya yang melanggar aturan lockdown dengan denda atau hukuman penjara.
Ekonomi Melemah
Dengan kebijakan lockdown ini mengharuskan semua orang mengisolasi diri. Ini berimbas kepada roda ekonomi bagi sebagian sektor, seperti transportasi. Di kala lockdown ini diterapkan, abang ojol narik orderan ataupun mengantar pesanan makanan tidak akan terlihat.
Tentu saja ini menjadi dilematis bagi sebagian orang yang tidak bisa melaksanakan Work From Home (WFH). Detik Finance menyebut, saat ini 60-70 pekerja di Indonesia merupakan pekerja informal. Mereka kebanyakan memperoleh pendapatan secara harian.
“Saat lockdown akan ada pertanyaan mendapat pendapatan dari mana, kalau tidak bekerja enggak dapat makanan. Perputaran pendapatan terjadi setiap hari, kalau lockdown akan terkena dampak signifikan sekali,” jelasnya.
Perlu disorot pula kesediaan pangan untuk mencukupi kebutuhan penduduk Indonesia di kala lockdown. Mari telisik lebih lanjut apakah Indonesia sanggup mempertahankan sector pangan jika lockdown diberlakukan? Menurut Global Food Security Index, terhitung dari hari Rabu, (25/3) ketahanan pangan Indonesia saat ini memiliki nilai keterjangkauan sebesar 70,4, ketersediaan dengan nilai 61,3, dan kemanan dan kualitas memiliki nilai 47,1. Dengan nilai keseluruhan sebesar 62,6, Indonesia menempati posisi 62 dari 113 negara.
Mengutip dari laman Republika ketersediaan pangan strategis aman hingga bulan Mei 2020 dengan rata-rata tingkat ketersediaan 100 hingga 150 persen dari kebutuhan yang ada. Angka ini didasarkan pada jumlah stok, produksi dalam negeri, dan penyediaan dari impor khusus untuk komoditas yang tidak dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri, seperti bawang putih dan gula pasir.
Kesimpulannya Indonesia mampu mempertahankan ketersediaan pangan selama kurang lebih satu bulan kedepan, namun lagi-lagi sektor ekonomi yang harus dikorbankan. Namun dengan lockdown ini, aktifitas produksi maupun distribusi bakan pokok otomatis akan dihentikan. Tentunya akan menjadi kendala ketika roda perputaran antara konsumsi pangan dengan distribusi tidak berjalan yang akan mengakibatkan kelangkaan sumber pangan dan dapat menyebabkan inflasi.
Tentunya lockdown ini menjadi momok bagi perekonomian Indonesia kedepannya. Tidak hanya Indonesia, pandemic ini berimbas pada anjloknya perekonomian di dunia yang ujung-ujungnya Indonesia terkena imbasnya pula. Terutama untuk negara China yang secara perekonomian memiliki hubungan dengan Indonesia. Mengutip dari Kompas.com, setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi China, ekonomi Indonesia bisa terpengaruh 0,3 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi disebabkan korelasi perdagangan dan investasi Indonesia-China cukup besar.
Kondisi Sosial Budaya Indonesia Terhenti
Indonesia merupakan negara yang heterogen dengan kondisi budaya, agama, ras, suku dan tradisi yang bermacam. Masyarakat Indonesia terkenal pula dengan sifat gotong royongnya dan mengikat satu sama lainnya dengan tali yang dinamakan silaturahmi. Hal tersebut sudah melekat bagi masyarakat dan kondisi akan berubah jika memang diterapkan lockdown, bahkan bersifat sakral sekalipun.
Salah satu contohnya adalah resepsi suatu pernikahan. Dalam tradisi di Indonesia, resepsi pernikahan dapat melibatkan ratusan bahkan ribuan orang dalam satu gedung atau tempat. Ini tentunya akan menyalahi aturan lockdown bahkan physical distancing dan berpotensi penyebaran virus. Jika ngotot gelar acara, aparat akan turun tangan membubarkan.
Kepolisian dan unsur Pemerintahan Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran melakukan pembubaran acara resepsi pernikahan pada Rabu (25/3). “Dasar pembubaran yang kami lakukan tentunya Maklumat Kapolri tentang pencegahan Covid-19. Kami terpaksa melakukan pembubaran, karena yang bersangkutan tidak mengindahkan surat yang kami berikan,” kata Kapolsek Kalipucang AKP Jumaeli.
Kemudian, dengan negara yang memiliki agama yang beragam, maka masyarakat Indonesia memiliki hak untuk beribadah. Beribadah bersama menjadi nilai lebih bagi umat beragama. Namun, dengan adanya kebijakan lockdown ini tentu akan menjadi sebuah perdebatan yang alot. Disamping kemanusiaan yang harus diurusi, ada amalan yang wajib dijalankan pula oleh seorang umat beragama.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi ini. Fatwa itu berbunyi, “salat Jumat dapat diganti dengan salat zuhur di tempat kediaman, karena salat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal”.
“Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/ rawatib, salat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.”
Presiden Jokowi menjelaskan lockdown diterapkan sesuai dengan karakteristik suatu negara, dan physical distancing atau menjaga jarak secara fisiklah langkah yang tepat bagi negara Indonesia. Pasalnya, negara Indonesia memiliki karakter, budaya, kedisiplinan yang berbeda-beda.
Secara karakter, orang Indonesia bisa dibilang ekstrim, contohnya saat mengendarai motor, tidak sedikit rakyat kita sengan santuynya bermanufer tanpa pengaman. Malaikat maut sampai speechless melihatnya. Sama halnya saat menghadapi pandemi ini, orang Indonesia bisa-bisanya tetap nongkrong di warung kopi.
Keputusan lockdown memang meragukan, karena hingga detik ini masih ada saja yang mengabaikan kebijakan physical distancing. Akibatnya hari ke hari pasien yang positif Covid-19 di Indonesia makin meningkat, terhitung pada hari Kamis (26/3), pukul 20.20 artikel ini ditulis dilansir dari covid19.go.id terdapat 893 positif, 78 meninggal, dan 35 dinyatakan sembuh. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan persentase kematian tertinggi kedua akibat Covid-19 setelah Italia.
Waduh dilema juga untuk menentukan mana yang paling penting disini, perekonomian atau keselamatan warga. Lockdown secara langsung mengantisipasi penyebaran dan menekan angka kematian akibat virus ini, namun berdampak pada perekonomian.
Plis untuk warga Indonesia yang katanya pada santuy, untuk saat ini jiwa santuynya ditunda dulu untuk sementara. Jiwa santuy-nya bisa kamu pake di rumah dengan melakukan hal yang sekiranya bermanfaat, jangan dulu kopdar, jangan dulu shoping. Menikmati senja masih bisa kok di balkon rumah atau jendela.
Penulis: Ifsani Ehsan Fachrezi
Editor: Febrian Hafizh Muchtamar