Tanpa kita sadari, penggunaan sumpah serapah mungkin sudah jadi cemilan wajib bagi muda mudi masa kini. Bersenda gurau bersama kawan rasanya kurang mantap jika tidak diselingi dengan imbuhan (maaf) anjing dan sebangsanya. Apa kabar pemuda Indonesia? Masih akrab kah dengan teks ini? KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA.
Mungkin hanya satu dari lima kepala yang benar-benar ingat. Sisanya termasuk saya, amnesia sementara. Lupa, tak mau tahu, dan enggan peduli akan hadiah manis yang diberikan M. Yamin beserta kawan-kawan di masanya. Boro-boro mau pegal untuk upacara bendera, kita lebih suka mengucapkan “met sumpah pemuda,guys.. bersumpah mencintai akunya kapan?” di Timeline LINE, dilengkapi dengan stiker-stiker gratisan. Kemudian para teman media sosial mengomentari : “anjis, kode wae lur.” atau “fak men” dan sebagainya.
Bukan hanya tren rambut dan cara berpakaian yang bisa merangkak manja mengikuti arus zaman, sumpah pemuda yang tujuan awalnya untuk mempersatukan manusia muda nusantara pun turut mengalami metamorfosis garis keras.
Bahasa persatuan satu tongkrongan, bukan lagi bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidahnya. Seisi kebun binatang hingga alat reproduksi yang dikolaborasi sedemikian rupa turut ikut meramaikan indahnya obrolan senja bersama kawan.
Mirisnya, bukan hanya pemuda saja yang biasa menyumpah serapah. Penghuni sekolah dasar sudah fasih mengucap kata kasar layaknya orang dewasa. Maafkan kami, yang malah geleng-geleng kepala padahal malu untuk mengakui bahwa kami juga begitu.
Bukannya merasa bangga, penuturan kata yang baik dan santun dalam keseharian malahan dibilang kaku dan so bermoral. Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab?
Kemudian kita mengambing hitamkan segalanya. Menyalahkan peran keluarga, mengumpat para pendidik, menyalahkan acara televisi, dan menuduh ini semua akibat pergaulan bebas. Lihat! Betapa kerennya kita, seakan paling benar lalu merasa layak untuk mengeksekusi keadaan.
Jangan lupa bercermin. Saya percaya, kita semua selalu punya waktu lebih untuk intropeksi diri dan mengingatkan orang terdekat. Saya percaya, perubahan kecil yang kita lakukan lambat laun akan membuahkan hal-hal besar. Dan saya percaya, kita semua punya kesempatan yang sama untuk merubah dunia.
Semoga cita-cita pemuda terdahulu yang gugur dimakan waktu tetap bisa kita tunaikan. Selamat berkarya, wahai benih-benih pengharum bangsa. Hidup pemuda! (Raisha/SM)