Ilustrasi Latar Belakang Sumber: https://indonesian.alibaba.com
Ini bukan adegan seperti di film “500 Days Of Summer”. Tapi merupakan kenyataan saat seorang pria paruh baya, single, dan intovert seperti Laksa (yang diberi nama Laksa oleh ibunya karena ngidam lontong, bihun, kemangi plus banjuran santan saat hamil), berhadapan langsung dengan wanita manis, bernama Rinta. Diiringi lagu romantis Something Stupid kepunyaan Robbie Williams dan Nicole Kidman, mengalun lembut dari speaker di dalam lift menuju lantai tiga.
Kikuk. Setidaknya itulah yang Laksa rasakan dari tadi. Bingung antara mau menyapa, atau diam saja memandangi Rinta sama seperti biasanya. Ini bukan kali pertama mereka berada dalam satu lift menuju lantai yang sama. Terang saja, karena kamar apartemen Rinta tidak jauh dari kamar Laksa. Sebenarnya mereka saling mengenal satu sama lain. Hanya saja, kegiatan saling sapa itu sudah tidak pernah terjadi lagi. Bahkan seutas senyum pun tidak pernah terukir, jika kebetulan mereka berpapasan saat hendak buang sampah, di swalayan dan kegiatan lain yang mengharuskan keduanya bertatap muka. Hal ini terjadi karena sebuah peristiwa awkward yang dialami oleh Rinta.
Kira-kira tiga bulan yang lalu, saat wanita berbadan sintal ini baru saja menempati apartemen yang letaknya empat kamar dari tempat Laksa tinggal. Untuk pertama kalinya mereka berkenalan dan saling senyum.
“Halo tetangga. Kenalin, aku Rinta”
“Hai. Laksa. Pindahan dari mana?”
“Aku dari Yogya.” Wanita yang memperkenalkan diri dengan ramah ini tersenyum simpul.
“Aha. Aku tau itu. Kamu memang baru belanja dari swalayan Yogya kan?” Laksa tertawa jahil sambil terus menatap baju Rinta yang tampak baru.
“Hah? Kok? Kok kamu tahu?” Alis Rinta mengernyit.
“Iya, soalnya di baju kamu masih menggantung bandrol harga dan tempat kamu beli tuh..hehe,” Laksa tertawa. Berusaha mencairkan suasana.
Rupanya, apa yang ia sampaikan malah menyinggung hati si pemilik baju baru. Wajah Rinta langsung merah padam dan ditekuk. Tanpa tedeng aling-aling, ia memilih masuk ke kamar apartemennya dan meninggalkan Laksa dalam kebingungan juga rasa bersalah. Semenjak itulah mereka tidak lagi bertegur sapa. Seringkali Laksa kedapatan curi-curi pandang, namun Rinta tidak pernah menghiraukannya.
Namun kali ini, Laksa enggan menyia-nyiakan kesempatan. Lagipula percakapan ini harus terjadi demi kebaikan.
“Rin.”
Wanita berambut sebahu itu menoleh. Mereka sedang di lantai dua sekarang.
“Aku boleh ngomong sesuatu?” Tanya Laksa, dengan hati-hati.
“Apa?” Rinta bertanya singkat.
“Itu… Hmm… Hehehe gimana ya ngomongnya,”Laksa semakin tak terkendali.
“Apaan sih?” sambil menggigiti bibirnya, Rinta tampak cemas.
Ada jeda sepersekian detik, sampai akhirnya Laksa berani mengungkapkan kenyataan yang akhirnya resmi membuat mereka perang dingin entah sampai kapan.
.
.
.
.
“Itu. Euh retsleting rok kamu kebuka..”
Lift berhenti tepat di lantai tiga kala wajah Rinta kembali merah padam. Tak ada ucapan terimakasih, apalagi senyum saling sapa. Hanya tamparan saja yang tersisa dan terus terasa di pipi Laksa. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing dengan perasaan yang beraneka rupa.
Apakah Laksa yang terlalu frontal, atau Rinta yang terlampau bawa perasaan?
Selesai. (Faza/SM)