Oleh : Moch. Muhram Fauzi*
Dalam jarak yang semakin tertetebak
Melihat para pendidik yang berkeringat
Adalah sebuah penghormatan terdalam untuk mahasiswa
Mendengar dan merasakan sebagai pengikutnya
Terkadang kami mulai bosan
Ketika waktu dan bangunan mininggalkan kami
Ketika apa yang mereka berikan, kerjakan, hasilkan dan bicarakan
Itu melebur bersama selokan
Kami sudah geram dengan kondisi seperti ini
Dari kemacetan bibir diseluruh mahasiswa
Sistem ini dilumuri kotoran
Kami menjadi sebuah mainan boneka yang mahal
Namun ada bungkus tembakau membacakan racun di dalam kampus
Kita bertanya : rugikah kita telanjang ketika kalian melihat?
Di televisi di koran di majalah bahkan ada bangkai pendiri
Bibir Bulan September dengan penuh keringat dan kemacetan
Yah, kita ingin terkenal dengan ke mundurannya
bukan begitu para kanibal berdasi!
Ibuku memberimu uang dan perjanjian
Pengucapan, aku akan kembali bersama Ibu
Telah berubah menjadi aku bau dengan kotoran. Ibu!
Maka doa doa kunyalakan di ujung rokok
Sebab seluruh sistem telah di lumuri dengan kotoran
Bahkan parfum yang kau pakai itu adalah darah Ibu
Kau bilang itu arogan
Sedangkan kau salah mendidikku
Akankah tujuanmu menjadi penerang bagi mataku
Buktikan, dan layani para pengemis yang terdidik ataukah kami melawan
Sebab kami bukan lagi seorang bayi
Siapa yang tidak marah
Siapa yang tidak diam
Saat pendidikan menjadi sebuah jaminan kepentingan?
Saat pemberian dibalas dengan pembodohan?
Saat perlawan dibalas dengan pengkhianatan?
Saat idealisme dan keadilan dibalas dengan keuangan!
Bandung, 2015
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Syari’ah 2012