Illustrasi Kekerasan terhadap Perempuan. (Fahriza Wiratama/SM)
Oleh : Ervina Rizqi Purwaningrum
Kasus pelecehan maupun kekerasan terhadap perempuan bukan lagi persoalan yang baru didengar maupun dibahas terutama dikalangan para aktivis yang menggeluti tentang keperempuanan. Kasus ini kerap terjadi karena banyak penempatan stigma-stigma pada kaum perempuan itu sendiri. Seperti stigma yang beranggapan bahwa sifat yang lemah dan tidak berdaya itu sangat melekat pada diri perempuan. Tentu hal ini kerap membuat pihak tidak bertanggung jawab merasa dapat berbuat apapun kepada perempuan. Pun mereka beranggapan bahwa hal itu merupakan bentuk celah yang mereka dapat gunakan untuk mendominasikan dan mengendalikan kaum perempuan.
Beralih pada kejadian saat ini, tanpa disadari, Indonesia sering menghadapi kegentingan terhadap kasus kekerasan terutama pada kalangan perempuan. Namun sangat disayangkan sekali, terkadang kaum perempuan sendirilah yang tidak menyadari bahwa dirinya sedang terjerat dalam bentuk kekerasan. Padahal, kaum perempuan sudah banyak menjadi korban akan kekerasan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Kekerasan ini tentu bukan suatu hal yang semata-mata timbul begitu saja. Perlu diketahui bahwa kekerasan adalah sebuah bentuk dari ketidakseimbangan antara peran perempuan dan laki-laki, sehingga banyak menimbulkan bentuk-bentuk dominasi dan diskriminasi pada kaum perempuan itu sendiri. Jika bicara mengenai bentuk kekerasan baik dalam seksual maupun kekerasan lainnya yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan ini merupakan bentuk maskulinitasnya dalam relasi atau interaksi dengan kaum perempuan. Namun permasalahan seperti ini bukan hanya sesuatu yang sekedar harus kita ketahui maupun waspadai saja, akan tetapi perlu kita kaji bersama baik dalam memahami bentuk-bentuknya maupun sama-sama mencari solusi dan cara dalam mengatasinya.
Tentu hal ini perlu adanya sebuah gerakan maupun tindakan baik dari kaum perempuan itu sendiri hingga kaum laki-laki. Dengan begitu, akan terbentuklah suatu kekuatan hingga adanya stigma bahwa laki-laki tidak punya kendali atas kasus kekerasan pun dapat dibedah kembali sehingga tingkat maupun korban kekerasan dalam berbagai bentuk dapat berkurang. Adanya sebuah pengadaan pembatasan terhadap beberapa bentuk kekerasan sudah jelas merupakan langkah positif, tetapi mengadakan perubahan dalam stigma-stigma negatif yang mendasari pada kekerasan itu dapat lebih jauh mengurangi kekerasan hingga yang berbasis gender sekaligus.
Mengurangi kekerasan yang kerap terjadi pada kaum perempuan itu dapat dimulai dari kesadaran diri akan pentingnya saling menghormati dan menghargai dengan sesama manusia, menyeimbangi maupun memperjelas porsi pembagian peran, dan tidak boleh beranggapan bahwa perempuan itu lemah dan tidak berdaya. Dengan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan merupakan kunci untuk mendorong kesetaraan gender dan memungkinkan perempuan memiliki banyak ruang untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan berpolitik, ekonomi, dan sosial.
Dan perlu dipahami kembali tentang sosok perempuan ini sendiri yang mana ialah penentu terciptanya akan generasi yang akan datang, baik dalam melahirkan sosok peradaban maupun perubahan hingga sosok yang mengacaukan. Oleh karena itu mari lindungi kaum perempuan dari segala bentuk ancaman dan kekerasan demi menghasilkan generasi muda yang mampu mengubah keadaan lebih baik dan berkualitas kedepannya.