Seorang mahasiswa berkumpul sambil membawa buku pedoman akademik mahasiswa 2017/2018 di Pelataran Khez Muttaqien, Jalan Tamansari No. 1, Kota Bandung, Rabu (28/02/2018). Beberapa mahasiswa mengutarakan pendapatnya mengenai distribusi dan pentingnya buku pedoman akademik mahasiswa 2017/2018.
“Kami menyadari bahwa penyampaian pesan pada acara ta’aruf tidaklah cukup untuk menjelaskan banyak hal konseptual dan praktikal yang perlu dipahami oleh mahasiswa baru,” begitulah penggalan kalimat pengantar rektor dalam buku pedoman akademik mahasiswa 2017/2018.
Buku pedoman akademik mahasiswa tahun ajaran 2017/2018 sudah didistribusikan ke setiap fakultas di Unisba. Produksi Terlambat, Mahasiswa Baru Belum Dapat Buku Panduan menimbukan pertanyaan seberapa penting buku pedoman akademik bagi mahasiswa baru. Wakil Rektor III Unisba, Asep Ramdan Hidayat pada Jumat (22/9/2017) merasa keterlambatan distribusi buku pedoman akademik ini tidaklah berdampak besar. Menurutnya, masalah penting atau tidak buku akademik, dikembalikan ke mahasiswa yang menanggapinya.
Berbagai tanggapan mahasiswa mengemuka mengenai buku pedoman akademik. Pada akhir Februari 2018 ini, kami menghimpun beberapa tanggapan mahasiswa baru.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Nur Adi Prasetyo mengatakan, buku pedoman akademik sangatlah penting demi memperoleh informasi dan pengetahuan kampus seperti administrasi kuliah. Di samping itu ia menyayangkan terhadap distribusi keberadaan buku pedoman akademik. “Saya sudah dapat bukunya, tapi informasi tentang buku ini enggak meluas. Jadi cuman beberapa mahasiswa aja yang tahu, termasuk saya juga tahu dari temen,” jelasnya.
Hal ini pun senada dengan Shafira Damayanti yang beranggapan buku pedoman cukup membantu memberikan informasi seperti sistem nilai. Namun, ia menemukan masih ada kesalahan dalam penulisan seperti typo bahkan ditemukan informasi yang tertukar. Hal ini berpengaruh pada minat baca mahasiswa terhadap buku tersebut. “Buku pedoman pun tidak dikemas baik untuk dibaca. Kan, kalo anak-anak sekarang tuh minat bacanya kurang. Jadi, kalo dikasih buku gitu malah jadi sampah,” kata Mahasiswi Fakultas Ilmu Ekonomi.
Berbeda dengan Zaqia Ulfah, mahasiswa Fakultas Psikologi tersebut menyatakan buku pedoman universitas tidak terlalu dilirik oleh mahasiswa. Ia menuturkan, pihak Fakultas Psikologi memberikan buku pedoman tambahan fakultas dan menekankan mahasiswanya untuk membaca buku pedoman itu. “Kita dibagiin dua buku pedoman langsung. Tetapi, pihak fakultas lebih menekankan ke pedoman fakultas. Bahkan, buku itu tetep harus ada sampai sidang kelulusan nanti katanya,” ungkapnya.
Adapun kondisi lain dihadapi oleh Daffa Naufaldi yang belum mendapatkan buku panduan akademik. Ia mengaku tidak mendapat informasi tentang buku pedoman akademik mahasiswa. Bahkan, berkaca pada temannya pun tidak mengetahui keberadaan buku tersebut. “Kita dapet sosialisasi buku pedoman dari fakultas syariah saat perwalian. Saya rasa dengan buku pedoman ini (baca: fakultas) bisa mewakili dan memberikan informasi lebih rinci seputar perkuliahan,” ujar mahasiswa Fakultas Syariah.
Kondisi serupa pun dialami oleh Prasetio Budi Raharjo, Mahasiswa Fakultas Teknik Industri ini malah mengharapkan buku itu ada ditangannya. Prasetio merasa buku itu (baca: pedoman) dapat membantu memberikan informasi tentang kampus yang ia sambangi. Buku pedoman fakultas yang ia dapat hanya mewakili sistem perkuliahan. “Sedangkan mahasiswa baru juga butuh pengetahuan tentang universitasnya.”
“Buku pedoman itu harus tetap ada. Cukup penting sih saya rasa karena itu pedoman awal perkuliahan di kampus baru. Namanya maba, kita gak perlu tanya orang lain tapi bisa langsung baca di buku itu,” tambah Prasetio di akhir pembicaraan. (Abyan/Job)