Suasana pedagang Kantin Deret (Kander) yang sedang menyiapkan dagangannya di depan kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Jl. Tamansari No.1, pada Kamis (31/03). (Foto: Muhammad Khaira Faiq/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba- Menelusuri trotoar Kantin Deret (Kander) di lingkungan Universitas Islam Bandung (Unisba) pada jam makan siang memang selalu menggugah selera makan. Aroma sambal yang menusuk hidung, atau asap sate yang sering buat perut keroncongan hingga suara bising mesin blender akan menemani perjalanan menuju gerbang kampus. Sayangnya sejauh mata memandang, hingga saat ini renovasi lapak para pedagang Kander belum juga merata.
Padahal renovasi tersebut ditargetkan rampung pada pertengahan bulan November 2021. Karena penasaran dengan pendapat pedagang terkait renovasi ini saya menghampiri Nunung, salah satu pedagang minuman di Kander yang lapaknya belum rampung dibenahi.
Ia mengeluhkan permasalahan pinggiran lapaknya yang tidak memiliki besi penghalang, seperti lapak pedagang lain yang sudah direnovasi. Tidak adanya besi penghalang pada pinggirannya ini menyebabkan ia sering kecipratan air saat hujan atau bahkan kepanasan ketika berjualan.
Nunung sempat bertanya pada pihak Unisba terkait renovasi ini, namun mereka mengatakan saat ini universitas kehabisan dana untuk membenahi kembali Kander. Sehingga ia menggunakan alat seadanya untuk menutupi lapaknya yang belum sempat dibenahi tersebut. Ia sering bingung ingin mengeluh kepada siapa? sebab menurutnya saat ini pedagang sudah tidak sekompak dulu, ditambah ketua koordinator pedagang pun sudah terpisah.
“Dipisah ketuanya sekarang mah. Pedagangnya juga susah diatur sama ketuanya, enggak kompak kaya dulu.” Tuturnya.
Belum selesai masalah pemasangan besi penghalang, beberapa kelakuan mahasiswa yang seenaknya juga kerap membuat Nunung usap dada. Ia mengaku beberapa diantaranya sering buang sampah sembarang, terkadang membawa makanan dari luar, belum lagi ada yang suka duduk-duduk diatas meja.
“Ya macam macam lah neng, namanya juga anak muda..Kadang juga ada mahasiswa yang duduknya di meja gitu. Terus dikasih tahu jangan duduk di meja atuh kasian temennya.” Ujarnya ketika diwawancarai pada Rabu (30/03).
Hal serupa pun dirasakan oleh Harry Asharyadi pedagang oseng mercon. Ia menjelaskan, dia kerap kehujanan dan kepanasan karena lapak yang masih terbuka. “Kita senang dengan pola terbuka, tapi pertimbangkan aspek sinar matahari dan hujan.” Ujarnya setelah diwawancarai pada Sabtu (02/04).
Selain Nunung dan Harry, saya juga menghampiri lapak nasi goreng Udin ceria. Yap, nasi goreng legend yang selalu buat perut saya ceria. Saat berbincang, saya memperhatikan lapaknya yang sudah lebih rapi dibandingkan dengan lapak Kander di bagian atas. Disana, ia sedikit bercerita mulai dari sempitnya lapak pasca renovasi, Kander yang menjadi tidak aman hingga kelakuan kelakuan beberapa mahasiswa yang juga kerap bikin Udin jengkel.
Ruang gerak di dalam Kander saat ini menjadi lebih kecil karena kursi dan meja yang dipermanenkan, akibatnya Kander menjadi tidak fleksibel untuk berteduh jika diperlukan mahasiswa. Sempitnya ruang pun diperparah dengan mahasiswa yang terlalu nyaman lama nongkrong di dalam kantin. Bahkan beberapa diantara mereka tidak segan membawa makanan yang mereka beli dari luar kedai.
“Seperti tidak diospek, enggak ada tata kramanya karena ke pedagang seperti tidak menghargai. Seharusnya tahu ohh.. ini orang teh lagi jualan, kalo nongkrong terlalu lama gimana yang beli. Kalo tempatnya penuhkan yang mau beli suka malu. Ini mah enggak, anak-anak sekarang mah kayak ga ada akhlaknya gitu.” Keluhnya.
Senada dengan Udin, Nazam salah satu pedagang Katsu yang lapaknya belum di renovasi mengatakan renovasi membuat ruang gerak semakin sempit. “kalo menurut yang sebelah saya ini (pedagang oseng mercon), pernah bilang udah lah daerah sini mah kayak gini aja (jangan diberi pagar). Soalnya customer banyak, misalkan nunggunya di dalam semua, kita (pedagang) yang susah geraknya gitu.” Katanya menjelaskan.
Harry pun membenarkan ucapan Nazam terkait pagar lapak jualan. Ia merasa keberatan karena kondisinya pasti akan sempit dan tidak leluasa. Menurutnya meja dan bangku yang terlalu panjang menyebabkan orang yang datang sendiri, tidak bisa dan tidak mau duduk di tengah.
Belum lagi belakangan ini insiden kemalingan membuat pedagang merasa tidak aman. Para pedagang lain merasa lingkungan Kander menjadi rawan pasca renovasi tersebut. Demi keamanan, sebenarnya mereka ingin pengawasan khusus untuk Kander. Hanya saja ada keraguan yang terbesit di benak mereka akan adanya biaya tambahan dan mereka khawatir tidak terbayar.
Saat ini, pedagang hanya dipungut biaya Rp.5.000 untuk biaya sampah dan air. Menurut mereka besarnya pemungutan sudah cukup dengan fasilitas yang diberikan. “Itu (Rp.5.000/hari) bukan pungutan, tapi biaya kebersihan lingkungan dan sarana air bersih Unisba. Jadi kami tidak keberatan, tapi kewajiban atas sarana yang telah kami terima dari Unisba.” Kata Harry.
Saat mendengarkan keluhan mereka, saya berpikir bahwa selain mereka merasa senang, banyak kekurangan lain yang ternyata belum diperhatikan. Mereka antusias, tapi tidak dibenahi dengan pantas. Merasa nyaman, tapi ternyata tidak aman. Renovasi kander ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
Pewarta: Reza Umami
Penulis: Reza Umami
Editor: Sophia Latamaniskha