- Foto ilustrasi Self Diagnosis. (Foto/Google)
Suaramahasiswa.info – Dewasa ini telah muncul banyak kekhawatiran terkait kesehatan mental atau mental illness. Di berbagai media sosial sikap aware terhadap kesehatan mental mulai banyak digaungkan. Meski kesehatan mental sendiri mulai mendapat perhatian, tetapi kesalahpahaman sendiri masih banyak terjadi dalam kesehatan mental. Mulai dari pandangan buruk terhadap pengidap kesehatan mental, mengartikan sakitnya mental sebagai ‘gila’, maupun self diagnosis yang semakin menjamur.
Melansir dari Becker’s, 44 persen orang Amerika lebih memilih untuk mendiagnosis diri sendiri penyakit mereka secara online daripada melihat seorang profesional medis, menurut survei yang dilakukan oleh The Tinker Law Firm. Untuk survei tersebut, firma hukum malpraktik medis yang berbasis di Seattle bertanya kepada tiga ribu orang dewasa di seluruh negeri tentang penggunaan internet untuk mendiagnosis diri sendiri penyakit dan ketergantungan mereka pada pengobatan rumahan untuk perawatan.
Self Diagnosis sendiri dilansir dari HalloSehat.com adalah upaya mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang Anda dapatkan secara mandiri, misalnya dari teman atau keluarga. Bahkan kini banyak yang membuat diagnosis sendiri berdasarkan informasi yang Ia dapat dari Internet. Padahal, diagnosis hanya boleh ditetapkan oleh tenaga medis profesional. Pasalnya, proses menuju diagnosis yang tepat sangatlah sulit.
Sesama dokter saja, bisa mengeluarkan diagnosis yang berbeda pada satu pasien. Apalagi kita yang tidak memiliki pengetahuan yang dalam soal itu?
Self Diagnosis Berbahaya
Kesalahan diagnosis sangat mungkin terjadi. Terutama karena pengetahuan yang minim dan prasangka yang bisa mengarah kemana saja. Kesalahan diagnosis tersebut bisa membuat kita salah menangani pula sakit yang kita alami. Penanganan yang salah bahkan sampai menggunakan obat tertentu dengan self diagnosis bisa membuat kesehatan semakin memburuk, baik kesehatan secara fisik maupun psikis. Alih – alih membuat keadaan menjadi lebih baik, self diagnosis malah membuat kita semakin tenggelam dalam rasa sakit.
Melabeli Diri Sendiri
Saat melakukan self diagnosis, otomatis kita akan memberi label pada diri sendiri. Kemudian berlanjut berprasangka buruk dan malah semakin terpuruk. Misalnya, melabeli diri kita sendiri ‘depresi’ karena beberapa gejala yang kita alami sama dengan apa yang tertulis di Internet. Kita pun langsung melabeli diri kita sendiri ‘depresi’. Bahkan sampai membeli obat anti depresi dan obat tidur sekaligus. Meresepkan obat itu sendiri dan meminumnya tanpa berkonsultasi dengan tenaga medis ahli. Salah – salah, hal tersebut akan ujmerusak syaraf otak bahkan mengganggu kesehatanmu secara keseluruhan.
Hindari Self Diagnosis
Memberi diagnosis pada diri kita sendiri, bisa menjadi boomerang. Kita bisa saja melakukan sesuatu karena keyakinan kita atas self diagnosis yang dilakukan, tetapi kenyatannya kita hanya melakukan sesuatu yang tidak memiliki pengaruh spesifik akan membantu keadaan kita. Lebih buruknya, malah akan membawa kekacauan lain pada diri sendiri. Semakin lama semakin berbahaya, dan pada saatnya keadaan semakin buruk penanganan sudah terlambat.
Membaca informasi dari internet sah saja selama tidak melampaui batas wajar. Tetapi, pendapat terkait suatu hal yang krusial apalagi terkait kesehatan mental maupun fisik, lebih baik langsung temui tenaga ahli. Karena diagnosis harus dilakukan dengan serangkaian test dan pertimbangan matang. Bukan hanya membaca semata.
Penulis: Verticallya Yuri
Editor: Puteri Redha Patria