
Oleh : Faza Rahim K.P
NEGERI PARA BEDEBAH
Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena diredam bah
Dari langit burung-burung kondor
Menjatuhkan bebatuan menyala-nyala
Universitas, ibarat miniatur saat bermasyarakat. Dari sinilah mahasiswa mengenal apa itu pemerintahan. Fakultas, boleh jadi merupakan pulau kecil yang seharusnya bisa mengayomi rakyat mereka. Kampus biru, merupakan negara yang semestinya dapat melindungi pulau mereka. Bagaimana dengan kampus biru? Sudahkah dapat merefleksikan negara yang baik dan sejahtera? Saya berani untuk bilang belum. Ya, mirip dengan membayar pajak, IKT (Infaq Kuliah Tetap) juga I-SKS (Infaq- Satuan Kredit Semester) adalah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh para rakyat, yang dalam kasus ini ialah mahasiswa. Dengan penuh harap, mahasiswa ingin agar apa yang mereka beri bisa setimpal dengan apa yang mereka dapat. Sayangnya, kenyataan selalu jauh dari ekspektasi yang dibayangkan. Ibarat sebuah negara tirani, rakyat semakin tercekik dengan birokrasi….
Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau menjadi kuli di negeri orang
Yang upahnya serapah dan bogem mentah
Buka mata dan lihat sekeliling. Betapa ngeri negeri kecil ini.. negeri yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai islami. Para awak berbaju biru membersihkan sampah, membersihkan meja sisa makan para penguasa (atau barangkali mengelap keringat mereka). Para awak gagah ini banting tulang untuk makan anak-istri dan keluarga. Para pedagang bayar mahal untuk sebuah lapak yang saat hari libur ditinggalkan umat. Kembang-kempis dada mereka memikirkan, “Aduh gimana ya.. saya tetep bayar, tapi yang beli dagangan saya juga gak ada..”. Mereka berjuang, berusaha bekerja halal, demi sebuah rupiah yang tak sebanding dengan energi juga hati yang mereka persembahkan.
Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan PEMILU menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedangkan rakyat hanya bisa pasrah
Tahukah kalian hal yang lucu di negeri ini? Adalah masa dimana rakyat menuju proses untuk merdeka (fisik dan pikiran), juga menjadi masyarakat madani yang peduli akan nasib negaranya, pemerintah justru marah dan mengapatiskan diri mereka. Menutup mata, hati dan telinga. Pada akhirnya, rakyat hanya bisa pasrah dan rela.. membiarkan mereka semakin tersiksa dengan sistem yang sama sekali tak memperdulikan unsur kemanusiaan. Sedih pun tak ada gunanya bukan? Mengadu.. pada siapa?
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya
Bahu membahu rakyat menyuarakan suara mereka, menagih hak dari kewajiban-kewajiban yang sudah mereka penuhi. Membebaskan nalar mereka untuk tetap bisa membedakan mana hitam dan mana putih yang semakin kesini semakin saru. Berusaha membebaskan pikiran demi sebuah kesamaan. Menagih kemanusiaan dari pemerintah negeri Kampus Biru.
Maka bila melihat negeri dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi, dengan demonstrasi,
dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan.
Segala aksi sudah dilakukan. Dari mulai diskusi dengan para pejabat, sampai demo ke gedung pemerintahan. Namun para orang-orang hebat ini tetap diam bergeming. Entah tertawa atau berpikir. Atau barangkali otak mereka kosong? Bisa jadi. Karena ketika sebuah negara dipimpin dengan orang-orang tak berhati nurani, beginilah jadinya.
Mari kita sekedar merenung dan menundukkan kepala, sebelum mentup tahun penuh perjuangan.
Puisi Oleh : Adhie M Massardi