Ilustrasi rekomendasi film jurnalistik. (Ifsani/SM)
Jika film Home Alone selalu ditayangkan saat liburan akhir tahun tiba. Maka bertepatan dengan Hari Pers Nasional yang jatuh setiap pada 9 Februari, Suara Mahasiswa merekomendasikan beberapa film-film mengenai dunia jurnalistik yang (perlu) Anda tonton. Beragam polemik timbul seperti jurnalis yang memalsukan fakta, fotografer perang, hingga kasus pencabulan anak yang
diangkat.
1. Shattered Glass (2003)
Film Shattered Glass mengisahkan tentang Stephen Glass (Hayden Christensen), jurnalis yang karirnya melejit setelah banyak karyanya tembus di koran-koran ternama. Sayangnya, ia harus jatuh memalukan setelah kasus plagiarisme dan banyak karyanya yang tidak faktual muncul di koran lain.
Glass bekerja sebagai jurnalis di koran The New Republic. Dirinya sempat dinobatkan menjadi jurnalis terbaik dan memiliki nama yang gemilang; mampu menulis berbagai berita menarik untuk koran tempat dia bekerja. Glass juga dikenal sebagai jurnalis yang memiliki kualitas pertanyaan luar biasa. Bahkan hasil beritanya akan secara eksklusif dimiliki olehnya pribadi. Hal ini karena banyak yang menganggap tidak akan ada yang bisa bertanya seperti apa yang dilakukan oleh Glass.
Namun, kasus mulai berdatangan saat Glass dipertanyakan soal beritanya yang menyudutkan beberapa pihak. Editornya, Michael Kelly (Hank Azaria) selalu mencoba melindungi Glass, terutama dari tekanan pihak pemimpin yaitu David Keene yang terus mempertanyakan kualitas tulisan Glass. Glass mengakui melakukan satu kesalahan dari tulisannya, tetapi tidak berarti seluruh beritanya adalah kesalahan.
Film ini membuktikan, jangan sesekali seorang jurnalis memalsukan fakta. Namun decak kagum dilimpahkan pada Glass, karena ia mampu menangkap segala hal disekitarnya, menjadi sebuah hal yang sangat menarik. Glass menempatkan dirinya menjadi terlibat, dan bercerita pada semua tulisannya.
2. The Bang-Bang Club (2010)
Bermula pada sebuah perjumpaan antara Kevin (Taylor Kitsch) dengan Greg Marinovich (Ryan Philippe) pada sebuah kejadian pembunuhan yang mereka sedang ambil gambarnya. Pertemuan singkat itu ternyata membawa persahabatan antara Kevin dan Greg yang sama-sama fotografer perang, bedanya ketika itu Greg masih jadi fotografer lepas yang tak bertuan sedangkan Kevin adalah fotografer sebuah media cetak.
Cerita serunya sudah dimulai ketika ternyata setelah kejadian pembunuhan tadi, Greg memiliki rasa penasaran yang besar untuk mengambil gambar lebih banyak lagi. Latar dari film ini dikisahkan ketika Afrika Selatan masih dibayangi politik Apartheid. Terjadi perang terselubung yang dikobarkan oleh pemerintah yang berkuasa untuk mengadu domba rakyat di sana. Nelson Mandela, yang sedang berjuang mengenyahkan Apartheid di negerinya mendapat perlawanan dari bangsanya (Afrika) sendiri. Mereka adalah Inkatha, milisi sipil Zulu yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah sebagai kontra revolusi Mandela. Saat itu Mandela mendirikan partai ANC (African National Congress) sebagai kendaraan politiknya. Kejadian pembunuhan tadi dilakukan oleh Inkatha kepada seseorang yang diduga pendukung ANC.
Film ini juga menggambarkan kondisi psikis para fotografer perang. Hasil bidikan yang kebanyakan berupa gambaran kekerasan ternyata mengganggu mental mereka dalam bekerja. Mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka sesungguhnya
hanya mengeksploitasi penderitaan orang-orang. Digambarkan ketika suatu saat Kevin Carter merasa cukup depresi dengan keadaan sekelilingnya di Afrika Selatan, di mana pada saat itu ia juga sudah tidak menghasilkan foto-foto bagus lagi. Ia pun memutuskan untuk pergi ke Sudan. Namun hal yang sama ia temui di sana: penderitaan. Di Sudan, Kevin berhasil mendapatkan foto fenomenal yang telah saya tampilkan di awal, yang kemudian dari foto itu ia kembali “Jaya”.
3. Nightcrawler (2014)
Nightcrawler menceritakan tentang Lou Bloom (Jake Gyllenhaal), seorang kameramen lepas yang merekam video kriminal di kehidupan malam Los Angeles kemudian menjualnya ke stasiun televisi. Memulai karir sebagai seorang pencuri kecil-kecilan, saat perjalanan pulang ke rumahnya, Lou bertemu dengan seorang kameramen lepas (Bill Paxton) yang menangkap gambar mengenai sebuah kecelakaan mobil dan menjual video tersebut kepada pembeli dengan penawaran tertinggi. Sebagai pengangguran, Lou melihat ini sebagai peluang yang bagus. Bermodal hasil penjualan dari sepeda yang dicurinya, Lou membeli sebuah camcorder
dan scanner polisi. Ambisi dan dedikasinya yang kuat mengantarkan Lou dengan kesuksesan di dunia videografi kriminal.
Kemudian, Nina Romina (Rene Russo) seorang produser televisi, pembeli utama video Lou yang rela melakukan segala hal demi rating. Waktu mengalami masa sulit, saat itulah Lou dan Nina terpancing untuk melakukan hal-hal yang lebih nekat. Demi komposisi visual yang menarik, Lou rela berpacu dengan polisi agar duluan sampai di TKP untuk melakukan rekondisi kejadian. hal ini menunjukkan awak media bisa melakukan hal-hal nekat yang terkadang melanggar hukum demi mendapatkan berita.
Nightcrawler adalah sindiran vulgar terhadap sisi gelap media dan jurnalistik. Demi rating, hal-hal berani apa yang bisa dilakukan oleh jurnalis demi mendapatkan berita yang menarik. Lalu ada juga satire tentang kapitalisme yang diwakili dengan keberadaan Riz Carey dan tipikal audiens zaman sekarang yang suka berita berdarah. “If it bleeds, it is leads” adalah moto Nightcrawler yang tak hanya menunjukkan antusiasme mencari berita, namun juga pengorbanan yang harus dilakukan demi kepuasan penonton.
4. Spotlight (2015)
Spotlight adalah film kisah nyata tentang pengungkapan kasus pencabulan oleh pastor yang telah berlangsung bertahun-tahun. Spotlight, tim redaksi dari harian Boston Globes. Pada film ini, ditampilkan bagaimana Spotlight mencari bukti kasus pencabulan tersebut. Bukti yang dicari berupa dokumen kasus, wawancara dengan korban, pengacara, pengadilan, dan pastornya sendiri.
Kasus pertama mengundang Phil Saviano (korban), ke tempat The Boston Globe. Phil mengaku ada 13 pastor yang terlibat dalam pelecehan seksual di Boston. Penuturan Phil selaku korban, ketika kecil dia disuruh oral seks oleh pastor karena pada waktu itu Phil menganggap bahwa pastor adalah sesuatu yang agung sebagai penyelamat bagi dirinya. Namun pastor telah melakukan pelecehan seksual secara fisik dan spritual. Para pastur telah merampok keimanannya demi kepuasan nafsu semata.
Film ini menjadi penting. Tidak hanya karena mengangkat isu yang krusial di masanya, namun juga melihat bagaimana McCarthy menuturkan tragedi ini dari sisi jurnalis secara profesional dan konsisten. Tentu, film ini tetap memberi dampak emosional pada penonton.
Nah, itu tadi rekomendasi dari Suara Mahasiswa buat kalian yang ingin tahu betapa krusialnya dunia jurnalistik lewat sebuah film. Sekali lagi, Selamat Memperingati Hari Pers Nasional! (Fadhila Nur Rizky/SM)