Foto: Illustrasi
Suaramahasiswa.info – Tepat pada Sabtu 30 Maret 2019, diperingati sebagai hari film nasional. Sejak tahun 1950, sejarah panjang perfilman sudah bergulir, saat film Darah & Doa (Long March of Siliwangi) yang disutradarai oleh Usmar Ismail tayang. Saat itu film lokal ini identik karena mengusung ciri Indonesia. Namun, jejak perfilman nasional mulai mengalami titik-titik krisis; dimulai dari produksi pertama di era penjajahan, pasca kemerdekaan, hingga menjelang era reformasi tahun 2000-an.
Sampai kini industri perfilman di Indonesia stagnan naik dan turun. Layaknya sebuah peribahasa “Hidup segan mati tak mau”. Maka itu, menurut Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Askurifai Baksin ada beberapa poin penting demi mewujudkan kemajuan perfilman di Indonesia. Selain ditunjang dari aspek domain bisnis yang jelas, dan apresiasi terhadap film, faktor sumber daya tak kalah penting diperhatikan lho.
“Sumber daya manusia kita sedang menuju profesional di bidang film. Kalo dulu itu cenderung film identik dengan IKJ (Institut Kesenian Jakarta), sekarang seperti ISBI bisa menuju ke sana karena ada fakultas film dan televisi. Intinya sdm kita sudah menuju ke arah sana dengan berbagai upaya artinya perjaringan atau produksi sdm di bidang film cenderung lebih variatif dibandingkan zaman dulu,” ucap Dosen Pengampu Mata Kuliah Jurnalisme Film tersebut.
Askurifai menuturkan, rata-rata warga Indonesia akan mencari film yang sedang nge-trend. Untuk saat ini, kata Askurifai, film bergenre action masih menjadi target bagi para film maker. Setelahnya, disusul oleh horror, dan terakhir komedi. Meski begitu, dibandingkan dengan genre lain, ia melihat film horror masih mendominasi untuk film Indonesia. “Rata-rata masyarakat kita hidup di penuhi dengan mitos, sehingga mitos dan legenda itu yang akan menjadi bumbu dari film horror. Untuk film genre action di Indonesia masih belum terlalu menonjol karena dari aspek teknikal.”
Dalam menyambut hari film nasional yang jatuh hari ini, mahasiswa Unisba turut angka bicara. Mahasiswa Fakultas Dakwah 2017, Nadya Zulfa menjelaskan makin ke sini film Indonesia mulai berkembang. Ia beralasan menyukai film Indonesia saat ini karena kemajuan teknologi juga pesan yang didapat dari tiap adegannya.
“Tidak hanya dari segi teknologinya saja yang semakin canggih dan mendukung. Tetapi dari segi cerita pun ada beberapa film yang sangat bagus untuk di tonton. Selain itu, bisa menambah daya imajinasi otak dan banyak film yang bisa menginspirasi orang-orang,” ucap mahasiswi yang menyukai film bergenre romantis dan komedi ini.
Pada dasarnya manusia menonton film seperti mencarikan kebutuhan. Selain hiburan yang menjadi salah satu fungsinya dari film, maka perfilman harus pula mengandung nilai informasi yang dijual juga bisnis. Momentum hari film ini tentunya berbagai elemen dapat bersama-sama meningkatkan kualitas perfilman Indonesia dengan baik agar dikenal hingga mancanegara.
Reporter: Suci Pebrianti/SM
Penulis: Suci Pebrianti/SM