
kebebasan berekspresi dalam seni lukis dengan mengangkat isu sosial. (Ilustrasi: Nurazizah Ayukusumah/Job).
Suaramahasiswa.info, Unisba- Setiap sapuan kuas dan warna-warni lukisan di kanvas sering kali menyimpan pesan dan kritik yang mendalam. Seni bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga menjadi sarana untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran yang terpendam.
Yos Suprapto, seorang seniman asal Yogyakarta, baru-baru ini menjadi sorotan setelah karyanya diturunkan dalam sebuah pameran tunggal bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” di Galeri Nasional Indonesia. Dalam pameran yang menampilkan 37 lukisan, lima karya di antaranya memicu kontroversi karena dinilai tidak selaras dengan tema dan mengandung kritik terhadap pemerintahan, terutama Presiden ke-7, Joko Widodo.
Beberapa karya Yos Suprapto yang menuai kontroversi ini berjudul “Konoha I,” “Konoha II,” “Niscaya,” “Makan Malam,” dan “2019.” Kontroversi ini menyebabkan pameran tunggal Yos terpaksa dibatalkan. Dalam pernyataan resminya, pihak Galeri Nasional Indonesia menyebutkan bahwa penundaan pameran tersebut disebabkan oleh kendala teknis yang tidak terhindarkan. Situasi ini memunculkan berbagai tanggapan, mulai dari dukungan terhadap kebebasan berekspresi hingga kritik yang menilai karya-karya tersebut tidak pantas.
Perbedaan pandangan mengenai narasi dan tema pameran antara Yos dan pihak kurator menjadi pemicu pembatalan pameran lukisan tunggalnya. Selain itu, karya-karyanya dinilai terlalu vulgar, sehingga mengakibatkan banyak kontroversi dan protes terhadap pembredelan pameran tersebut.
Yos sendiri menilai sudah seharusnya seniman mengusung isu-isu sosial yang tengah terjadi di sekitarnya, dengan terjadinya pembredelan ini Yos Suprapto dikabarkan mengundurkan diri secara resmi dari pameran tersebut. Menurut pihak galeri, pengunduran diri ini adalah keputusan pribadi seniman tanpa tekanan dari pihak manapun.
Seni sendiri merupakan suatu ekspresi dari seorang seniman. Maka dari itu, seniman perlu mengejawantahkan ekspresinya secara bebas untuk menciptakan karya yang lebih bermakna. Dengan kebebasan ini, mereka dapat mengeksplorasi ide dan menyuarakan pandangan mereka tanpa rasa takut.
Dalam karya seni, kebebasan berekspresi seringkali menjadi sebuah tantangan dan sumber kontroversi, terutama jika karya seni tersebut menyangkut sosial, politik dan dianggap menyinggung pihak tertentu. Pemerintah, individu, atau kelompok dengan kepentingan tertentu mungkin tidak sepakat dengan apa yang disampaikan oleh seniman melalui karyanya dan berujung pada penyensoran dan pelarangan.
Kebebasan berekspresi dalam seni memberi peluang bagi seniman untuk menyampaikan ide dan emosi mereka, termasuk melalui karya seperti lukisan. Hal ini juga dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (2) dan (3), yang mengatur hak berpendapat dan kebebasan berekspresi.
Karya Yos yang memicu perdebatan dan menggugah pemikiran menunjukkan betapa pentingnya kebebasan berekspresi sebagai pilar utama demokrasi. Meskipun kebebasan berekspresi dijamin oleh konstitusi, seorang seniman tetap harus mematuhi batasan tertentu. Kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan bagian tak terpisahkan dari demokrasi.
Pembredelan karya Yos merupakan tindakan bertentangan dengan demokrasi. Hal tersebut karena kebebasan berekspresi seharusnya memungkinkan seseorang untuk mengungkapkan pendapat, ide, dan keyakinan mereka tanpa rasa takut akan pembalasan atau hukuman.
Penulis: Nurazizah Ayukusumah/Job
Editor: Linda Puji Yanti/SM