Suaramahasiswa.info, Unisba- Perpaduan antara unsur musik Melayu, Arab, dan India yang berkembang pada tahun 1950 hingga 1960-an menjadi cikal bakal aliran musik baru yaitu dangdut. Penamaan itu datang dari bunyi alat musik tabla yang sering digunakan sebagai alat musik pengiringnya.
Jenis musik ini mudah ditemui di berbagai acara seperti nikahan hingga peresmian tertentu. Liriknya yang dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat dinikmati banyak orang seakan dangdut menjadi “musik pemersatu bangsa”.
Berkembangnya Musik Dangdut
Lalu secara perlahan, istilah dangdut lahir dan mulai dikenal luas oleh publik pada tahun 1970-an. Banyaknya konser-konser dangdut di dalam maupun luar negeri serta penjualan kaset yang semakin laris membuat musik dangdut berhasil menguasai pasar musik Indonesia.
Pada awalnya musik dangdut hanya membahas kisah percintaan, namun semakin lama terus berkembang hingga membahas isu sosial dengan kritis. Hingga pemerintah sempat melarang dangdut disiarkan di radio dan televisi Indonesia.
Masuk era 2000-an, dangdut mengalami banyak perubahan akibat kejenuhan dari musik dangdut yang orisinal. Lalu munculah para musisi di wilayah Jawa Timur mengembangkan musik dangdut baru yang sering disebut dengan Dangdut Koplo.
Stigma yang Melekat
Meskipun telah berkembang dan mendapat pengakuan internasional, dangdut seringkali dihadapkan pada stigma negatif. Liriknya yang dekat dengan keseharian sebagian besar masyarakat Indonesia dan mayoritas penggemarnya datang dari kalangan kelas bawah, musik dangdut pun dicap “kampungan”.
Bukan hanya itu, istilah musik dangdut cukup melekat dengan dua istilah lainnya yaitu biduan dan saweran. Biduan dengan jogetan erotis dan saweran dari para lelaki menjadi hal yang ada di bayangan sebagian orang jika mendengar kata dangdut.
Adalah band Pasukan Perang dan Saripohatji yang bertekad ingin mengubah stigma tersebut. Radi Tajul Arifin sang gitaris Pasukan Perang ungkap bahwa mereka lahir bersama tujuan itu dan dengan pengemasan yang baru; lebih menyoroti anak muda.
“Kita tuh pengen ngasih bahan hiburan aja dengan menghilangkan image sensualitas genre dangdut kan kalo rata-rata di daerah ngomongin dangdut, pasti joget mabok gelut gitu,” ujar Radi.
Menjadi Tren di Mahasiswa
Para mahasiswa zaman Orba, menggunakan dangdut sebagai sebuah perlawanan samar terhadap keresahan politik, ekonomi, dan kebebasan yang dikekang. Kini, dangdut lebih dinikmati mahasiswa sebagai hiburan.
Eksistensi musik dangdut zaman sekarang diakui semakin keren oleh Muchamad Djidan Suhardiansyah pemegang instrumen perkusi Saripohatji. Menurutnya lagu dangdut bisa mempersatukan mahasiswa sekalipun terdapat perbedaan kegemaran genre. Tiap musik dangdut yang dinyanyikan tetap saja akan membuat semuanya berjoget.
“Makanya lagu dangdut tuh emang bisa mempersatukan, sih, kalo dangdut tuh mereka bisa ngeblend, bisa joget bareng,” kata Djidan.
Saripohatji yang lahir pada 11 September 2018, dibentuk sejak mereka masih menjadi mahasiswa. Berawal dari latar belakang kegemaran genre yang berbeda membuat saripohatji mencari genre yang bisa mencakup semuanya, lalu ditetapkanlah dangdut.
Ketenaran musik dangdut di kalangan mahasiswa juga sudah terendus sejak sebelas tahun lalu oleh band Pasukan Perang yang awalnya bernama Partai Dangdut Anak Muda (PDAM). Bermula dari perbincangan teman angkatan, tongkrongan serta kosan yang membuahkan ide untuk membuat band ini, dengan genre dangdut yang sebelumnya mereka hanya cover-cover lagu saja.
Pemilihan genre dangdut ini karena menurut mereka bisa membuat semua orang merasa senang dan mempunyai hasrat ingin berjoget ketika mendengarkannya. Walaupun lirik yang diangkat tentang kesedihan ataupun kejahatan, tidak berpengaruh.
Di samping itu, Radi mengatakan bahwa sulit menghilangkan eksistensi musik dangdut di kalangan mahasiswa. Kegemaran mahasiswa dalam dangdut menurut Radi terbagi menjadi tiga jenis, ada yang menyukai musik dangdut asli tanpa di oplos, lalu ada juga penyuka dangdut koplo, serta orkes.
“Memang eksistensi lagu dangdut itu susah untuk mati, jangankan di kalangan mahasiswa, di masyarakat pun nilai apresiasi nya cukup bagus. Tapi mungkin kalo di mahasiswa jadi kebagi bagi ya, kaya ada yang sukanya pure dangdut, yang dangdutnya koplo dan ada juga yang orkes,” ucapnya.
Tren dangdut yang meningkat di kalangan mahasiswa tidak bisa lepas dari adanya berbagai penyesuaian dari penyanyi sendiri. Seperti Saripohatji dan Pasukan Perang yang memadukan dangdut dengan alat musik modern.
Reporter: Linda Puji Yanti/SM
Penulis: Sopia Nopita/SM
Redaktur: Syifa Khoirunnisa/SM