Oleh : Desyane Putri/SM
Bisa diibaratkan, masyarakat Indonesia saat ini sedang menjelma menjadi permainan tarik tambang. Mengapa? Kita ditarik paksa oleh dua kubu yang memaksa kita masuk ke dalam zona mereka. Diperebutkan seakan tak memberi jeda untuk kita bernafas lega. Kedua kutub saling menarik dengan penuh emosi, berusaha menjatuhkan kutub lawan. Anggap saja keduanya adalah kutub positif yang memang tak akan saling menarik, namun saling menolak.
Dua kubu tak ragu untuk saling serang, meskipun terkadang dengan cara underground. Sayangnya, dalam hal ini masyarakat sering menjadi korban. Misalnya, saat bentrokan yang terjadi antara pendukung Jokowi-JK dengan Prabowo-Hatta di Yogyakarta pada 24 Juni 2014 lalu. Belum lagi bentrokan yang terjadi saat perayaan ulang tahun pertama Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) di Bundaran HI pada 15 Juni 2014. Sungguh kasihan, namun nyata terjadi.
Kampanye tak henti digencarkan. Melepaskan massa pendukung untuk turun ke jalan, bentangan kain yang dipenuhi dengan gambar wajah calon presiden, lembaran kertas bertuliskan permintaan dukungan yang ditancapkan di pohon, hingga memanfaatkan sisi musikalitas dari para musisi. Nampaknya segala cara telah dilakukan untuk mencari dukungan. Tapi yang masih saya yakini adalah, semua itu akan sia-sia jika bukti nyata tidak dapat ditunjukkan.
Ini memang persaingan, ada yang menang dan ada yang kalah. Wajar jika kedua peserta perlombaan berusaha untuk menjadi jawara. Namun pertanyaannya adalah, apakah mereka benar-benar memiliki jiwa pemenang? Ataukah hanya sekedar dapat mengeja kata ‘pemenang’? Apakah kita sebagai objek yang telah “ditarik” dapat mereka regangkan kembali? Atau malah dijatuhkan ke tanah layaknya sebuah tambang dalam permainan tarik tambang, sedangkan sang pemenang ramai bersorak-sorai?
Kedua calon yang akan melenggang pada tanggal 9 Juli itu tentu telah memiliki visi misi hebat yang mungkin atau pasti akan membuat Indonesia menjadi lebih baik. Segala kekurangan dan kelebihan mereka, silahkan jadikan bahan pertimbangan. Indonesia adalah negara kaya yang sedang berkembang. Mari kita jadikan pesta demokrasi ini sebagai ajang untuk membuat Ibu Pertiwi menjadi lebih baik. Jangan lagi dipenuhi dengan sesaknya emosi dari para komentator. Siapapun pemimpin negeri ini dalam lima tahun kedepan, tentu akan memberi nafas baru bagi kita semua. Ya, nikmatilah.
Biarkanlah mereka menggencarkan segala taktik politiknya, itu sudah menjadi tradisi atau bahkan kewajiban. Yang menjadi tugas kita adalah awasi, cermati, dan tentukan pilihan. Berpikir dan bertindaklah secara cerdas, kedepankan pemikiran kritis dan kesampingkan emosi. Kita bukanlah seekor domba yang bisa diadu. Mari berpesta dan berdemokrasi dalam menyambut lahirnya sang pemimpin baru. Rayakanlah!