Illustrasi Mahasiswa Orasi. (Ifsani/SM)
Suaramahasiswa.info – Aksi demonstrasi sepanjang pekan ini, mengingatkan kita pada kenangan era reformasi 98’. Pergerakan ribuan mahasiswa yang bukan hanya masif, tapi muncul di tiap titik daerah Indonesia. Setiap mulut yang meneriakkan beberapa tuntutan mengenai rencana Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Revisi Undang-Undang (RUU) Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Isu Lingkungan, sampai Kriminalisasi Aktivis.
Perlawanan demi perlawanan yang ditunjukkan mahasiswa, menciptakan suasana yang berakhir ricuh. Terdapat banyak korban yang mengalami luka-luka, bahkan kabar terkini Tiga orang dinyatakan gugur meninggal dunia. Semakin bertambahnya jumlah korban, malah membuat kedua pihak saling tuduh-menuduh.
Dikutip dari Kompasiana.com, kegiatan berdemonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat dimuka umum, dan pelaksanaan nya dijamin oleh undang-undang dan terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 UU No 9 Tahun 1998. Dalam undang-undang inilah, pelaksanaan demonstrasi diatur dengan cukup informatif.
Meskipun kegiatan demonstrasi dilindungi dalam UU negara Indonesia, terlintas dalam benak bagaimana pandangan Islam melihat kegiatan demonstrasi?
Jika kita bersedia melihat ke belakang, selepas Rasulullah wafat kepemimpinan umat Islam diwariskan kepada sahabat pada kala itu. Ketika muncul permasalahan tatanan sosial Rasul dapat menyelesaikan atas petunjuk Allah lewat wahyu yang diturunkan berupa ayat alquran dan hadis.
Berbeda dengan masa kepemimpinan khalifah, dimana banyak kebijakan yang mendapati protes dari masyarakat saat itu. Walaupun protes yang dilakukan masih sesuai dengan petunjuk agama, namun ada saja yang melakukan dengan kekerasan. Terbukti kasus Khalifah Usman Bin Affan yang bermula dari tersebarnya isu-isu kejelekan beliau, sehingga terjadilah beberapa aksi protes sampai terbunuhnya ia.
Demonstrasi dalam Pandangan Islam
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghilangkan kemudaratan itu lebih didahulukan daripada mengambil sebuah kemaslahatan.”
Berikut bunyi dari kaidah fiqih yang bernada menghindari kemudaratan harus lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan. Walaupun istilah demonstrasi dalam islam sebetulnya tidak ada larangan yang begitu jelas, namun dalam bahasa agama demonstrasi merupakan salah satu cara dalam melakukan amr maruf nahi mungkar. Artinya menyeru kepada yang baik dan mencegah kepada kemungkaran.
Walaupun demonstrasi diperbolehkan, terdapat beberapa persyaratan ketika demonstrasi tersebut berlangsung. Diantaranya tidak boleh anarkis seperti merusak fasilitas umum, kemudian tidak boleh mencelakakan diri sendiri maupun orang lain.
Maka dari itu hukum dapat berubah jika suatu demonstrasi yang dilakukan, menghasilkan sesuatu yang merugikan. Sehingga penting untuk memahami tujuan aksi dengan mempersiapkan materi dan metode supaya dapat tersampaikan dengan baik.
Menilik dengan Bijak Kegiatan Demonstrasi
Melihat kaum mahasiswa yang bergerak disetiap sudut kota, menyeka keringat dengan semangat perjuangan. Tak jarang ditemukan juga masyarakat sipil yang mengikuti kegiatan demonstrasi. Menyaksikan gelagat seperti itu, penting bagi kita bersikap bijak dalam menyikapi demonstrasi.
Menurut salah satu dosen PAI Fakultas Hukum Faiz Mufidi, penting menyikapi demonstrasi dengan baik. Pertama, kita harus tahu betul apa-apa yang sedang diperjuangkan, dengan mempelajari atau menganalisis materi yang diajukan. Kedua, dalam suasana demonstrasi harus ada pemimpin yang dapat mengatur kondisi dengan bijak. Ketiga, seperti yang dipaparkan diatas bahwa demonstrasi tidak boleh dilakukan secara anarkis, supaya tidak menjadi kemudaratan.
“Karena kemarin mahasiswa sangat emosional jadi dalam menghindari kemudaratan nya kurang diperhatikan. Maka yang harus difokuskan untuk aksi kedepannya, bagaimana kita tetap dapat maslahat dan menghindari kemudaratan” Ucapnya.
Penulis: Eriza Reziana
Editor: Puteri Redha Patria