She’s a scented magazine
Looking sharp and living clean
Living well and dressed to kill
But she looks like hell to me
(Fashion Victim – Green Day)
Dewasa ini, sulit bagi kita untuk menghindari beragam suguhan dari peradaban modern. Muda-mudi disibukkan dengan segala hal yang menjadi trend masa kini. Cek instragram, cek twitter, cek path dan lainnya seakan menjadi rutinitas tiap hari, hanya untuk tahu apa saja yang lagi hits – tempat makan mana yang wajib dikunjungi bulan ini, sudut Bandung mana yang bagus buat selfie, bahkan baju apa yang banyak di pajang di online shop. Lagi-lagi trend membuat kita kesulitan untuk berpikir logis tentang akibatnya, khususnya dalam dunia mode yang paling rentan dengan kehidupan sosial kita.
Berbicara mengenai mode, penggalan lirik dari Green Day di atas menggambarkan tentang seorang fashion victim a.k.a korban mode yang rela melakukan apa saja demi dibilang kece dan “stylish”. Segala sesuatu yang baru menempel di tubuh bak model papan atas yang berlenggak-lenggok dipapan seluncur, eh maksudnya di panggung cat walk. Tapi disini saya tidak akan memaparkan model-model terkini atau deretan merk ternama, melainkan tentang “fashion victim” dalam arti sesungguhnya. Yaps, di sisi lain ada bahaya dari trend mode yang merugikan diri sendiri.
Pertengahan Juni lalu media massa kita dikejutkan dengan kisah tragis perempuan 35 tahun asal Australia yang pingsan karena memakai celana jeans yang terlalu ketat, ia mengalami pembengkakan pada otot-otot betisnya. Dilansir dari BBC News, kondisi tersebut merupakan compartment syndrome atau dalam Bahasa Indonesia disebut sindroma kompartemen. Jadi, supaya tidak terjadi kejadian yang sama mending kita pake baju yang aman-aman saja. “Tapi kan celana pensil (jeans ketat) lagi hits banget tuh?” (yeelaah mau pensil, pulpen, spidol kek, intinya apa lho gak sayang sama diri sendiri).
Adalagi nih rok mini kerap membuat para kaum adam enggak fokus. Dapat dikatakan juga salah satu penyebab para korban mode berada dalam zona bahaya. Sudah jelas, rok mini dapat mengundang kejahatan seksualitas bagi siapapun yang memakainya. Doi yang memakai stelan ala cheerleader ini pemicu utama para pelaku kriminal. Lebih baik pikirkan lagi deh.
Penulis Fashionably Fatal, Summer Streves menyebutkan bahwa itu bukan kali pertamanya seseorang menjadi korban tren gaya yang mengandung bahaya, bahkan sejak zaman batu.
“Ketika fashion mencapai titik ekstrem, saya menyebutnya sebagai kesombongan yang gila,” tambahnya – bbc.com
Krisis penampilan memang sedang terjadi dan akan terus terjadi seiring berkembangnya peradaban. Segala perombakan diri dilakukan demi memikat sang pujaan, #awwft – sulam bibir, sulam alis, bedah sini, bedah situ tak segan dilakukan oleh para pesolek tanpa menghiraukan akibat yang akan terjadi. Hilangnya kepercayaan diri membuat mereka melakukan cara ekstrim demi menunjang penampilannya. Survei yang dipublikasikan majalah Girfriend Australia mengungkap, sebanyak 54 persen perempuan usia 13-20 tahun sengaja mengurangi asupan makanan demi mendapatkan tubuh impian. Dan, 96 persen mengatakan ingin mengubah bentuk tubuh, jika bisa.
Kemajuan teknologi, khususnya online juga memicu para fashion victim untuk melakukan hal-hal tersebut. Perlu diingat kita semua yang dilakukan oleh mereka merupakan bentuk kepuasan diri, karena secara harfiah wanita itu adalah para korban mode. Kalian cantik! (Nita/SM)