Oleh : Nindy Novrinawati
Waktu itu aku duduk di paling depan
Melihat matamu yang terpejam
Menyanyikan sebuah kenangan
Hingga lagu itu selalu menjadi kerinduan
Rahasia Tuhan sedang terjadi di antara kita
Ada banyak muntahan kata di dalam ingatan
Nama yang sama lagi, masih berirama
Dia yang mungkin menilaiku bagaikan dekapan
Yang justru selalu aku dekap dalam kerinduan
Aku adalah seorang pengarah haluan
Pikiranku membisikan aku rindu, tapi Ia membelaiku untuk hal berbeda
Rahasia Tuhan, nama itu untuk mengisi kekosongan
Ini sebagai jawaban sementara karena tak berani menerima
Ada kemungkinan Ia tahu atau tak ingin percaya
Lalu menjalaninya saja sebagai kedewasaan
Diam-diam pun aku selalu takut dan ingin Ia mengetahuinya
Ini sebagai alasan sementara karena tak berani berubah
Simbolik pasti menjadi sebuah kalimat suatu saat
Untuk itu aku mempersiapkan pembelaan
Harapan demi harapan digambarkan pula sebagai pembelaan
Entah lautan sedalam apa yang menjadi tepi sungai kita
Rahasia Tuhan masih terjadi di antaranya
Merindukanmu semoga saja bukan lautan
Aku merasa kau menemukan yang tak dilihat lainnya
Namun, mungkinkah pembelaan itu dirasakan oleh raga
Jujur dari mulutmu yang mengawali kerinduan
Suaramu saja kini dapat menimbulkan suatu kelegaan
Aku mengenalmu, aku memilikimu sebagai perasaan
Itu juga yang diberikan padaku dan menjadi pembelaan