Sumber Foto: Net
Sial, kepala saya pusing. Apalagi membaca tulisan-tulisan Eka Kurniawan, yang pada bab awal, kental sekali dengan cerpenis legendaris Anton Chekov.
Mengetahui seorang pria dalam cerita fiksi, Margio, membunuh tetangganya dengan gigi sudah membuat saya berpikir pengarang ini gila. Lebih gila lagi, Eka menyatukan unsur mistik macam harimau jadi-jadian dalam karya sastranya.
Pembunuhnya, Margio yang kesurupan harimau, ditangkap. Setelah itu satu desa tercengang: manusia pemurung macam Margio, melakukan hal yang demikian. Pemilihan Eka yang singkat, lugas dan berirama –mengingatkan saya kepada Pram, membuat banyak penulis Indonesia yang iri kepadanya.
Namun gejolak adrenalin yang saya dapatkan pada bab awal, malah kendur ketika menuju bab-bab pertengahan. Memang tidak baik membanding-bandingkan buku, namun saya kira ‘Harimau’ Eka, masih kalah jauh dengan ‘Harimau’ milik Mochtar.
Mochtar Lubis pernah membuat sebuah novel epik berjudul Harimau! Harimau! Pada tahun 1977; ide cerita yang mengalir, saling menopang satu sama lain, dan semakin menggigit di setiap lembar, membuat saya merinding.
Sedangkan ‘Harimau’ Eka kurang gahar adanya. Dengan ekspektasi berlebih terhadap lompatan ide yang abstrak, saya kira Eka akan mampu meramu Margio dan sang harimau, menjadi lebih hidup. Namun hingga saya menutup buku, gejolak yang saya rasakan di awal, malah memudar.
Buku tersebut bercerita tentang sebab-akibat dan problematika keluarga menjadi inti dari cerita tersebut. Anwar Sadat merupakan ‘selingkuhan’ ibu Margio, dan Margio membencinya musabab Anwar tidak mencintai ibunya.
Buku yang diterjemahkan ke dalam banyak bahasa ini, termasuk kedalam list penghargaan Man Booker Prize 2016. Membaca Eka, tentu tak akan bisa lepas dari seksualitas yang ditawarkannya. Penulis ini gila, sayang dalam buku ini, sebab-akibat yang ditawarkan Eka cenderung biasa saja. Tidak terlalu kompleks seperti Cantik Itu Luka. (Hasbi Ilman/SM)