
Aksi demonstrasi sedang long march dari Gedung DPRD setelah melakukan aksi demonstrasi tolak RUU TNI pada Kamis, (20/3). (Foto: Farhan Anfasa Hidayat/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba- Setelah disahkannya Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Kamis (20/3) pagi, puluhan masyarakat dari berbagai elemen melakukan aksi untuk memprotes pengesahan tersebut yang dinilai tidak melibatkan partisipasi rakyat. Aksi ini dilakukan di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat pada siang di hari yang sama.
Koordinator Lapangan (Korlap), Ainul Mardiah menjelaskan bahwa aksi ini diikuti oleh kalangan mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Islam Negeri (UIN), Universitas Islam Bandung (Unisba), dan lain-lain. Selain itu, masyarakat sipil lainnya juga ikut masuk kedalam barisan aksi.
Ainul melanjutkan, aksi kali ini membawa 13 tuntutan mulai dari cabut Rancangan Undang-Undang atas perubahan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI), lawan militerisme, kembalikan militer ke barak, bubarkan komando teritorial. Lalu, adili jenderal pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk Prabowo, tarik militer dari tanah Papua, hapuskan komponen cadangan, dan stop penggunaan buzzer oleh negara guna memecah belah rakyat.
Tuntutan lainnya yakni negara sumber masalah, olak dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), bubarkan pengadilan militer, Hentikan Pelibatan Aparat Bersenjata dalam Ruang sipil. Terakhir, tolak militerisme melalui pembangunan Komando Daerah Militer (KODAM) baru dan peningkatan anggaran militer kepolisian.
Selain itu, ia mengatakan bahwa pembentukan RUU tersebut terkesan terburu-buru disahkan dengan melegalkan segala cara agar tercapai tanpa campur tangan masyarakat serta perumusannya pun dilakukan secara tertutup. Hal ini menurutnya akan mengancam keberlangsungan demokrasi Indonesia.
“Kedepannya, ketika kita melihat konteks sejarah, militerisme itu tidak mustahil bagi mereka untuk masuk ke dalam ranah-ranah pendidikan dan dari situ pula setiap kritik, setiap suara kita akan semakin diancam dan semakin berantas, karena ada undang-undang-nya, dan mereka punya kekuasaan di sana. Ke depannya, dapat dipastikan organisasi yang mengkritik negara itu semakin tidak ada, semakin hancurlah negara ini,” ungkap Ainul saat diwawancarai pada Kamis, (20/03).
Di sisi lain, pengesahan RUU TNI juga dinilai mengkhianati reformasi dan berisiko terjadi penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, represifitas serta peristiwa Orde baru akan kembali hadir. Bahkan sebelum RUU tersebut disahkan saja sudah banyak perwira yang menempati jabatan sipil.
Setelah aksi ini selesai, agenda ke depannya akan mengadakan konsolidasi serta menghimpun massa untuk terus mengawal putusan. Sehingga, ia berharap RUU TNI agar segera dicabut dan TNI bekerja sesuai ranah yang seharusnya.
“Harapan kami undang-undang TNI ini segera dicabut, TNI mau tidak mau harus kembali ke barak untuk melaksanakan tugas utamanya.” ujar Ainul.
Salah satu massa aksi, Dewi ungkap alasannya mengikuti aksi ini karena sudah merasa lelah dengan kebijakan pemerintah, sehingga ia ingin membela kebenaran. Dewi pun berharap pemerintah harus dievaluasi.
“Kalau bisa Prabowo-Gibran mati, tapi itu terlalu, jadi kalau bisa direhabilitasi, evaluasi kembali pemerintah ini kalau bisa diganti orang-orangnya,” harap Dewi.
Selaras dengan Dewi, Alwi ungkap dirinya hadir di aksi ini karena ingin mengungkapkan kekecewaan atas transparansi pemerintah dalam mengesahkan UU TNI yang mengancam rakyat. Ia ingin RUU TNI yang sudah disahkan kembali dicabut.
“Semoga revisinya dicabut dan diadakan sesuai agenda reformasi TNI untuk sesuai dengan keinginan masyarakat,” jelasnya.
Reporter: Kelvin Rizqi Pratama/ Job
Penulis: Violetta Kahyang Lestari Fauzi/ Job
Editor: Sopia Nopita/ SM