Ketua KPID Jawa Barat, Dedeh Fardiah (kanan) berbicara mengenai pembatasan 17 lagu oleh KPID Jawa Barat di Kampus Unisba, Jalan Tamansari No. 1, Kota Bandung. (Puspa/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba – Sejak diterbitkannya Surat Edaran Nomor 480.215/KPID-Jabar/2019 tentang pembatasan siaran lagu-lagu berbahasa Inggris pada tanggal 26 Februari lalu menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Tidak sedikit yang berbenturan dengan surat edaran tersebut karena dianggap membatasi pemutaran 17 lagu yang mengandung lirik vulgar.
Tak lama setelah itu, beberapa media dalam negeri termasuk Tempo merilis kabar tersebut yang kemudian dikutip oleh Time. Lebih heboh lagi ketika selebritis manca negara seperti Bruno Mars bercuit di akun Twitter-nya mengenai surat edaran tersebut karena dua karyanya masuk ke dalam ke-17 lagu yang dibatasi.
“Dear Indonesia, I gave u the wholesome hits ‘Nothin On You’, ‘Just The Way You Are’, & ‘Treasure’. Don’t Lump me in with that sexual deviant.” kata Bruno lewat Twitter. Ia bermaksud jika beberapa lagu yang ia nyanyikan tidak selalu mengandung unsur sex dan ketiga lagu yang dimaksud itu adalah lagu yang bermakna sehat.
Kabar tersebut mulai merambah ke berbagai media sosial dan menuai berbagai tanggapan. Komentar kritik membangun maupun hanya cacian tak sedikit menanggapi surat edaran tersebut. Tak sedikit pula mahasiswa Unisba yang mengkritik kebijakan KPID tersebut, karena Ketua KPID Jawa Barat yang juga merupakan Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unisba.
Dengan tujuan menyatukan pendapat, BEM Fakultas Ilmu Komunikasi mengadakan diskusi yang melibatkan Dedeh Fardiah selaku Ketua KPID Jabar dan mahasiswa Unisba. Berikut beberapa poin yang disampaikan oleh Dedeh Fardiah mengenai surat edaran yang membatasi 17 lagu berbahasa Inggris.
Mekanisme Pembatasan Siaran
Sebelum siaran televisi maupun radio dibatasi, KPI memiliki mekanisme tersendiri, yakni;
- Pemantauan
Memantau lembaga-lembaga penyiaran sesuai dengan wewenangnya, misalnya KPID jabar memantau siaran yang ada di daerah Jawa Barat saja
- Penertiban
Mengunjungi daerah-daerah yang telah melakukan siaran dan mengambil hasil rekaman siaran yang nantinya akan dikaji
- Pengaduan
Dalam pengaduan, tidak akan langsung ditindak, karena harus ada follow up dari KPI Pusat dan sebaliknya sesuai dengan wewenangnya.
Pembatasan lagu ini merupakan pengaduan dari masyarakat. Masyarakat khawatir jika anak di bawah umur mendengarkan lagu-lagu yang vulgar berdampak pada kognisi anak.
“Jadi beberapa dampak itu misalnya, kecanduan dan dikhawatirkan secara kognisinya yang kemudian diresapi dan akan berperilaku bebas, itu yang dikhawatirkan oleh pengadu,” ujar Dedeh.
Seberapa penting Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)?
Peraturan ini sudah lama tidak diubah dan sedang digodok oleh DPR RI. Jika peraturan tersebut membuat masyarakan menjadi melek media dan masyarakat terlindungi tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika adanya pasal-pasal multi tafsir.
Pembatasan Lagu Lokal
Sempat mengeluarkan surat edaran yang sama pada 2016, tetapi merujuk ke lagu dalam negeri yang memiliki lirik vulgar, salah satunya lagu dangdut berjudul “Hamil Duluan”. Pencipta lagu itu pun menuntut KPI terkait pembatasan karyanya.
“Tahun 2016 pernah mengeluarkan hal yang sama dan bunyinya juga sama, tetapi tidak seramai sekarang. Waktu itu sampai pencipta lagunya mau nuntut karena tidak ingin lagunya dibatasi,” katanya.
Tekanan dan Teror Menghinggapi
Surat edaran tahun 2019 nampaknya membuat pihak KPID tidak mengira akan terhembus hingga manca negara. Ketika edaran ini muncul, sentiment masyarakat dikhawatirkan karena kesalahpahaman dalam menafsirkannnya.
Seketika keputusan ini viral, Dedeh mengalami terror oleh komentar-komentar yang dilontrarkan oleh netizen. Kata-kata non-kontekstual maupun binatang ia terima di media sosial pribadinya.
“Saya diteror dengan kata-kata binatang, di Lambeturah, di manapun dan banyak juga direct message dan followers saya juga jadi banyak, tapi isinya semua memaki saya.” (Ifsani/SM)