
Oleh: Hasbi Ilman Hakim
Siapakah yang berani menjatuhkan nama besar kekasihku, bintang yang paling gemerlap dalam semesta kelam, manusia yang paling terhormat sepanjang masa, Muhammad?
Ya, aku tahu, dalam hati kecilmu, kau pasti membenarkan seluruh quotes yang telah disampaikan oleh dirinya. Quotes yang beredar sepanjang zaman, hingga sampai di tahap akhir dari permainan bumi-bumian ini.
Aku ingin tahu, apakah kau setuju, jika fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan?
Aku dapat memastikan bahwa setiap darimu mengetahui firman itu. Dan aku dapat memastikan , bahwa setiap dari dirimu pasti akan gelisah jika salah satu ‘dirimu’ terfitnah. Seolah-olah, ‘dirimu’ lebih terbunuh dari orang-orang yang terbunuh dari medan perang, dan terjatuh kedalam lembah yang amat dalam.
Amat dalam..
**
Sebelumnya, aku akan mencoba berimajinasi menjadi diri mereka: Seorang berengsek yang menamakan dirinya kebebasan berekspresi. Hari itu hari rabu. Dan tetap seperti biasanya, aku tengah mencoba mengkritik sebuah hegemoni yang kusebut tirani melalui kartun-kartun satir yang sangatlah powerful untuk menjatuhkan hegemoni tersebut. Apalagi media tempat diriku bekerja merupakan media nasional yang setiap kali terbit menghasilkan 50.000 eksemplar. Wah, sangat enaks sekali, karena aku bisa menjelek-jelekan salah satu kaum yang paling aku benci.
Ya, seperti yang kau tahu. Aku sangatlah membenci Islam. Bagiku, Islam adalah satu-satunya paham yang sangat radikal. Menghalalkan pembunuhan? Agama manakah yang cukup bodoh mengatur hidup kaumnya agar menjadi pembunuh? Menggelikan. (Padahal aku hanya tahu sekilas dari teman-temanku, hebat bukan?)
Karena itu, aku, seorang kartunis di salah satu media itu, dan tentunya didukung oleh bosku yang sepaham denganku, membuat sindiran-sindiran satir yang membuat kaum primitif itu mengeluarkan sifat yang aku inginkan. Asal kau tahu, setiap manusia memiliki emosi dan amarah yang terpendam, dan karenanyalah, aku ingin mencitrakan kepada orang-orang di seluruh dunia, bahwa mereka adalah orang-orang pemarah. Apalagi, salah satu dari mereka terdapat orang-orang ekstremis.
Oh iya, namaku Setan. Dan tugasku memang seperti itu.
Beberapa masterpieceku telah dipublikasikan ke seluruh negeri dalam beberapa tahun ini. Dan beberapa karya diantaranya, aku mempermainkan nama seseorang yang paling tinggi derajatnya dalam paham primitif itu. Ya, namanya adalah Muhammad. Salah seorang manusia mulia yang dalam pandanganku sangatlah hina. Ah, mendengar namanya saja aku sudah muak, apalagi mengenal dirinya secara lebih mendalam melalui buku-buku yang telah kubakar itu. Hih, enggak lah yaw! Lebih baik aku ikut diskusi bersama teman-temanku, yang menjelek-jelekan nama dan kaumnya secara frontal.
Aku, dengan goresan tintaku yang tercinta, membuat dirinya telanjang seperti di pelem-pelem yang sering kutonton itu. Pelem yang menginspirasi dan sangat recommended bagi para pengikut setiaku yang tercinta. Begitupula dengan mudahnya aku membuat Qur’annya itu seolah tertembak oleh peluru dan menembus dirinya itu dengan sangat mudah. Selain kartun, aku juga menambahkan sebuah tulisan yang bersabda: “Le Coran C’est De La Merde” yang artinya adalah It’s a Qur’an of shit. Hahaha. Ya, hanya dalam kartunku, Muhammad bisa diperlakukan seperti itu.
Protes? Coba kau bela! Mata dibayar mata. Kartun dibayar kartun, atau setidaknya, karya. Berani?
Hingga akhirnya, orang-orang yang aku tahu bukan bagian dari kaum primitif itu , membunuhku dan sebelas rekan-rekanku di media satirku itu. Aku mati di hari itu. Tapi tenang saja, wahai pengikutku yang manis. Karena mati satu, aku akan tumbuh seribu, seratus ribu, bahkan milyaran ribu. Dan fitnah yang kutebarkan, akan perlahan menggerogoti nyawa para penganut paham primitif yang kubenci itu.
Terimakasih liberalisasi. Terimakasih hak asasi. Terimakasih Kebebasan berekspresi tanpa penerapan etika dan tanggung jawab yang baik. You Rock!
**
Bagaimana dengan sang pembunuh 12 buruh media tersebut?
Menurutku ia membuat kekeliruan yang besar. Bukan media itu yang ia tembak, melainkan masjid. Sebuah simbolisasi nama besar Islam, dan hampir membunuh pula nama besar kekasihku yang tercinta. Yang aku takutkan, Islamophobia semakin menyeruak ke atas tanah, dan penyakit itu, kemudian merebak dalam jiwa kita. Jiwa Seorang muslim.
Sangat lucu, bukan, Jika kita fobia terhadap ‘jantung’ kita sendiri? Hmm..
Ya Allah. Tuhan Yang Maha Terpuji, Tuhan Yang Maha Adil, maafkanlah diriku, yang baru bisa membela agamamu melalui tulisan murahan ini. Tidak seperti Hamzah, paman nabi, yang sampai rela menyerahkan nyawanya demi agama-Mu.
Dan teruntuk Muhammadku tercinta. Namamu, gaungmu, dan seluruh partikel yang telah bersemi dalam luruh jiwamu tidak akan pernah musnah. Kau adalah mulia, dan mahkota kemuliaan akan tetap singgah di atas kepalamu hingga waktu yang tiada berakhir dan yang telah dijanjikan sampai.
Nah, sekarang menurutmu, siapakah yang telah berani menjatuhkan nama Muhammadku tercinta? Kartunis atau terroris?