
Ilustrasi seorang wartawan Pers mahasiswa yang sedang menjaga independensi dari berbagai ancaman. (Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba – Bertepatan dengan hari lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), 9 Februari dinyatakan sebagai Hari Pers Nasional di Indonesia. Mungkin, hal yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar kata pers adalah berita, koran, atau liputan. Semua bayangan tersebut benar, tapi apakah pernah terlintas di pikiran soal independensi pers? Dalam dunia jurnalistik, pers dituntut untuk menyajikan informasi yang sesuai dengan kondisi lapangan tanpa campur tangan pihak-pihak lain yang berkepentingan, oleh karena itu diperlukan sikap independen.
Kadang kita lupa dengan yang namanya independensi, yap hal yang tercantum dalam pasal pertama kode etik jurnalistik. Sikap independen ini tentunya harus juga diterapkan dalam segala kegiatan pers. Meski begitu, tidak sedikit pers atau media massa besar yang sudah kehilangan independensinya. Banyak dari pemilik media tersebut yang berafiliasi atau bahkan merupakan anggota partai politik. Hal tersebut disebabkan oleh orientasi media yang sudah tidak bertujuan mengibarkan kebenaran melainkan mendapatkan keuntungan.
Dalam pencarian media yang tidak memiliki keberpihakan tersebut pers mahasiswa digadang-gadang muncul sebagai media alternatif yang mampu menjunjung independensi. Selain karena idealismenya, independensi pers mahasiswa disebut-sebut lahir dari tekanan dan intimidasi, baik dari pihak kampus maupun luar kampus. Hal tersebut justru menjadi cambuk bagi jiwa mahasiswa yang bebas tidak mau dikekang.
Tantangan pers mahasiswa dalam menyajikan berita adalah intervensi dari berbagai pihak yang berkepentingan. Wika Dhamayanti, dalam jurnalnya (Penerapan Sikap Independensi pada Wartawan Pers Mahasiswa di Kota Bandung, 2018) mengkategorikan penyajian berita tanpa intervensi oleh pers mahasiswa meliputi enam hal yaitu: mengacu pada kode etik jurnalistik, sesuai dengan data yang akurat, memahami isu serta memilih data dan konfirmasi, tidak takut mengungkap fakta, sesuai data, tidak terpengaruh dan mempunyai tujuan.
Selain intervensi, tantangan pers mahasiswa dalam menyajikan berita adalah kecenderungan kampus yang tidak suka ketika pihaknya dikritik. Imbasnya, pemotongan dana, penghapusan sekretariat, atau bahkan pembredelan kerap dilakukan oleh pihak kampus yang merasa terancam. Ancaman dari pihak lain pun tidak kalah menakutkan karena tidak adanya payung hukum yang melindungi kebebasan pers mahasiswa dalam menyajikan berita yang sedikit sensitif.
Di bawah semua tekanan tersebut, independensi menjadi satu-satunya tiang yang harus benar-benar dipegang erat oleh pers kampus. Seperti yang dikatakan oleh Agung Sedayu sebagai koordinator Forum Alumni Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia dalam sebuah seminar di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) yang menjelaskan jika tidak independen, maka pers kampus dapat mudah disetir hingga akhirnya hanya menjadi humas kampus.
Wulan Nur Khofifah, salah satu anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Isolapos Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Berpendapat bahwa pers kampus merupakan organisasi paling independen yang ada di kampus dibandingkan dengan organisasi lain. “Karena yang namanya media harus menyampaikan berita secara objektif, kalau setiap organisasi baik intra maupun ekstra kampus punya tujuan masing-masing sesuai kepentingan mereka. Kalau pers kampus sendiri yang memperjuangkan hak-hak orang.” Ujarnya saat diwawancara pada Senin (7/2).
Pada akhirnya, pers mahasiswa harus berani mengambil jalan berbatu ketika memberitakan sesuatu bisa menyenggol pihak-pihak tertentu dan berpegang pada independensi-nya. di sisi lain, mereka harus tetap berhati-hati dalam bertindak, karena tidak memiliki perlindungan hukum, ditambah lagi terdapat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan pasal karetnya yang dapat menjerat pers kampus sewaktu-waktu jika tidak berhati-hati.
Pewarta: Aldini Ila Hidayati/Job
Penulis: Aldini Ila Hidayati/Job
Editor: Tsabit Aqdam Fidzikrillah