Ilustrasi Kekerasan Seksual. (Ifani/SM)
Suaramahasiswa.info – Masih ingat dengan Reynhard Sinaga? Seorang warga negara Indonesia yang belum lama ini namanya terus berwara-wiri menjadi headline di banyak media massa Indonesia maupun internasional. Reynhard mulai mendapatkan banyak sorotan media setelah terkuak bahwa dirinya terbukti bersalah melakukan pemerkosaan beserta kekerasan seksual terhadap 48 laki-laki.
Melalui kasus ini, banyak sekali istilah-istilah seperti sexual abuse (pencabulan), sexual harassment (pelecehan seksual), rape (pemerkosaan), dan lainnya yang sering disebut dalam berita. Sehingga masyarakat pun mulai penasaran dan ingin memahami makna dibalik istilah-istilah tersebut. Lebih lanjutnya, mari simak kelanjutan dari artikel ini.
1. Sexual Abuse atau Pencabulan
Mengenai tindak pidana pencabulan telah diatur dalam Kitab Undang-undang Pidana (KUHP) pada Bab XIV Buku ke- II, mulai dari Pasal 289-296 KUHP. Menurut pemaparan pasal tersebut dijelaskan bahwa perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin.
Contoh dari perbuatan cabul yang dimaksud diatas ialah, seperti: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya. Meski memiliki pasal lain yang secara khusus membahasnya, namun persetubuhan turut masuk pula dalam perbuatan cabul.
Pun dalam aturan ini turut dijelaskan bahwa pencabulan dapat dilakukan baik terhadap anak maupun dewasa. Seperti yang dijelaskan pada Pasal 294 ayat (1) KUHP yang menyebutkan perbuatan cabul akan dikenai hukuman bila dilakukan pada anak yang belum dewasa, dan dilanjut oleh penjelasan dalam ayat (2) yang lebih rinci menyebutkan perbuatan cabul terhadap dewasa juga akan dikenai hukuman. Dalam hal ini dewasa yang maksud ialah telah mencapai usia 21 tahun atau belum sampai usia tersebut namun sudah atau pernah melakukan perkawinan.
Namun, pada umumnya istilah pencabulan lebih identik dengan bentuk perilaku yang melecehkan anak-anak. Karena anak-anak dirasa lebih tidak mampu dalam memberikan persetujuan atau sexual consent yang layak terhadap segala bentuk tindakan seksual.
Menurut jenisnya, pencabulan digolongkan lagi sebagai berikut:
- Exhibitionism: Dengan sengaja memamerkan alat kelamin
- Voyeurism: Mencium dengan bernafsu,
- Fonding: Orang dewasa mengelus atau meraba alat kelamin milik seorang anak,
- dan lainnya.
Salah satu kasus pencabulan yang besar sempat terjadi di Amerika Serikat, berdasarkan media-media yang memberitakan kasus tersebut menyebutkan bahwa Larry Nassar mulai diduga sebagai pelaku pencabulan sejak 2015 dan paten dijatuhi hukuman penjara sebagai pelaku pencabulan terhadap 250 wanita muda dan dewasa serta seorang lelaki muda pada 2018.
2. Sexual Harassment atau Pelecehan Seksual
Seiring berjalan waktu, istilah pelecehan seksual semakin akrab terdengar di telinga masyarakat. Adapun beberapa golongan yang menilai bahwa pelecehan seksual tidak jauh berbeda dari pencabulan. Kendati demikian, beberapa golongan juga menilai pelecehan seksual dan pencabulan merupakan dua hal yang berbeda. Karena pencabulan lebih identik dengan perlakuan yang kasat mata saja, sedangkan pelecehan seksual mencakup tidak hanya yang berupa fisik (kasat mata) namun juga seperti ucapan verbal, gambar, atau daring.
Selain itu, melansir dari hukumonline[dot]com, dalam KUHP sendiri sebenarnya tidak dikenal istilah pelecehan seksual, melainkan hanya ada istilah pencabulan atau perbuatan cabul dalam aturan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Menurut aturan tersebut, pencabulan diartikan sebagai segala perbuatan yang dianggap telah melanggar kesopanan atau kesusilaan.
Sedangkan disisi lain, pelecehan seksual lebih mengacu kepada sexual harassment yang merupakan bentuk unwelcome attention atau secara hukum didefinisikan sebagai “imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments“.
Penggunaan makna dari unwelcome attention tersebut menunjukkan unsur terpenting dari terjadinya pelecehan seksual ialah adanya ketidakinginan atau penolakan terhadap bentuk perhatian apapun yang sifatnya seksual. Sehingga hal-hal seperti siulan, kata-kata godaan, dan lainnya yang kemudian akrab disebut dengan istilah catcalling ini, dapat kita golongkan sebagai suatu bentuk pelecehan bersifat seksual, apabila si penerima tidak menghendaki atau menerima perbuatan tersebut. Sedangkan, hal-hal demikian tidak dapat kita masukkan ke dalam pencabulan karena menurut budaya atau kesusilaan setempat masih dianggap wajar.
Karena adanya poin lemah, revisi mengenai pasal pencabulan ini pun menjadi salah satu hal yang sering diajukan khususnya oleh para aktivis feminis. Seperti pada RUU KUHP dan RUU PKS. Perbedaan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) ini ialah RUU KUHP yang cenderung menginginkan penguatan atau penambahan beberapa hal dalam pasal pencabulan. Sedangkan, RUU PKS tidak mengenal istilah pencabulan, melainkan pelecehan seksual yang kemudian dijadikan sebagai salah satu jenis dari kekerasan seksual.
3. Rape atau Pemerkosaan
Menurut Wikipedia, pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal berwatak seksual yang terjadi ketika seorang manusia (atau lebih) memaksa manusia lain untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina atau anus dengan penis, anggota tubuh lainnya seperti tangan, atau dengan benda-benda tertentu secara paksa baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Dalam hukum sendiri, pemerkosaan ini telah diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi: Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Berbeda dengan isi pasal tersebut, kini muncul istilah baru yang menyebutkan bahwa pemerkosaan tidak hanya bisa dilakukan terhadap perempuan yang bukan istri dari pelaku pemerkosaan. Namun, kini dikenal juga istilah marital rape yang merupakan suatu bentuk pemerkosaan dalam rumah tangga. Istilah ini dilandasi dengan kegiatan hubungan seksual suami istri yang dilakukan tidak atas dasar keinginan keduanya dengan dalih pemenuhan kebutuhan biologis suami merupakan suatu kewajiban bagi istri.
Membandingkan aturan yang ada di Indonesia ini dengan beberapa negara lain, semisal Inggris. Hukum di Indonesia masih terbilang belum progresif. Mari sejenak kita bayangkan bagaimana bila kasus Reynhard Sinaga diselesaikan di Indonesia, bukan di Inggris? Tentu saja hukuman yang kini didapat olehnya pun akan lain lagi hasilnya.
Dalam perspektif hukum Indonesia, KUHP hanya mengenal pemerkosaan yang berbentuk persetubuhan antara laki-laki dan perempuan, dengan adanya penetrasi penis ke vagina. Dengan adanya aturan ini, tentu kasus seperti Reynhard ini akan lu0put dari jeratan pasal pemerkosaan, yang kemudian akan dikategorikan sebagai bentuk perilaku cabul. Meski tetap mendapatkan hukuman, namun lama masa hukuman pencabulan masih terbilang ringan dibandingkan dengan hukuman dari pasal pemerkosaan.
4. Adultery atau Perzinaan
Berdasarkan KBBI, perzinaan berasa dari kata zina yang berarti; [2] perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Mengenai perbuatan zina tersebut, telah diatur dalam Pasal 284 KUHP yang berbunyi serupa dengan definisi di atas, kemudian pelakunya akan dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan. Tetapi, untuk kasus tertentu perzinaan juga bisa ditarik ke dalam kasus pelanggaran kesusilaan yaitu Pasal 281 KUHP, apabila perzinaan tersebut dilakukan di muka umum.
Perlu diketahui, aturan perzinaan dalam KUHP dan hukum adat serta hukum islam memiliki perbedaan. Bila dalam KUHP kedua pihak (baik istri maupun suami dapat melakukan perzinaan). Dalam beberapa kondisi hukum adat dan hukum islam, lebih mengacu kepada pihak istri saja yang bisa dikatakan melakukan perzinaan. Sedangkan, pihak laki-laki dibebaskan karena dianggap memiliki hak dan wewenang untuk melakukan itu.
Penulis: Shella Mellinia Salsabila
Editor: Febrian Hafizh Muchtamar