Teks : Ivan Nurdin
Ketua Umum BEM Fakultas Dakwah Unisba
Banyak orang mengatakan bahwa organisasi kampus adalah miniatur sebuah negara. Hak untuk mengatur, dan mengeksekusi serta kewajiban untuk memberikan yang terbaik kepada mahasiswa lainnya merupakan hal-hal yang harus dilakukan. Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian) menjadi motor awal organisasi mahasiswa agar apa yang dilakukan memiliki tujuan dan landasan yang jelas. Ditopang pula oleh gagasan-gagasan dan ide organisasi itu sehingga ada di permukaan. Rene Descartes mengatakan Cogito Ergo Sum (aku berfikir maka aku ada). Mahasiswa menggagas maka organisasi itu ada. Tidak ada organsasi yang berdiri tanpa renungan pikiran terlebih dahulu.
Rupanya hal itu terjadi di kampus biru kampus perjuangan Universitas Islam Bandung yang kampusnya tepat berada di jantung kota Bandung. Lokasi yang strategis dan posisinya dekat dengan berbagai tempat hiburan, yang ternyata mahasiswalah yang menjadi konsumen utamanya. Tepat di sebelah timur kampus ada mall Bandung Indah Plaza (BIP) yang lokasinya pun bersebarangan dengan Bandung Electronic Centre (BEC) pusat perbelanjaan elektronik di kota Bandung. Lalu dari pusat kampus ke arah jalan Dago disuguhkan dengan berbagai tempat wisata yang semakin memanjakan mahasiswa. Apalagi ditambah dengan taman-taman yang banyak didirikan oleh wali kota Bandung bapak Ridwan Kamil yang jaraknya tidak jauh dengan lokasi kampus. Seperti Taman Jomblo yang memanjakan para jomblo untuk stay tune terus di taman dengan harapan menemukan jodohnya, dan juga Taman Film fasilitas untuk menonton bersama di taman itu. Terutama seminggu yang lalu saat jawara sepak bola Bandung yaitu PERSIB bertanding di final piala ISL serentak taman film menjadi ramai. Semua disuguhkan tepat berada dekat dengan lokasi kampus yang didedikasikan untuk mencetak para Mujahid (pejuang), Mujtahid (pemikir), dan Mujadid (pembaharu).
Lokasi menjadi tantangan awal bagi mahasiswa yang ingin menjadi mujahid, mujtahid, dan mujadid. Walaupun lokasinya yang strategis dengan berbagai macam tempat yang mampu memanjakan mahasiswa. Rupanya tidak menyurutkan mahasiswa untuk terus aktif berorganisasi. Buktinya ada dua puluh organisasi internal fakultas yaitu BEM-F dan DAM-F, ditambah dengan BEM-Universitas dan DAM Universitas yang melengkapi kepengurusan DAM dan BEM menjadi 22 organisasi. Belum lagi ditambah dengan 27 organisasi LKK dan UKM. Maka dapat disimpulkan bahwa organisasi mahasiswa di Unisba lebih dari 49 organisasi. Dari organisasi yang ada semuanya memiliki corak dan ide masing-masing. Jangankan di organisasi kegiatan seperti Resimen Mahasiswa, atau Mahasiswa Pencinta Alam, Badan Eksekutif Mahasiswa pun memiliki ide dan corak masing-masing. BEM F satu dengan BEM F lainnya. Intinya yang digagas adalah ciri dari adanya organisasi mahasiswa di Unisba.
Namun patut disayangkan banyaknya organisasi internal mahasiswa yang berdiri di Unisba masih banyak yang belum memahami arti mahasiswa dalam kacamata dimensi perubahan. Itu yang sepatutnya menjadi sebuah renungan bagi organisasi internal mahasiswa di Unisba. Seorang politisi partai Golkar yang dipecat akibat membelot dari keputusan partainya untuk mendukung KMP yaitu Indra J Piliang dalam suratnya yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo. Beliau mengatakan bahwa pada dasarnya mahasiswa adalah apatis dan individualis dengan menceritakan kejadian tahun 1965 dan 1998. Ungkapnya sebelum tahun terjadinya pergerakan mahasiswa di tahun 1965 dan 1998 sebetulnya mahasiswa apatis dan hanya memikirkan kepentingan sendiri. Namun karena pemerintahan yang subversif dan mengekang kebebasan mahasiswa dalam berpendapat, serta carut marut negeri yang ada pada waktu itu membuat mahasiswa geram dan saling membahu untuk mengadakan sebuah perubahan. Akan tetapi bukan berarti secara keseluruhan mahasiswa selalu apatis dan ingin bergerak ketika mendapatkan momentum saja. Hal itu pun terjadi di tahun setelah reformasi dan sampai saat ini. Pergerakan mahasiswa ada namun kolektifitas yang dibangun masih kurang. Padahal menurut salah seorang aktivis tahun 1998 sebut saja namanya Kang Dandi yang pada masanya berbarengan dengan aktivis Adian Napitupulu yang sekarang menjadi anggota DPR-RI FPDIP membentuk satu pergerakan yang disebut dengan Forum Kota (FORKOT), pergerakan yang sempat menduduki gedung MPR-RI. Beliau mengungkapkan dengan rasa kekecewaan terhadap mahasiswa saat ini, bahwa keleluasaan mahasiswa untuk berpendapat dan menjadi agen perubahan untuk saat ini cenderung tidak terlalu sulit dibandingkan dengan pada masanya. Akan tetapi ke apatisan yang sangat fundamental membuat mahasiswa terkungkung untuk lebih memilih diam dari pada peka terhadap kondisi kampus dan negaranya. Kalau dulu yang dikatakan Indra J Piliang mahasiswa apatis namun bergerak disaat ada pemerintahan yang subversif. Akan tetapi sekarang para penguasa (pemerintah atau kampus) mau bersikap apapun terhadap rakyat dan mahasiswa, mahasiswa tetap apatis.
Terlepas apa esensinya organisasi itu didirikan dan bagaimana metode berjalannya organisasi itu lalu apa kegunaan organisasi itu didirikan di kampus. Tetap yang menjadi landasan awal mahasiswa adalah bagaimana mahasiswa mampu peka di dalam keapatisannya untuk membangun sebuah peradaban yang lebih baik melalui organisasi yang di gelutinya disaat kebebasan berpendapat mahasiswa tidak boleh disuarakan, dan sistem yang berjalan (baik kampus atau pemerintahan) sudah hilang dari nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan maka disitulah mahasiswa memiliki kewajiban untuk memperbaiki keadaan dan mengadakan perubahan. Banyak berbagai cara mahasiswa untuk melakukan perbaikan dan perubahan. Intinya mahasiswa peka ditengah keapatisannya lalu berbicara ditengah kegalauannya.
Modal besar saat kampus Unisba dikenal dengan kampus pergerakan, karena tidak salah, Unisba didirkan oleh orang-orang yang tidak diam saat keadilan sudah dicederai. K.H E.Z Mutaqien yang membantu Bang Imadudin (Aktivis ITB) untuk mendirikan masjid Salman yang dulunya Rektor ITB tidak menyetujui pembangunan masjid di depan kampus ITB. Namun pada akhirnya masjid Salman berdiri sampai sekarang. Lalu tokoh Partai Masyumi yang juga penggagas kampus Unisba, dan mantan Perdana Menteri Indonesia yaitu Mohammad Natsir menjadi rival politik presiden Soekarno yang pada saat itu Soekarno dengan petisinya membubarkan Partai Masyumi. Pada saat itu pula Mohammad Natsir tidak diam untuk menyuarakan ideologinya. Maka pada tahun selepas dibubarkannya Partai Masyumi, Mohammad Natsir dengan tokoh-tokoh lainnya mendirikan kampus Unisba yang dengan gagasannya kampus Unisba didirikan untuk mencetak pejuang baru, pemikir baru, dan pembaharu sehingga mampu bermanfaat untuk umat dan bangsa. Artinya apa , dari sejarah panjang berdirinya kampus Unsiba ini didasari atas pemberontakan terhadap ketidakadilan pemerintah saat itu. Mohammad Natsir memberontak dan berjuang menyuarakan keadilan dengan mendirikan kampus-kampus Islam terhadap sikap pemerintahan saat itu, dan K.H E.Z Mutaqien berjuang membantu bang Imadudin untuk mendirikan masjid salman yang terletak di depan kampus ITB. Jadi sangat salah diartikan apabila kampus Unisba ini didirkan hanya atas kebutuhan pendidikan Indonesia semata namun lebih dari pada itu.
Maka oleh karena itu dengan banyaknya organisasi internal mahasiswa Unisba diharapkan mampu mempelajari lebih dalam hakikat berdirinya kampus Unisba, sejarah panjang perjuangan yang dilalui baik oleh para pendiri dan mahasiswa yang telah berjuang untuk perubahan, dan hakikat jati diri mahasiswa sebagai iron stock dan agent of social control dalam posisinya di masyarakat. Sehingga mampu membawa umat dan masyarakat luas kepada tatanan hidup yang lebih baik. Dan apabila sebuah sistem (kampus atau pemerintah) dirasa keluar dari keadilan dan kemanusiaan, sudah saatnya mahasiswa bergerak dalam keapatisannya demi peradaban yang lebih baik.