Bosankah dengan rasua yang tertera di muka media massa? Bila iya, silahkan urungkan niat membaca anda, karena saya akan bercerita tentang pertumbuhan zigot mentalitas koruptor!
Mari tarik lebih jauh. Akar permasalahan kronis ini sebenernya sederhana. Sesederhana anda bilang “saya enggak kentut” saat ada bau tak sedap di dalam angkutan umum. Sementara penumpang lain melirik dengan bringas. J-U-J-U-R lima huruf ini, bila diketik di mesin pencari google akan menghasilkan 31 juta artikel dalam waktu 0,14 detik. Mungkin saat ini sudah bertambah. Namun untuk memahami ‘jujur’ butuh sembilan tahun mempelajari PKN juga Pendidikan Keagamman, itu pun masih kurang.
Saya pernah merasakan bagaimana adrenalin seolah terpacu saat melakukan kebohongan. Mungkin Begitu pula anda. Menurut ahli selama berbohong kita akan melalui 72 jam penuh evoria adrenalin, dimulai dengan Lima menit pertama, otak akan dipacu membuat benteng kebohongan untuk melindungi diri. Cortisol yang berlimpah akan membludak dalam waktu 10 menit, masa-masa ini emosi akan mudah terbakar bila ‘si korban’ tidak percaya ucapan kita. Setengah jam berlangsung, perasaan kwatir akan terbongkarnya kebohongan pun mulai bersemi.
Sewajarnya, manusia normal bisa melupakan kebohongannya setelah 24 jam. Namun bila masih terpikirkan, ada perasaan negatif tentang ‘ketidakjujuran’. Perasaan bersalah yang terus menghantui pasca 72 jam akan berdampak sangat vatal untuk fisik dan pikiran. Sakit bisa jadi imbasnya, bahkan gangguan mental pun jadi yang lebih parah.
“Remaja putra umumnya melakukan hal-hal spontan, bahkan memacu adrenalin. Berbohong adalah satu cara diantaranya. Sementara remaja putri, mempertimbangkan dengan perasaan untuk segala keputusan, oleh sebab itu mereka cenderung lebih sedikit dalam melakukan kebohongan,” jelas Psikolog, Irma Gustiana.
Candra Widanarko bilang, kebanyakna remaja merasa takut saat jujur. Mereka takut kena marah, ditolak, ditertawakan, dan takut diancam. Selain itu penulis dan grooveboxstudio founding partner ini berpendapat kebanyakan remaja tidak sudi untuk disalahkan, bahkan mereka rela berbohong untuk dianggap keren.
Pada dasarnya berbohong adalah hal yang wajar, kata Irma. Menurutnya di usia 20 tahun, kesadaraan mengenai hal ini akan tumbuh, namun semuanya kembali pada nilai-nilai kebaikan yang ditanam keluarga. Bila tak cukup pupuk, nilai itu akan hangus dan tumbuhlah bibit-bibit kebohongan dan bila dibiarkan, tentu mentalitas ini yang melahirkan aktor-aktor kenamaan tindak rasua di keesokan harinya. (Muhammad R. Iskandar/SM)