oleh: Bobby Agung Prasetyo*
“I’ll tip my hat to the new constitution//Take a bow for the new revolution//Smile and grin at the change all around//Pick up my guitar and play//Just like yesterday//Then I’ll get on my knees and pray//WE WON’T GET FOOLED AGAIN!//NO, NO!”
– Sepenggal lirik lagu The Who berjudul “Won’t Get Fooled Again” (Who’s Next, 1971)
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Ya, momen penentuan dimana nasib dinamika Kampus Unisba tercinta ditentukan untuk satu tahun ke depan. Pemilihan Presiden Mahasiswa (Presma) beserta wakilnya, kini kembali dihelat. Kedua calon, pasangan no. 1 Ricky Adhitya Purnama-Miko Mio beserta pasangan no. 2, M. Fadhli Muttaqien-Yunus Mulia Hendriyaman, bersaing demi menempati kursi tertinggi pada ranah mahasiswa Unisba—setelah sebelumnya, pasangan Muhammad Harisman-Moch Muhram Fauzi mengundurkan diri karena alasan tertentu (Baca Di Sini).
Tentu, kita selaku masyarakat kampus biru berharap akan kondisi yang lebih dinamis, progresif, dan kritis. Jangan sampai ada janji palsu, karena seyogyanya, mahasiswa bisa saja menggugat di kemudian hari bila amanat tak diemban dengan baik melalui mosi tidak percaya.
Kita adalah makhluk yang selalu mengeluh akan pemimpin yang menggebu di awal, lantas hanya menjadi ‘debu’ di akhir—wajar. Ingin merubah Unisba menjadi seperti ini, seperti itu, menciptakan nuansa yang begini, lalu begitu, adalah lagu lama yang terus berkumandang di ‘menit pertama’. Lantas, apa hal yang mesti kita lakukan agar kondisi ini tak terulang lagi? Banyak pilihan, dimulai dari memahami latar belakang para kandidat. Sebelumnya, tiap calon—terutama Presidennya—pernah menjabat sebagai ketua; yang satu himpunan jurusan, lainnya di BEM Fakultas. Ini bukan masalah level di mana mereka mengetuai jenis organisasinya, tapi bagaimana mereka mengemban amanatnya. Baikkah? Burukkah? Hal tersebut tentu menjadi kajian tersendiri dalam benak kita. Baik dan buruk itu relatif, namun tindak-tanduk kepemimpinan pastilah tersirat secara jelas dan dapat dinilai.
Melihat cocok atau tidaknya, mari menelisik visi dan misi yang dipaparkan (Baca Di Sini). Lantas, kandidat manakah yang janji manisnya mampu membuai anda? Bagi saya, memilih pemimpin yang pemikirannya sejalan—atau setidaknya dapat mewakili keresahan anda—adalah cara yang bijak. Hindari pola pikir “kandidat-itu-berasal-dari-fakultas-yang-sama-dengan-saya”, karena hanya akan menciptakan kebodohan yang repetitif.
Bila memang ini adalah pesta demokrasi, maka berpestalah sepuas mungkin. Kalau perlu, (dengan penganalogian) sampai ‘mabuk’ lantas tidak mampu pulang. Mengapa? Karena dengan begitu, di masa yang akan datang, kita akan mengenang pesta ini sebagai momen paling indah, jujur, dan dilalui atas dasar kesenangan hati nurani yang paling dalam. “I command you to party hard,” jika Darth Vader dari film Star Wars bisa berkomentar soal Pemilu Raya Unisba.
Akhir kata, kita semua tentu memiliki pengharapan agar pemenang Pemilu Raya Unisba nantinya dapat mengemban tugas dengan baik. Tak usah sempurna layaknya dongeng, yang penting dapat menjadi solusi bagi keresahan rakyatnya.
“Hayati lelah bang, Hayati udah nggak kuat!” Ya, mengutip kalimat dari Hayati, salah satu tokoh dalam novel “Tenggelamnya Van Der Wijck” karya Buya Hamka, maka kami lelah dengan segala janji manis yang ada. Semoga, realisasi adalah prioritas utama dari kedua kandidat tercinta ini. Salam.
*penulis adalah Pemimpin Umum Pers Suara Mahasiswa