Gambar tangkapan layar video di media sosial TikTok yang berisikan tuntutan-tuntutan Aliansi Mahasiswa Unisba (AMU) kepada pihak kampus. (Foto: Istimewa)
Suaramahasiswa.info, Unisba– Dua unggahan video mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba) viral di media sosial TikTok. Kedua video berdurasi 19 dan 11 detik ini diunggah oleh akun TikTok bernama ishvar pada Senin, (24/7) dan berisi tujuh poin tuntutan serta ajakan konsolidasi aksi demonstrasi. Hingga tulisan ini terbit unggahan tersebut telah dikomentari oleh 1.276 warganet, dibagikan 6.137 akun, dan disukai hingga 20.000 lebih pengguna.
Menanggapi hal tersebut, Rektor Unisba Edi Setiadi mengatakan bahwa kritik seharusnya disampaikan dengan jelas agar pihak kampus dapat mengonfirmasikan kepada orang yang resah akan hal tersebut. “Kritik yang benar itu kan jangan yang dari surat kaleng, kalau surat kaleng jadi saya harus menjawab kemana, sepanjang kritikan ini bentuk kebaikan sampaikan saja kritikannya dengan jelas,” ujarnya saat diwawancarai pada Selasa, (1/8).
Ada beberapa tuntutan yang disampaikan dalam video tersebut, di antaranya kasus pelecehan seksual, Pungutan Liar (Pungli) di parkiran Unisba, minimnya Calon Mahasiswa Baru (Maba), mahalnya Infaq Satuan Kredit Semester (ISKS), pemilihan Presiden Mahasiswa (Presma) yang tidak dilanjut, fasilitas sekretariat dibatasi, serta naiknya tarif Infaq Kuliah Tahunan (IKT) Maba.
Edi pun menanggapi beberapa poin tersebut, seperti Pungli di parkiran Unisba yang sudah diselidiki walaupun ia mempertanyakan alasan mahasiswa tersebut yang masih memberikan uangnya padahal itu termasuk bentuk pemerasan. Kemudian menyoal IKT Maba yang seharusnya tidak dipermasalahkan oleh mahasiswa lama karena tidak berpengaruh.
“Mahasiswa lama tetap dengan tarif lama dan kenaikan IKT ini juga hanya untuk Maba di Prodi (Program Studi, Red) yang baru, kalau misalkan mahal ya tidak usah masuk Unisba,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa Unisba itu tidak anti kritik dan tidak akan keras kepala kalau diberi tahu karena menurutnya sumber pembelajaran itu bisa dari berbagai arah. Meski begitu, baginya kritik harus konstruktif walaupun tidak dengan memberikan solusi karena kritikan sifatnya satu arah.
Di sisi lain, salah satu anggota Aliansi Mahasiswa Unisba (AMU) yang tidak ingin disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa dua video tersebut dibuat oleh pihaknya berdasarkan keresahan-keresahan yang ada saat konsolidasi. Namun ia tidak mengetahui siapa yang mengunggah video tersebut ke media sosial karena memang pada awalnya diniatkan untuk disebar melalui orang ke orang.
“Video itu memang punya anak-anak (AMU, Red) cuman untuk posting di TikTok itu tidak tahu siapa karena kita penyebarannya antar orang dan antar teman sih sebenarnya,” ungkapnya saat diwawancarai pada Selasa, (1/8).
Ia melanjutkan bahwa tujuan dibuatnya video yang berisi tujuh tuntutan tersebut sebagai bentuk propaganda. Setelah ada konsolidasi lanjutan, ia mengungkapkan bahwa anggota AMU dipanggil, baik oleh pihak fakultas maupun universitas. Hal inilah yang membuat para anggota AMU tidak melanjutkan aksi karena tindakan pemanggilan tersebut dinilai sebagai intervensi.
“Sebenernya video itu kan sekitar dua minggu lalu sebagai bentuk propaganda, lalu pada konsolidasi lanjutan untuk aksi, mental anak-anak kena karena dipanggil, baik itu oleh dekan, kemahasiswaan, fakultas, atau pihak kampus karena penyebaran video tersebut, ini salah satu intervensi kepada AMU untuk tidak turun dan membubarkan anak-anak yang lain,” katanya.
Ketua Dewan Amanat Mahasiswa Unisba (DAMU) Rafie Muhammad Azziz menilai video tersebut sebagai salah satu cara mahasiswa untuk menyuarakan pendapatnya. “Video tersebut jadi salah satu cara mahasiswa menyuarakan pendapatnya dan mahasiswa yang bisa dibilang kurang terbuka pandangannya mengenai isu-isu di Unisba bisa jadi agak tercerahkan gitu,” ucap Rafie saat diwawancarai pada Rabu (2/8).
Selain itu, salah satu mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2020 Andika Jayanegara mengatakan bahwa penyampaian tuntutan melalui video tersebut dinilai benar sebagai bentuk kebebasan berekspresi sekaligus edukasi agar kejadian yang disebut di dalamnya tidak terulang kembali. Ia juga berharap agar seluruh mahasiswa dapat saling menjaga.
“Saya harap seluruh elemen mahasiswa saling menjaga satu sama lain karena sejatinya kejahatan akan selalu ada di lingkungan kita,” katanya saat diwawancarai pada Rabu (2/8).
Berbeda dengan Andika, salah satu mahasiswa Fakultas Teknik angkatan 2021 Angga Martha Fadhillah menilai bahwa penyebaran video ini kurang tepat karena menggunakan akun anonim. Ia kemudian menyarankan tuntutan tersebut dapat diusulkan ke organisasi mahasiswa tertentu untuk disampaikan ke pihak kampus agar lebih terpercaya.
Reporter: Syifa Khoirunnisa, Farhan Anfasa Hidayat, & Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM
Penulis: Syifa Khoirunnisa/SM
Editor: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM