
Aldi Daniealdi salah satu penggiat literasi tengah berorator pada Kamis (24/1) dalam Aksi Kamisan melawan razia buku PKI. Ia menyampaikan jika akibat yang ditimbulkan razia buku ini tidak akan signifikan di era digital. “ini hanya kenorakan manufer politik, Mari tertawakan bersama!”
Suaramahasiswa.info, Bandung – Aksi Kamisan Bandung di Depan Gedung Sate pada Kamis (24/1) kemarin warnai protes pelarangan buku PKI. Setelah terjadi razia buku di Padang dan Kediri oleh TNI akhir tahun 2018 lalu. Akhirnya rencana pembredelan buku yang bermuatan PKI secara massive pun dilontarkan kejaksaan.
Aksi protes ini disampaikan melalui orasi, musikalisasi puisi serta teater. Aldi Daniealdi salah seorang pegiat literasi di Bandung mengatakan, rencana kejaksaan merazia buku jangan terlalu dirisaukan. Menurutnya ini hanya bentuk kenorakan manufer politik. Aldi memaparkan dalam orasinya, akibat yang ditimbulkan tak akan signifikan apabila dilakukan di era digital.
“Orientasi politik tindakan ini tidak terlihat. Kalau dulu masa orde baru atau masa orde lama, itu terlihat visi, kalau mereka ingin menghapus golongan. Sekarang masyarakat cukup meresponnya dengan menertawakan hal ini,” ungkap dosen Hubungan Internasional di Unpar itu.
Tetapi Aldi juga mengatakan buku tetaplah harus dihormati karena merupakan khazanah atau kekayaan ilmu pengetahuan manusia. Baginya meskipun buku-buku diberangus, akan muncul juga (baca: buku) ditempat yang berbeda dengan bentuk yang lebih sempurna.
Koordinator Aksi Kamisan Bandung, Feru menambahkan, “Kita ingin memantik orang-orang jika literasi tidak dibatasi oleh ideologi dan pemahaman.” Ia mengatakan tidak setiap orang yang membaca buku komunis ingin menjadi komunis. Feru juga mengkritik saat pemuda menggenjot literasi, pemerintah dirasa berbuat sebaliknya. (Ressy/SM)