Pesantren Calon Sarjana. (Foto/Unisba)
Suaramahasiswa.info, Unisba – Malam pertama Pesantren Calon Sarjana pada awal Desember ini, sebut saja Rara, tiba-tiba dipanggil ke sebuah ruangan untuk menemui fasilitator. Dalam perjalanannya menuju ruangan, detak jantung Rara berdegup kencang karena gelisah. Perasaannya pun terbukti benar, rupanya Rara dipanggil guna mengakui identitas aslinya: joki pesantren.
“Iya saya ditanya, terus disuruh ngaku identitas asli sama diminta ngehubungin TN tanpa ngasih tahu ada apa,” cerita Rara di Sekretariat Suara Mahasiswa, Jalan Tamansari No. 1 pada Rabu (11/12).
Menurut cerita Rara, dirinya merupakan joki dari TN – mahasiswi Fakultas Hukum (FH) 2015. Mereka telah cukup lama saling mengenal. Bahkan sejak dua tahun lalu, Rara telah menjadi rekan kerja TN. Berlatarbelakang hubungan tersebut, Rara pun secara sukarela menjadi joki pesantren untuk TN.
Melengkapi cerita Rara, kata TN, pesantren kali ini merupakan yang kedua kalinya digantikan oleh Rara. Pertama, Pesantren Mahasiswa Baru (Maba), lalu Pesantren Calon Sarjana. TN mengaku tidak bisa hadir karena urusan pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.
TN mengaku awalnya tidak mengetahui bahwa pesantren menjadi syarat wajib untuk sidang. “Pas masuk semester berikutnya, ternyata bentrok sama jadwal kuliah. Karena mau sidang skripsi, jadi ikut yang tahun ini tapi ternyata bentrok juga sama kerjaan. Enggak enak ‘kan sama klien jadi diganti Rara yang sudah kenal saya dengan baik dan hafal jadwal kerja saya”.
Kepergok hingga Sanksi
Mulusnya perjokian saat Pesantren Maba, membuat TN kembali melakukan perjokian ketika Pesantren Calon Sarjana. Namun, kali ini tidak membuahkan hasil seperti aksi sebelumnya: Rara tertangkap basah.
Pihak Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK), sebagai penyelenggara pesantren, segera menghubungi FH untuk memberi kabar TN. Kemudian, TN diminta menghadap dekan fakultas dan jajarannya. Mahasiswi angkatan 2015 itu pun menyanggupi panggilan tersebut.
Sebagai konsekuensi, Wakil Dekan (Wadek) III, Husni Syawali mengatakan TN akan diberikan sanksi berupa skors selama satu semester dan harus mengulangi rangkaian pesantrennya. Namun sanksi tersebut masih berupa rekomendasi yang ia berikan kepada Dekan FH, dan masih menunggu kabar selanjutnya dari rektorat.
Kendati demikian, Husni menegaskan rekomendasi sanksi ia putuskan sesuai dengan aturan yang telah dilanggar. Merujuk pada buku Pedoman FH, Husni menyebut TN telah melakukan dua jenis pelanggaran, yaitu: (4) Menggantikan kedudukan orang lain dalam kegiatan akademik, (5) Menyuruh orang lain menggantikan kedudukan dalam kegiatan akademik. Pun sanksi tersebut turut mempertimbangkan sikap TN yang terbilang kooperatif dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Perihal kasus ini, Husni merasa menyayangkan, terlebih kejadian ini melibatkan mahasiswa FH. Nantinya, ia akan mencoba lebih memperhatikan mahasiswanya agar kejadian ini tidak terulang.
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua LSIPK, Wildan Yahya mengatakan pihaknya hanya sebagai penyelenggara. Oleh karena itu, mahasiswi dikembalikan kepada fakultas asalnya dan LSIPK hanya memberikan tembusan kepada universitas.
“Sebagai evaluasi untuk kita, ke depannya kami lebih teliti dalam melakukan pengecekan identitas dengan cara diharuskannya penyertaan foto [asli] dan lainnya,” tutup Wildan ketika ditemui di ruangannya pada Selasa (10/12).
___
Narasumber disamarkan identitasnya demi keselamatan.
Reporter: Febrian Hafizh Muchtamar, Shella Mellinia Salsabila, Verticallya Yuri S.E, Puteri Redha Patria
Penulis: Shella Mellinia Salsabila & Verticallya Yuri S.E
Editor: Febrian Hafizh Muchtamar