Kondisi Akses menuju Rumah Eva Eryani yang ditutup oleh pihak Satpol PP dan massa Pro Rumah Deret saat penggusuran berlangsung pada Rabu, (18/10). (Foto: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba– Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menggusur rumah milik satu-satunya warga Tamansari RW 11 yang bertahan dari proyek rumah deret, Eva Eryani, pada Rabu, (18/10). Penggusuran melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ini diwarnai oleh beberapa tindak represi dan kekerasan.
Menurut perwakilan Forum Tamansari Bersatu, Deti Sopandi, aksi penggusuran tersebut berawal dari pesan berantai yang disebar oleh Satpol PP pada pukul 08.00 WIB. Pesan ini berisi informasi akan adanya penertiban dan pengamanan rumah Eva Eryani.
Dalam konferensi pers Forum Tamansari Bersatu, disebutkan Eva mendatangi rumahnya sekitar pukul 11.00 WIB bersama Deti dan massa solidaritas. Deti mengungkapkan ketika mereka sampai di sana, telah berkumpul Organisasi Masyarakat (Ormas) dan warga Tamansari yang sudah melepaskan rumahnya untuk proyek rumah deret. Eva pun diajak untuk ikut melepaskan rumahnya juga.
Eva Eryani menegaskan jika dirinya tidak ingin mengikuti jejak warga lain yang melepaskan rumahnya untuk pembangunan rumah deret. “Saya tidak akan bergabung dengan pengkhianat, kalian sudah melakukan pengkhianatan beberapa kali kepada kami,” tegas Eva.
Setelah terjadi percekcokan antara massa pro rumah deret dengan massa solidaritas, situasi kembali kondusif dengan masing-masing massa yang membubarkan diri. Meski begitu, beberapa massa solidaritas masih bertahan di rumah Eva Eryani.
Kekerasan dalam Penggusuran
Tak berselang lama, sekitar pukul 14.00 WIB, massa pro rumah deret kembali datang bersama beberapa anggota Satpol PP. “Tiba-tiba Ormas dan Satpol PP dengan jumlah yang lebih banyak, mungkin ada 100 lebih orang, datang dan langsung melakukan kekerasan kepada massa solidaritas dan tim kuasa hukum. Ada yg dipukul, ditendang, diseret, ada yang dicekik,” ungkap Ojan, salah satu massa solidaritas dalam konferensi pers pada Rabu, (18/10).
Menurut penuturan Ojan, beberapa massa solidaritas mencoba untuk bertahan di wilayah rumah Eva Eryani meski akhirnya berhasil dipukul mundur menjauh dengan kekerasan. Tersisa Deti dan Eva yang masih bertahan, mereka terisolasi karena akses keluar ditutup oleh pihak Satpol PP dan massa pro rumah deret.
Ia pun mendengar kabar bahwa keduanya mendapatkan pemukulan, pelecehan verbal, dan kekerasan lain yang dilakukan Satpol PP dan massa pro rumah deret. Saat Eva dan Deti berada di dalam, Ojan menjelaskan bahwa ia bersama massa solidaritas lainnya dikepung di depan Masjid Al-Islam.
“Kita tidak bisa kemana-mana, kita diancam tidak bisa pulang, diancam juga bahwa keluarganya bakal didatangi dan ikut direpresi,” tuturnya.
Saat proses penggusuran terjadi, selain ormas dan warga, terdapat juga anggota kepolisian dan tentara. Menurut Deti, mereka tidak merespon apapun ketika terjadi tindak kekerasan dan tindakan melanggar hukum lain. “Mereka melakukan pembiaran ketika terjadi perusakan rumah, barang-barang diambil, kejadian ada yang aku diseret dan dipukul juga,” jelas Deti.
Diakui oleh Eva dirinya tidak menyangka akan terjadi keadaan kacau balau seperti kali ini. Menurutnya cara-cara licik digunakan Pemkot Bandung untuk mengadu domba warga. Ia berharap agar kejadian penggusuran paksa seperti ini tidak akan terjadi lagi.
Tuntutan Eva Eryani
Eva berjuang sejak Oktober 2022 untuk mempertahankan tempat tinggalnya dan telah melayangkan dua tuntutan ke Pemkot Bandung. Dalam tuntutannya, ia meminta Pemerintah Indonesia untuk mencabut kewarganegaraannya serta meminta Pemkot Bandung mengakui tanah yang dihuni Eva merupakan tanah miliknya dan dirinya bukan penghuni liar.
“Dengan bertahannya saya, saya pikir ini perjuangan yang berhak dilakukan karena saya dijamin oleh konstitusi negara ini. Saya bernegara tapi kok kenapa sepertinya tidak diakui makanya kalau enggak suka banget mah cabut WNI gitu loh atau rekognisi,” katanya.
Jurnalis Dihalang-halangi Meliput
Saat kejadian pada siang hari terjadi, Tim Suara Mahasiswa bersama beberapa reporter dari media lain turut hadir untuk meliput penggusuran ini. Tindakan menghambat dan menghalangi kerja jurnalistik mulai terjadi dengan diusirnya para reporter untuk menjauh dari wilayah rumah Eva Eryani.
Pada pukul 15.50 WIB, ketika akses menuju lokasi penggusuran telah ditutup, salah satu reporter Suara Mahasiswa mencoba untuk merekam proses penggusuran melalui celah penutup. Tindakan tersebut kemudian dicegah oleh salah satu massa pro rumah deret.
Selain itu, berdasarkan pantauan Suara Mahasiswa terlihat reporter dari salah satu media mencoba merekam proses penggusuran dengan menaiki lantai dua Masjid Al-Islam. Tindakan itu pun kembali dihalangi oleh pihak Satpol PP bersama massa pro rumah deret, bahkan setelah dijelaskan bahwa dirinya seorang jurnalis.
Reporter: Nabil Fadilah, Muhammad Dwi Septian, & Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM
Penulis: Syifa Khoirunnisa/SM
Editor: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM